KETIKA kita berandai-andai, maka yang kita keluhkan atau sesali hanyalah soal waktu. Mengapa jika kita berpikir bahwa andai kita tahu segalanya kehidupan yang akan datang maka mudah bagi kita mencapai kesuksesan.
Atau apabila kita menyesali sesuatu yang telah terjadi, kemudian kita berfikir, “andai waktu itu tidak aku berikan sepatu ini, maka sekarang bisa aku jual dan mendapatkan untung!”, ini adalah sebuah bentuk protes terhadap takdir.
Bagaimanakah pandangan Islam dari kasus di atas ini, bahwasanya jika pada saat kita berandai-andai atau menyesali waktu yang lalu ini terjadi dalam kehidupan kita. Kasus ini telah dijelaskan dalam firman Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam ayat berikut:
“Mereka (orang-orang munafik) berkata: Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.” (QS Ali Imran: 154).
Pengandaian untuk memprotes takdir. Dan pengandaian karena penyesalan akibat musibah yang menimpanya.
Seperti sebuah permisalan, seseorang mengalami kecelakaan, kemudian dia berandai: “Andai saya tadi tidak berangkat, tidak akan kecelakaan”
Ulama sepakat hukumnya haram. Pengandaian semacam ini juga dilakukan orang-orang munafik, karena tidak tahan dengan ujian berat yang menimpa mereka.
Dan kasus ini juga dijelaskan dalam hadits:
“Semangatlah dalam menggapai apa yang manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jangan pula mengatakan: Andaikan aku berbuat demikian tentu tidak akan terjadi demikian namun katakanlah: Ini takdir Allah, dan apapun yang Allah kehendaki pasti Allah wujudkan karena berandai-andai membuka tipuan setan.” (HR Muslim 2664).
Adapula pengandaian karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Bukan karena penyesalan atau protes terhadap takdir.
Hukum dari pengandaian ini tergantung dari apa yang diangan-angankan. Jika yang diangankan kebaikan, maka nilainya pahala dan sebaliknya, jika yang diangankan kemaksiatan maka nilainya dosa.
Disebutkan dalam hadits dari Abu Kabsyah Al-Anmari, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Aku sampaikan kepadamu sebuah hadis, mohon dijaga: sesungguhnya penduduk dunia ada 4 macam:
Pertama, hamba yang Allah berikan rezeki berupa harta dan ilmu. Kemudian dia gunakan rezekinya untuk bertakwa kepada Allah, menyambung silaturahim, menunaikan hak harta untuk Allah. Inilah jenis manusia yang paling mulia.
Kedua, hamba yang Allah berikan ilmu namun tidak Allah beri harta. Kemudian dia jujur dalam niatnya, dan berangan-angan: Andai aku memiliki harta, maka aku akan beramal seperti yang dilakukan si A (sedekah, zakat, dst) Dua orang ini pahalanya sama.
Ketiga, hamba yang Allah berikan harta namun tidak Allah beri ilmu. Kemudian dia habiskan hartanya tanpa ilmu, tidak digunakan untuk bertakwa kepada Allah, tidak menyambung silaturahim, dan tidak menunaikan haknya untuk Allah. Inilah jenis manusia yang paling jelek.
Hamba yang tidak Allah berikan harta dan ilmu, namun dia berangan-angan, Andaikan saya memiliki harta, akan saya lakukan seperti yang dilakukan si A. Dua orang ini dosanya sama.” (HR. Thabrani, 110)
[DJS]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2295701/berangan-angan-yang-dilarang-dalam-islam#sthash.8FjSBDRR.dpuf