Kita telah lama meremehkan pendidikan adab dan akhlak, padahal adab dan akhlak merupakan dua pertiga bagian dari agama
ADA seorang remaja putri mengadukan ibunya ke Polisi karena ibunya melarang-larang dia pacaran. Ada seorang remaja putri yang lain yang kecanduan seks dengan pacarnya.
Ada remaja pengangguran membunuh keluarganya dengan meracun mereka. Pasalnya, dia kesal karena keluarganya sering menyuruh dia agar mencari pekerjaan.
Yang tak kalah bejat adalah banyaknya penyimpangan seksual di negeri ini. Jumlah pelaku penyimpangan seksual LGBT di sejumlah propinsi saat ini telah mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan. Mencapai puluhan hingga ratusan ribu orang. Dalam satu kabupaten ada yang penambahan jumlah LGBT-nya rata-rata 6-10 orang perbulan.
Tentu masih banyak lagi fenomena kerusakan moral (akhlak/adab) di negeri ini. Mengapa semua ini bisa terjadi di negeri yang justru mayoritas penduduknya Muslim?
Tidak lain karena–salah satunya–kita telah lama meremehkan pendidikan adab/akhlak (budi pekerti). Akar penyebabnya tidak lain adalah sekularisme dan sistem pendidikan sekuler yang diadopsi negeri ini.
Berbeda dengan generasi salafush-shalih dulu. Mereka begitu mementingkan adab/akhlak.
Tentang ini, Imam al-Dzahabi rahimahulLaah, misalnya, menceritakan bagaimana kondisi majelis para ulama dulu yang biasa dihadiri oleh ribuan orang. Kebanyakan mereka mempelajari adab/akhlak melebihi usaha dan waktu mereka dalam mempelajari ilmu-ilmu agama Islam.
Misalnya saja di Majelis Imam Ahmad bin Hanbal rahalimahulLaah. Dikatakan oleh Imam adz-Dzahabi:
“Sekitar lima ribu atau lebih jamaah biasa berkumpul di Majelis Imam Ahmad bin Hanbal rahimahulLaah. Sekitar 500 orang menuliskan ilmu, sementara sisanya belajar adab/akhlak yang baik dari beliau.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’laam an-Nubalaa’, 2/947).
Terkait pentingnya adab/akhlak juga ditunjukkan oleh Imam Ibnu al-Mubarak rahimahulLaah. Kata beliau, “Aku belajar adab/akhlak selama 30 tahun dan belajar ilmu selama 20 tahun. Para ulama memang biasa belajar adab/akhlak sebelum belajar ilmu.” (Ibnu al-Jauzi, Ghaayah an-Nihaayah fii Thabaqaat al-Quraa, 1/198).
Mengapa demikian? Sebabnya, juga menurut Imam Ibnu al-Mubarak:
كاد الأدب أن يكون ثُلُثي الدِّين
“Hampir saja adab/akhlak itu merupakan dua pertiga bagian dari agama ini.” (Ibnu al-Jauzi, Shifah ash-Shafwah, 2/330).
Alhasil, jangan sekali-kali kita mengabaikan pendidikan adab/akhlak untuk generasi kita. Jangan sampai anak-anak kita semata-mata dididik dengan ilmu, tetapi minus pendidikan adab/akhlak.
Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib. */Al-Faqir Arief B. Iskandar, khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor