Apakah boleh menyalurkan zakat kepada kerabat kita sendiri?
Nah, ini butuh rincian.
Yang jelas, golongan yang menerima zakat sudahlah jelas sebagaimana diterangkan dalam ayat berikut ini,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk (1) orang-orang fakir, (2) orang-orang miskin, (3) amil zakat, (4) para mu’allaf yang dibujuk hatinya, (5) untuk (memerdekakan) budak, (6) orang-orang yang terlilit utang, (7) untuk jalan Allah (fii sabilillah), dan (8) untuk mereka yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)
Keterangan:
- Fakir: orang yang pendapatannya 0 – 49% dari kebutuhan hidupnya.
- Miskin: orang yang pendapatannya 50 – 99 % dari kebutuhan hidupnya.
- Amil: orang yang mengumpulkan dan menyalurkan zakat.
- Muallaf: orang non-muslim yang diharapkan keislamannya dan orang yang baru masuk Islam yang diharapkan keteguhannya dalam Islam.
- Riqob: hamba sahaya.
- Gharim: orang yang berutang untuk tujuan syari yang tidak menemukan harta untuk melunasi utang tersebut.
- Fii sabilillah: orang yang berjihad, dai, penuntut ilmu agama, dan semacamnya.
- Ibnu sabil: musafir yang terpisah dari kelompoknya.
Baca juga: Golongan Penerima Zakat
Adapun memberikan zakat kepada kerabat itu punya keutamaan sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Salman bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah. Sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua, yaitu pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.” (HR. An-Nasai, no. 2582; Tirmidzi, no. 658; Ibnu Majah, no. 1844. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Baca juga: Memberi Zakat Kepada Kerabat
Adapun siapa saja yang berhak diberi zakat dari keluarga dan yang tidak berhak, kami bantu dengan menjelaskan dalam tabel berikut ini.
Hubungan Kerabat | Hukum | Catatan |
Ayah dan ibu | TIDAK BOLEH | Wajib memberikan nafkah kepada mereka |
Kakek dan nenek | TIDAK BOLEH | Wajib memberikan nafkah kepada mereka |
Anak laki-laki dan anak perempuan | TIDAK BOLEH | Wajib memberikan nafkah kepada mereka |
Istri | TIDAK BOLEH | Wajib memberikan nafkah kepadanya |
Suami[1] | BOLEH | Disyaratkan termasuk delapan ashnaf |
Saudara laki-laki dan saudara perempuan | BOLEH | Disyaratkan termasuk delapan ashnaf |
Saudara laki-laki dan perempuan dari ayah | BOLEH | Disyaratkan termasuk delapan ashnaf |
Saudara laki-laki dan perempuan dari ibu | BOLEH | Disyaratkan termasuk delapan ashnaf |
Kerabat yang lain | BOLEH | Disyaratkan termasuk delapan ashnaf |
[1] Bolehnya seorang istri menyalurkan zakat pada suaminya atau anaknya karena istri tidak punya kewajiban menanggung nafkah suami dan anaknya. Yang menjadi penanggung jawab nafkah untuk anak-anak adalah suami. Jadi sah-sah saja jika istri menyerahkan zakat pada suami atau anaknya.
Hal di atas dapat dilihat dari kisah Zainab Ats-Tsaqafiyah, istri ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, di mana ia memberikan zakat kepada suaminya dan disetujui oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari, no. 1466 dan Muslim, no. 1000).
Baca juga: Zakat kepada Kerabat yang Janda
Silakan unduh buku PDF: PANDUAN PRAKTIS ZAKAT MAAL KONTEMPORER
Semoga menjadi ilmu yang manfaat.
—
Senin sore, 16 Ramadhan 1443 H, 18 April 2022