Hikmah disyariatkannya kurban dalam Islam. Pasalnya, ibadah berkurban merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh seorang muslim pada bulan Dzulhijjah.
Selain juga syariat peninggalan Nabi Ibrahim dan anaknya yang kisahnya masyhur itu. Disyariatkannya ibadah yang dihukumi wajib bagi Nabi Muhammad serta sunnah bagi umatnya ini tentunya memiliki banyak hikmah di dalamnya.
Lantas bagaimanakah hikmah disyariatkannya kurban dalam Islam?
Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya “Fiqh al-Islami wa Adillatuhu” Juz III hal 595 berkata demikian:
والحكمة من تشريعها: هو شكر الله على نعمه المتعددة, وعلى بقاء الإنسان من عام لعام, ولتكفير السيئات عنه: إما بارتكاب المخالفة, أو نقص المأمورات, وللتوسعة على أسرة المضحي وغيرهم….
“Hikmah disyariatkannya kurban ialah: mensyukuri nikmat Allah yang berbilang dan tidak terhitung, masih diberikannya umur dari tahun ke tahun, melebur dosa dari orang yang berkurban:
(adakalanya dosa karena melakukan larangan atau karena kurang dalam hal ketaatan) dan serta meluaskan rezeki bagi keluarga yang berkurban dan lainnya”
Hikmah Disyariatkannya Kurban
Sementara itu, Syekh Muhammad Ali al-Shabuni dalam kitab Tafsir ahkam al-Qur’annya “Rawai’ al-Bayan” Juz I hal 618 menafsiri al-Hajj ayat 36-37, beliau menjelaskan hikmah pensyariatan kurban yang penulis rangkum, sebagai berikut:
Pertama, Allah Swt menjadikan kegiatan penyembelihan hewan kurban bagian dari syariat-Nya, diharapkan dengan kurban umat Islam dapat mendekatkan diri kepada Allah, memperoleh ampunan dan ridho-Nya dan sebagai pelebur dosa.
Kedua, membiasakan diri orang mukmin untuk ikhlas dalam ucapan, perbuatan dan amal. Karena pada saat seorang mukmin menyembelih hewan kurbannya, ia diperintah untuk tidak menyebutkan selain nama Allah, dengan perintah dari Allah, tidak mengharapkan selain Allah dan serta tidak ada tujuan lain kecuali Allah.
Jika hal tersebut dilakukan, maka akan menjadi implementasi dari ayat al-An’am: 162-163 dan al-Hajj: 37:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أّوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim)”. (Qs: al-An’am: 162-163)
لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ….
“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu…..” (Qs: al-Hajj: 37)
Ketiga, dulu umat musyrikin menyembelih hewan ternak mereka untuk berhala dengan mengharapkan kemanfaatan dari mereka dan menolak bahaya. Kemudian umat Islam tidak menyembelih untuk para berhala-berhala tersebut, melainkan hanya untuk kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Islam dalam hal ini menjadi penghubung antara hewan yang disembelih dengan ketakwaan hati mereka kepada Allah.
Keempat, peristiwa kurban pada hakikatnya merupakan deskripsi totalitas untuk taat kepada Allah yang diimplementasikan melalui kisah Nabi Ibrahim As ketika diperintah untuk menyembelih anaknya (Ismail ataupun Ishak dalam riwayat lain) sebelum kemudian digantikan dengan hewan ternak oleh Allah dan menjadikannya sedekah kepada orang-orang fakir serta wasilah mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan demikian kurban merupakan ibadah tahunan yang sangat dianjurkan dilakukan oleh umat Islam. Karena selain menjadi “Tafrihah”, penggembira bagi kaum dhu’afa, ia juga merupakan wasilah mendekatkan diri kepada Allah.
Demikian penjelasan hikmah disyariatkannya kurban dalam Islam. Wallahu a’lam.