Fatwa Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahu ta’ala
Pertanyaan:
Ada banyak pendapat orang dan berbeda-beda mengenai makam Sayyidina Al-Husain radhiyallahu ‘anhu, di manakah tempatnya. Apakah kaum muslimin mendapatkan faedah dari mengetahui lokasinya dengan tepat?
Jawaban:
Realitanya, orang-orang berselisih pendapat dalam hal ini. Ada yang mengatakan bahwa beliau dimakamkan di Syam. Ada juga di Iraq. Dan Allah lebih tahu dengan realitanya. Adapun kepala beliau, maka diperselisihkan. Dikatakan ada di Syam. Dikatakan juga ada di Iraq. Dan dikatakan juga di Mesir.
Yang benar adalah bahwa yang ada di Mesir bukanlah kuburan jasad beliau. Bahkan, ini adalah kesalahan dan juga bukan (kuburan) kepala Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma. Sebagian ahli ilmu sudah menuliskan tulisan tentang itu dan menjelaskan bahwasanya tidak ada dasar yang menunjukkan keberadaan kepala beliau di Mesir dan tidak juga ada petunjuk tentangnya. Kemungkinan terbesar adalah bahwasanya ia berada di Syam. Hal ini dikarenakan (jasad) beliau dibawa kepada Yazid bin Mu’awiyah yang berada di Syam. Tidak ada petunjuk atas pendapat bahwasanya beliau dibawa ke Mesir. Maka, kepala beliau bisa disimpan di Syam, di makhazin Syam, atau dikembalikan ke jasadnya di Iraq.
Apapun itu, tidak ada hajat (kebutuhan) bagi manusia untuk mengetahui di mana beliau dimakamkan dan di mana sebelumnya (makam sebelum dipindahkan). Sesungguhnya yang disyariatkan adalah mendoakannya dengan ampunan dan rahmat. Semoga Allah mengampuninya dan meridainya. Ghafarallahu wa radhiya ‘anhu. Sungguh beliau telah dibunuh secara zalim. Hendaknya beliau didoakan dengan maghfirah dan rahmah (agar beliau diberi ampunan dan rahmat dari Allah Ta’ala). Dan diharapkan untuk beliau kebaikan yang banyak. Sesungguhnya beliau dan kakaknya, Al-Hasan adalah sayyid (pemimpin) para syabab (pemuda) penduduk surga sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Radhiyallahu ‘anhuma wa ardhaahumaa (Semoga Allah meridai keduanya).
Bagi yang mengetahui makam beliau dan mengucapkan salam kepada beliau dan mendoakan beliau, maka tidak mengapa. Sebagaimana engkau menziarahi makam yang lain, tanpa ghuluw (berlebih-lebihan) dan beribadah kepadanya. Tidak boleh untuk meminta darinya syafaat dan yang selainnya, sama seperti mayit-mayit yang lain. Karena mayit (orang yang telah wafat) tidak bisa dimintai darinya sesuatu pun. Hanya saja, mereka didoakan dan didoakan rahmat atasnya jika dia muslim. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu wa’alaihi wasallam,
“زوروا القبور فإنها تذكركم الآخرة”.
“Ziarahilah kubur. Sesungguhnya (hal) itu mengingatkan kepada akhirat.” (HR. Muslim)
Barangsiapa yang menziarahi makam Al-Husain, Al-Hasan, dan selainnya dari kaum muslimin, untuk mendoakan mereka, mendoakan rahmat untuk mereka, dan memintakan ampunan untuk mereka sebagaimana yang dikerjakan untuk selainnya dari kubur kaum muslimin, maka ini adalah sunah. Adapun ziarah kubur untuk meminta doa penghuninya, ber-isti’anah (meminta tolong) kepada mereka, atau meminta kepada mereka syafa’at, maka ini semua adalah kemungkaran. Bahkan ini adalah syirik akbar.
Tidak boleh dibangun di atasnya masjid, tidak juga kubah, dan selainnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد”( متفق على صحته)،
“Allah melaknat Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).” Muttafaqun ‘alaih.
Dan juga karena apa yang Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma riwayatkan dalam Ash-Shahih (Muslim) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau melarang dari memplester kubur, duduk-duduk di atasnya, dan membangun bangunan atasnya. Tidak boleh untuk memplester kuburan, memperindahnya, memberinya kain penutup, atau membuat bangunan di atasnya. Ini semua dilarang dan termasuk dari wasilah kepada kesyirikan. Tidak boleh salat di sisinya. Hal ini dikarenakan sabda Nabi ‘alaihi ash-holatu assalaam,
“ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم وصالحيهم مساجد ألا فلا تتخذوا القبور مساجد فإني أنهاكم عن ذلك”
“Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kalian, dahulu mereka menjadikan kubur-kubur nabi-nabi mereka dan orang-orang salih mereka sebagai masjid-masjid. Ingatlah! Jangan jadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya Aku melarang kalian dari hal itu!” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa sesungguhnya tidak boleh salat di makam dan tidak boleh menjadikannya sebagai masjid-masjid. Karena sesungguhnya itu adalah wasilah kepada kesyirikan. Dan peribadatan kepada selain Allah dengan berdoa kepadanya, meminta tolong dengannya, bernazar untuknya, dan mengusap kuburnya sebagai bentuk meminta berkahnya. Karena ini, Nabi ‘alaihish shalatu wassalaam memperingatkan dari hal itu. Sesungguhnya makam itu diziarahi dengan ziarah yang syar’i saja, untuk memberi salam kepada mereka, mendoakan mereka, memintakan rahmat untuk mereka, tanpa mengadakan perjalanan jauh untuk itu. Allah Mahapemberi taufik, dan Mahapemberi hidayah ke jalan yang lurus.
***
Penerjemah: Muhammad Fadhli, S.T.
© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77340-ziarah-makam-sayyidina-al-husain-radhiyallahu-anhu.html