Salah seorang aktivis yang getol mentaghutkan Pancasila, mengkafirkan sistem demokrasi, dan berhasrat ingin menjadikan Indonesia sebagai negara transnasionalis, kini telah taubat dari pemahaman tersebut. Sekarang Abu Bakar Ba’asyir mengakui Pancasila dan kedaulatan negara Indonesia, yang dulunya beliau sangat ingin mendirikan khilafah.
Setidaknya ada beberapa hal yang dulu beliau anggap salah, namun kini sudah tidak lagi. Di antaranya adalah bahwa menurut beliau NKRI ini tidak sesuai, sehingga beliau beranggapan bahwa negeri ini adalah tempatnya tidak.
Padahal, dengan jelas dan tegas, salah seorang habaib akademisi fikih yang sudah jamak dikenal. Sidi Al-Habib Abdurrahman al-Masyhur Ba’alawi secara eksplisit mengatakan;
مسألة : ي: كُلُّ مَحَلٍّ قَدَرَ مُسْلِمٌ سَاكِنٌ بِهِ عَلَى الْاِمْتِنَاعِ مِنَ الْحَرْبِيِّيْنَ فِيْ زَمَنٍ مِنَ الْأَزْمَانِ يَصِيْرُ دَارَ إِسْلَامٍ ، تَجْرِيْ عَلَيْهِ أَحْكَامُهُ فِيْ ذَلِكَ الزَّمَانِ وَمَا بَعْدَهُ ، وَإِنْ انْقَطعَ اِمْتِنَاعُ الْمُسْلِمِيْنَ بِاسْتِيْلَاء الْكُفَّارِ عَلَيْهِمْ وَمَنْعِهِمْ مِنْ دُخُوْلِهِ وَإِخْرَاجِهِمْ مِنْهُ ، وَحِيْنَئِذٍ فَتَسْمِيَتُهُ دَارَ حَرْبٍ صُوْرَةٌ لَا حُكْمًا ، فَعُلِمَ أَنَّ أَرْضَ بَتَاوِيْ بَلْ وَغَالِبُ أَرْضِ جَاوَةَ دَارُ إِسْلَامٍ لِاسْتِيْلَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَيْهَا سَابِقًا قَبْلَ الْكُفَّارِ
“Setiap tempat (wilayah) yang dihuni kaum muslim yang mampu mempertahankan diri dari (dominasi) kaum harbi (musuh) pada suatu zaman tertentu, dengan sendirinya menjadi Darul Islam yang berlaku padanya ketentuan-ketentuan hukum saat itu, meskipun (suatu saat) mereka tak lagi mampu mempertahankan diri akibat dominasi kaum kafir yang mengusir dan tidak memperkenankan mereka masuk kembali.
Dengan demikian, penyebutan wilayah itu sebagai darul harbi (negara perang)hanya formalitas, bukan status yang sebenarnya. Maka, menjadi maklum bahwa Bumi Betawi dan sebagian besar Tanah Jawa ialah Darul Islam karena telah terlebih dahulu dikuasai kaum muslimin. (Bughyat al-Mustarsyidin, halaman, 254)
Dengan substansial yang serupa, akademisi fikih dari Al-Azhar, Syekh Sulaiman jamal menyatakan:
(تَنْبِيهٌ) يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِمْ لِأَنَّ مَحَلَّهُ دَارُ إسْلَامٍ أَنَّ كُلَّ مَحَلٍّ قَدَرَ أَهْلُهُ فِيهِ عَلَى الِامْتِنَاعِ مِنْ الْحَرْبِيِّينَ صَارَ دَارَ إسْلَامٍ
“Sesungguhnya, setiap daerah yang penduduknya mampu mempertahankan diri dari musuh-musuhnya dapat dikategorikan sebagai Darul Islam.” (Futuhat al-Wahhab bi Syarh Taudih Syarh Manhaj al-Thullab, Juz 5 Hal. 208)
Jadi Indonesia sudah berstatuskan sebagai Darul Islam sejak dulu, maka sudahi niat untuk mengislamkan Indonesia. Dengan redaksi yang berbeda, Ulama kenamaan madzhab Syafi’i, Ar-Ramli mengatakan tentang Darul Islam sebagaimana redaksi berikut:
إلَى دَارِ الْإِسْلَامِ) …… وَهِيَ مَا فِي قَبْضَتِنَا وَإِنْ سَكَنَهَا أَهْلُ ذِمَّةٍ أَوْ عَهْدٍ
Darul Islam itu daerah yang ada di genggaman kita (umat Islam), sekalipun ahlu dzimmah dan ahl ahd berdomisili di daerah itu. (Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Manhaj, Juz 8 Hal. 75).
Konsep kenegaraan yang ditempuh bangsa Indonesia sudah dilegitimasi fikih, dan bahkan secara tegas dilegalisasi oleh Akademisi Faqih Syafi’i. Maka puji syukur, jika Abu Bakar Ba’asyir sudah mulai menyadari hal ini.
Adapun terkait penegakan syariat dalam negeri ini, tentunya ini adalah hal lain. Bung Karno sudah mewanti-wanti ini, jika memang ingin ditegakkan nilai syariat dalam negeri. Silahkan tempuh jalur diplomasi, perjuangkan syariat Islam melalui parlemen atau konstitusi yang legal.
Namun, jangan lupa bahwa negeri ini sudah sedikit banyak menuju kesana. Silahkan baca artikel berikut meminjam istilah orang-orang, Indonesia sudah Islam secara kaffah.
Selain itu, Abu Bakar Ba’asyir juga melarang santrinya hormat kepada Bendera Merah Putih dengan menyebutnya sebagai perbuatan syirik. Padahal institusi keislaman yang menjadi mercusuar peradaban Islam, Al-Azhar secara tegas dalam kompilasi fatwanya menyatakan;
فَتَحِيَّةُ الْعَلَمِ بِالنَّشِيْدِ أَوِ الْإِشَارَةِ بِالْيَدِ فِى وَضْعِ مُعَيَّنٍ إِشْعَارٌ بِالْوَلَاءِ لِلْوَطَنِ وَالاْلِتْفِاَفِ حَوْلَ قِيَادَتِهِ وَالْحِرْصِ عَلَى حِمَايَتِهِ ، وَذَلِكَ لَا يَدْخُلُ فِى مَفْهُوْمِ الْعِبَادَةِ لَهُ ، فَلَيْسَ فِيْهَا صَلَاةٌ وَلَا ذِكْرٌ حَتَّى يُقَالَ : إِنَّهَا بِدْعَةٌ أوَ تَقَرُّبٌ إِلَى غَيْرِ اللهِ
“Hormat bendera dengan lagu (kebangsaan) atau dengan isyarat tangan yang diletakkan di anggota tubuh tertentu (misalnya kepala) merupakan bentuk cinta negara, bersatu dalam kepemimpinannya dan komitmen menjaganya.
Hal tersebut tidaklah masuk dalam kategori ibadah, karena di dalamnya tidak ada salat dan dzikir, sehingga dikatakan “ini perilaku bid’ah atau mendekatkan diri kepada selain Allah.” (Fatawa al-Azhar, Juz 10 Hal. 221)
Kemudian, beliau juga menolak Pancasila. Padahal ini sudah maklum, bahwasanya kesemua sila Pancasila ini tidak ada yang bersebrangan dengan nilai-nilai al-Qur’an dan al-Sunnah. Kelima sila tersebut sudah divalidasi oleh Hadratus Syekh, KH Hasyim Asy’ary.
Rais akbar atau orang nomor satu di ormas terbesar di Indonesia, yang mana masyhur bahwa beliau hafal al-Qur’an dan kutub al-sittah, yakno Sahih Bukhari, Muslim, Sunan Abi Daud, Ibnu Majah, al-Tirmidzi, dan sunan al-nasai. Dengan kapasitas mbah Hasyim, tentunya kans untuk salah semakin sedikit.
Maka tak heran, Syaikhul Azhar sekarang, Syekh Ahmad Tayeb berkomentar positif terkait nilai Pancasila. Bahkan secara tegas, beliau menyatakan bahwa seluruu nilai-nilai Pancasila merupakan intisari dari ajaran Islam.
Dengan demikian, Pancasila tidak perlu disangsikan lagi. Tentunya kita harus bangga, sebab Pancasila selain menjadi titik temu antar elemen bangsa Indonesia yang sangat heterogen ini.
Pancasila menjadi role model atau percontohan bagi bangsa-bangsa yang kondisi sosialnya tidak terlalu stabil, padahal mereka bangsa yang homogen. Selain anugrah kemerdekaan, Pancasila juga patut kita syukuri.
Kalau boleh dikata, Pancasila seakan kartu As bagi bangsa Indonesia. Yakni sebagai patokan dalam berbagai konteks dan juga sebagai penengah bagi kemultikulturalan negeri ini.
Pada akhirnya, tokoh semacam Abu Bakar Ba’asyir akan terus menerus ada. Dengan figur yang berbeda, tapi konsep yang diusung sama. Tentunya kita harus getol dan masif untuk mempromosikan manhaj kebangsaan yang nasionalis dan religius, sebab inilah yang dipedomani oleh masyayikh dan para kiyai kita.
Dan ini sudah terbukti, dengan sikap yang demikian Indonesia menjadi aman dan tentram, sehingga kita bisa mengekspresikan keberagamaan kita dengan bebas. Pada hakikatnya, menjaga stabilitas negara merupakan bentuk penjagaan kita pada agama juga. Jika negara aman, tentunya kita bisa beragama dengan nyaman dan tentram.
Demikian penjelasan terkait Abu Bakar Ba’asyir mengakui Pancasila, tentu ini bukti Indonesia sudah negara Islam.