Al-Quran mendorong umat Islam untuk bersikap ikhlas, menyerahkan diri pada Allah. Ayat al-Quran juga berisi anjuran terhadap kaum muslimin mengedepankan sikap ikhlas dalam segala hal
SECARA etimologis, kata ikhlas berasal dari bahasa Arab اخلاص, yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia dengan penulisan: ikhlas – tanpa h. Kata ikhlas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: bersih hati; tulus hati.
Di dalam bahasa Arab, kata ikhlas (إِخْلاَصٌ) adalah bentuk masdar (dasar dari kata kerja) akhlasha (أَخْلَصَ) dan yukhlishu (يُخْلِصُ). Kata ini memiliki banyak makna seperti: mengerjakan sesuatu dengan hati yang bersih, memurnikan, mengambil intisari sesuatu, dan memilih.
Kata ikhlas itu sendiri terambil dari kata dasar خَ لَ صَ/ kha – la – sha: يَخْلُصُ/ yakhlushu, خُلُوْصًا/ khulushan. Yang memiliki beberapa arti. Yaitu: Murni, tidak bercampur dengan sesuatu yang lain, bersih, jernih dan bebas dari sesuatu.
Bentuk kata إخلاص tidak ditemukan di dalam Al Quran. Yang ada hanyalah bentuk-bentuk yang lain yang merupakan derivasinya, seperti خلصوا/ kholashu, خالص/ khoolish, أخلصوا/ akhlashuu, مخلص/ mukhlish dan مخلصون/ mukhlishuun.
Bentukan-bentukan (derivasi) dari kata إخلاص yang terdapat di dalam Al Quran terulang sebanyak 31X yang terulang dalam berbagai ayat dalam berbagai surah. Jadi makna kata al-khalish hampir serupa dengan kata ash-shofi.
Hanya saja kata al-khalish (suci atau bersih) mengandung makna bahwa kesucian tersebut memiliki campuran tertentu. Sementara itu kata ash-shofi dipergunakan sebagai sesuatu yang ‘telah’ menjadi suci dan bersih tanpa campuran apapun.
Di dalam Mufrodad Ar-Roghib, Ibnu Manzhur mengatakan bahwa khalasha asy-syay’u disebutkan sesuatu yang pernah memiliki campuran di dalamnya kemudian campuran tersebut dipisahkan hingga benar-benar bersih. Kalimat akhlasha lillahi dinahu bermakna hanya menjadikan agama Allah sebagai agama yang dianut oleh seorang hamba.
Sementara, akhlasha asy-syay’a bermakna memilihnya. Menurut Ibnu Saad dalam kitabnya Ath-Thabaqat (ia meriwayatkan ‘Umar bin ‘Abdul Aziz).
Diriwayatkan jika ‘Umar bin ‘Abdul Aziz berkhutbah di atas mimbar dan mulai takut untuk membanggakan diri, maka ia akan memotong khutbahnya itu. Jika ia menulis kitab dan mulai merasa takut akan ujub terhadap dirinya, maka ia akan merobek kertas itu.
Dan berdoa:
اللهم اني اعوذ بك من شر نفسي
“Yaa Allah aku berlindung kepadamu dari keburukan yang ada dalam diriku.”
Ikhlas dalam Al-Quran dan As-Sunnah
Al-Quran mendorong umat Islam untuk bersikap ikhlas. Ayat al-Quran juga berisi anjuran dan perintah terhadap kaum muslimin untuk mengedepankan sikap ikhlas dalam segala hal.
Sikap ikhlas ini menjadi penting karena sesuatu amal akan menjadi bermakna karena keikhlasan niat, dan ketulusannya. Di antara ayat-ayat yang menerangkan tentang ikhlas itu ialah ayat-ayat berikut:
QS. Al Nisa’ [4]: 146 yang menggunakan kata أخلصوا (akhlashuu):
إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ وَأَصۡلَحُواْ وَٱعۡتَصَمُواْ بِٱللَّهِ وَأَخۡلَصُواْ دِينَهُمۡ لِلَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ وَسَوۡفَ يُؤۡتِ ٱللَّهُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَجۡرًا عَظِيمٗا ١٤٦
“Kecuali orang-orang yang taubat dan Mengadakan perbaikan [berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik] dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.”
QS. Al Zumar [39]: 11 yang menggunakan kata مخلصا (mukhlishan):
قُلۡ إِنِّيٓ أُمِرۡتُ أَنۡ أَعۡبُدَ ٱللَّهَ مُخۡلِصٗا لَّهُ ٱلدِّينَ ١١
Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.”
QS. Ghoofir [40]: 65 yang menggunakan kata مخلصين (mukhlishiin):
هُوَ ٱلۡحَيُّ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱدۡعُوهُ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَۗ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٦٥
“Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”
Pendapat Tsa’lab yang dikutip Mahmud al-Mishri menyatakan bahwa al-mukhlishiin adalah orang-orang yang menyerahkan ibadah mereka kepada Allah ﷻ. Hati mereka telah disucikan dan dibersihkan oleh Allah ﷻ. Karena itu, al-mukhlishiin itu disebut juga sebagai orang-orang pilihan (terpilih).
Rasulullah ﷺ banyak menuturkan hadits yang mendorong umatnya untuk selalu mengedepankan ikhlas hanya karena Allah ﷻ dalam setiap perkataan dan perbuatan.
ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Dari ‘Umar rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rosul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR: Bukhori, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits).*/Hariono Madari