Adab Menggunakan Media Sosial

Adab Menggunakan Media Sosial

Berdasarkan catatan data  Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indoneia yang bekerja sama dengan Indonesia Survey Center (ISC) menyebutkan, jumlah pengguna internet per kuartal II tahun 2019-2020 mencapai 73,7 persen dari populasi Indonesia. Jumlah ini setara 196,7 juta pengguna internet dengan populasi RI 266,9 juta berdasarkan data BPS. Tentu itu jumlah yang cukup signifikan. Itu semua adalah market yang besar.

Angka ini pengguna internet meningkat pada awal 2021. Berdasarkan catatan dari We Are Social dalam laporan bertajuk Digital 2021, pengguna internet  Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen.

Pada sisi lain, data dari UN International Telecommunications Union (ITU) suatu lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, mencatat bahwa pada akhir 2016 lalu separoh populasi bumi telah menggunakan internet. Beranjak dari realitas ini bahwa sekarang dunia berada dalam keadaan baru. Kemudian ia sebut sebagai globalisasi secara unilateral.

Internet menjadi medium masyarakat dalam mengakses pelbagai hal di dunia ini. Pun internet memudahkan manusia untuk berinteraksi dengan orang lain, tanpa harus bertemu langsung. Internet menciptakan ruang maya bagi nitizen. Imbas internet pula lahirlah media sosial.

Di Indonesia pengguna media sosial cukup besar. Dalam laporan perusahaan media asal Inggris, We Are Social mencatat dalam laporan “Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital” yang diterbitkan pada 11 Februari 2021, bahwa dari total populasi Indonesia sebanyak 274,9 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 170 juta. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia sama dengan 61,8 persen dari total populasi pada Januari 2021. Angka ini meningkat sekitar 10 juta atau dikisara 6,3 persen bila dibandingkan tahun 2020 lalu.

Jika kita analisis lebih jauh, kehadiran media sosial bak pisau bermata dua. Di satu sisi ia menyamaikan benih-benih kebaikan dan kasih sayang. Media sosial juga dimanfaatkan para pedagang daring sebagai medium berdagang. Ratusan juta hingga miliaran dapat dihasilkan dari media sosial.

Pun media sosial bisa untuk saling bersapa ria. Menemukan teman baru. Jejaring media sosial yang luas membuat pergaulan dan pertemanan tidak kenal jarak dan waktu. Di media sosial, setiap orang bisa menemukan teman baru, sekalipun mereka terpisah oleh benua dan ribuan pula. Itu tidak masalah. Toh dalam media sosial kita semua terhubung.

Namun, di sisi lain medos juga memiliki sisi negatif. Media sosial kadang menampilkan wajah beringas. Tak jarang media sosial digunakan untuk menyebarkan permusuhan, intoleransi, dan bisa menyulut konflik yang berkepanjangan.

Yang tak kalah penting, medsos juga dimanfaatkan oleh para teroris untuk menjaring aksi pasukan. Medsos juga dijadikan ajang propaganda terorisme. Bagi teroris, media sosial nampaknya sangat penting. Pasalnya jangkauan luas yang mampu dijangkau media sosial. Tentu menguntungkan tanpa harus mengeluarkan biaya mahal. Cukup dengan koneksi internet.

Lebih jauh lagi, di media sosial juga bertebaran hoaks. Kabar bohong ini terkadang sengaja diproduksi orang-orang yang tak bertanggungjawab demi kepentingan tertentu. Sayang, banyak masyarakat yang tak memahami dan tidak melek literasi, sehingga berita hoaks ini ditelan mentah-mentah.

Banyak sekali contoh hoaks yang bertebaran di media sosial. Misalnya, soal vaksin yang teradapat dalamnya chip dari China. Atau vaksin untuk membunuh umat Islam. Informasi ini berserakan di media sosial. Pun banyak nitizen yang bersuka hati membagi konten hoaks tersebut.

Tak kalah mencengangkan juga, media sosial dijadikan ajang untuk membully orang lain. Tak sedikit netizen yang julid pada kehidupan orang lain, terlebih jika itu menyangkut artis atau orang yang tak ia sukai. Padahal perundungan itu berakibat fatal bagi korban. Tak jarang orang yang terkena perundungan akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Hal itu diakibatkan tak tahan menerima serangan perundungan yang massif di media sosial.

Nah dalam Islam, menggunakan media sosial, baik itu Twitter, Instagram, Facebook, Path, Telegram, Tik-Tok itu diperbolehkan hukumnya. Asalkan media sosial tersebut digunakan pada yang baik-baik. Jangan digunakan pada hal yang buruk-buruk.

Nah misalnya menggunakan media sosial untuk bersilaturrahmi dengan teman, keluarga, handai taulan, kolega, dan rekan bisnis. Atau misalnya media sosial digunakan untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi si pemiliknya. Itu semua diperbolehkan.

Intinya Tidak ada larangan bagi siapapun untuk menggunakan media sosial. Asalkan dengan memegang adab yang baik. Sebagai seorang Muslim, kita harus bijak menyebarkan pesan yang baik dan yang sudah diketahui kebenarannya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Ali Imran/3; 104:

وَلْتَكُن مِّنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ( آل عِمْرَان: 104)

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan merekalah itu  orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104).

Pada ayat tersebut, sangat jelas dikatakan bahwa hendaknya sebagai seorang muslim menggunakan pesan yang baik dan menyeru kepada makruf. Adapun kiatnya adalah dengan menyampaikan pesan dan berita yang benar. Tidak menyampaikan pesan bohong melalui media sosial.

BINCANG SYARIAH