Belajar dari Thawus, Ulama yang tak Mempan Disogok (2)

Muhammad bin Yusuf tersinggung menyaksikan hal tersebut. Wajah dan matanya berangsur memerah, namun dia tidak berkata apa-apa. Sementara itu Thawus dan Wahab sudah berada di luar majelis. Wahab berkata kepada Thawus.“Demi Allah, sebenarnya kita tidak perlu membuat dia marah kepada kita. Apa salahnya bila Anda menerima pakaian tadi kemudian Anda jual dan hasilnya disedekahkan kepada fakir miskin?”

Thawus berkata, “Apa yang Anda katakan memang benar jika aku tidak mengkhawatirkan para ulama setelah kita berkata, “Kami akan mengambil seperti Thawus bin Kaisan,” (Yakni menerima pemberian penguasa) akan tetapi mereka tidak melakukan seperti yang Anda ucapkan.” (yakni menjual dan menyedekahkannya kepada fakir miskin).

Upaya Muhammad bin Yusuf menjatuhkan kehormatan Thawus dengan menyogoknya mealui barang-barang mewah  tetap dilanjutkan. Meski usaha pertamanya gagal, Muhammad bin Yusuf yang sedang berada pada kekuasaan itu tidak patah arang. Kali ini seakan Muhammad bin Yusuf ingin pemberiannya dengan barang yang 1000 kali lipat lebih mahal dari pada pemberiannya ketika itu.  Yang diibaratkan pemberiaan kali ini sebagai pembalasan karenaThawus bin Kaisan telah menolak pemberian pertamanya

Setelah beberapa hari setelah itu. Muhammad bin Yusuf menyiapkan perbendaharaan hartanya lalu mengutus seorang kepercayaannya membawa satu pundi-pundi berisi 700 dinar emas, lalu dia berkata.“Berikan bingkisan ini kepada Thawus,”

Karena pemberiaan pertamanya telah gagal Muhammad bin Yusuf meminta agar pemberiannya tidak sampai balik lagi. “ Harus diusahakan supaya dia menerimanya.” pintanya. Si penguasa pun tak segan akan memberikan hadiah kepada pengawalnya jika berhasil membujuk Thawus untuk menerima pemberian sang penguasa. “Bila engkau berhasil, aku sediakan untukmu hadiah yang berharga.” Kata Muhammad bin Yusuf lagi.

 

Dengan wajah riang gembira dan penuh keyakinan akan menerima hadia dari sang gubernur, utusan yang mendapat perintah itu langsung berangkat dengan membawa hadiah tersebut ke tempat kediaman Thawus.  Kala itu di sebuah desa dekat Shan’a yang disebut dengan al-Janad tempat tinggal Thawus, dia sedang bersama teman-teman seperjuangannya berbincang ringan.

Setelah memberi salam kepada orang-orang yang ada di dekat Thawus, utusan itu berkata.  “Wahai Abu Abdirrahman, ini ada nafkah dari amir untuk Anda.”  “Maaf, saya tidak memerlukan itu.” Jawab Thawus dengan lembut tanpa sambil melihat apa yang disodorkan utusan gubernur itu.

Meski sempat melihat barang yang disodorkan kehadapannya. Thawus tidak membukan bungkusan itu. “Coba lihat dulu wahai Thawus siapa tahu satu saat kamu membutuhkannya,” kata utusan itu sambil merayunya.

Segala kata dalam rayuan sudah utusan gubernur itu itu keluarkan. Cara-cara juga sudah dia lakukan, Namun hasilnya tetap nihil. Pemberian itu tidak berhasil Thawus terima.  Thawus tak memberikan reaksi apapun.“Silahkan ambil barang ini sebelum saya berlaku tidak adil.” Katanya

Karena sang  gubernur sudah mengancam dari awal jangan sampai peberiannya itu kembali lagi, akhirnya utusan itu mencari kesempatan Thawus lengah. Secara diam-diam dia taruh pundi-pundi itu di salah satu sudut rumah Thawus. Setelah itu diapun kembali dan melapor kepada amir.

“Wahai amir, Thawus telah menerima pundi-pundi itu.” Betapa senangnya amir mendengar berita itu, namun dia tak berkomentar sedikit pun. Dia berpikir bahwa Thawus pasti telah membelanjakannya untuk keperluan macam-macam dan habis. Di sininalah upaya balas dendam untuk mempermalukan Thawus dimulai.

 

 

sumber: Republia ONline