DI sepertiga malam, ruh-ruh berada dalam genggaman-Nya. Beberapa ruh-ruh itu, terbangun dengan jasadnya dan beranjak dari hamparan kasur yang nyaman dan selimut yang mencengkram tubuhnya.
Walau gaya gravitasi tempat tidur sangat tinggi. Dengan izin-Nya, tubuh itu dituntun untuk mensucikan diri dan berbincang mesra dengan Sang Kekasih. Hingga dunia menyimak percakapan mesra hamba-hamba-Nya.
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “Setiap malam, Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia ketika masih tersisa sepertiga malam yang terakhir, kemudian Dia ‘Azza wa Jalla berfirman, siapakah yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku mengijabahnya. Siapakah yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberi kepadanya. Dan siapakah yang memohon pada-Ku ampunan, niscaya Aku akan mengampuninya’.”
Hadist tentang nuzul Ilahi ini termasuk berderajat mutawatir. Tak kurang dari 31 shahabat meriwayatkannya. Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini dan membenarkan turun-Nya Allah SWT tanpa menyerupakan-Nya dengan makhluk, tanpa memperumpamakannya, dan tanpa merinci bagaimananya.
Di saat-saat inilah waktu paling indah untuk mencurahkan segala lelah, payah, dan keluh kesah dalam sujud kepada-Nya. Inilah, waktu terindah menangisi dosa dan meminta ampunan-Nya dengan taubat nasuha. Inilah waktu mustajab memanjatkan permohonan dan segala pinta. Inilah waktu yang paling berkesan untuk menghayati firman-firman-Nya seakan dia bicara langsung pada diri kita.
Al-‘Allamah Muhammad Amin Asy-Syinqthi, penulis Adhwa’ul Bayan menyatakan, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini takkan menetap dalam dada, tak mudah pula menjaganya, dan takkan dapat difahami kedalamannya hingga memberi keteguhan bagi kita, kecuali jika ia ditadabburi dalam bacaan qiyamullail di kedalam malam”.
Inilah detik-detik yang selayaknya tak kita lewatkan. Amat agung keutamaannya, bahkan bagi yang tidur dengan memenuhi adabnya dan berserah pada Penguasa ruhnya, maka waktu sepertiga malam terakhir ini adalah mimpi seorang mukmin paling dekat dengan kebenaran.
“Mimpi yang paling benar adalah yang terjadi di waktu sahur,” ujar Rasulullah seperti disampaikan Abu Sa’id Al-Khudzri dalam riwayat Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ad-Darimi.
“Hal ini dikarenakan,” catat imam Qayyim Al-Jauziyah dalam Madarijus Salikin, “ialah waktu nuzul Ilahi, kala rahmat dan ampunan didekatkan, serta saat diamnya syaithan-syaithan.”
Sumber: Lapis-lapis Keberkahan, Salim A Fillah
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2290713/memanfaatkan-waktu-di-kala-setan-terdiam#sthash.QEukbxuh.dpuf