Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu (Bag. 8): Jangan Terburu-Buru

Baca pembahasan sebelumnya Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu (Bag. 7) : Optimalkan Masa Muda untuk Belajar

Bismillah

Di serial tulisan bagian perdana Agar Aku Sukses Menuntut Ilmu (Bag.1): Bersihkan Wadah Ilmu, Hati telah kita pelajari bahwa pemikul ilmu adalah hati. Dan hati adalah salah satu dari organ tubuh manusia. Layaknya tangan atau punggung, sama-sama organ tubuh kita, mengangkat tumpukan bata seberat 100 kg sekali angkat, dia pasti kesusahan, atau bahkan tidak kuat. Jika dipaksakan, bisa berakibat patah tulang atau cidera otot. Yang pasti, memikul beban di luar kemampuan akan membuat orang mudah patah arang. Berbeda jika bata-bata itu diangkat satu persatu, atau dua perdua, akan lebih ringan dipikul. Ia akan terus termotivasi untuk membuat tembok yang tinggi dan kokoh, dari bata-bata yang disusunnya. 

Mempelajari Ilmu Secara Bertahap

Sama halnya dengan hati, pemikul ilmu. Ketika seorang belajar di luar dosisnya, maka hati akan cepat lelah, putus asa. Proses belajar tidak akan berjalan lama, rawan berhenti di tengah jalan.

Allah telah mensifati, bahwa ilmu ini berat,

إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 5)

Belajar itu, sabar …

Belajar itu, bertahap …

Bisa anda bayangkan, seorang siswa kelas 3 SD, diajari materi kimia kelas 3 SMA, bisakah dia paham? Tentu tidak. Salah paham iya.

Oleh karena itu, mengapa ada orang yang sudah belajar Al-Qur’an, belajar hadis, tapi pemahamannya membuat kulit dahi berkerut, kepala bergeleng-geleng? Bisa jadi satu di antara sebabnya adalah karena belajar yang tidak bertahap. Semua dilahap tanpa melihat daya nalarnya. Ingin cepat jadi ulama dalam waktu yang singkat.

Benar apa kata seorang ulama di Damaskus, bernama Abdul Karim Ar-Rifa’ii,

طعام الكبار سم الصغار

“Makanan orang dewasa, bisa menjadi racun bila dimakan oleh anak balita.” (Khulashah Ta’dhimil ‘Ilmi, hal. 27)

Dalil Menuntut Ilmu Tidak Boleh Terburu-Buru

Kita perhatikan bagaimanakah proses Al-Qur’an diturunkan? Ayat per ayat. Bertahap sesuai peristiwa yang dialami oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Jadi bertahap tidak terburu-buru dalam belajar, itu adalalah metode robbani, seperti itulah Allah mengajarkan Al-Qur’an kepada Rasul-Nya Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ

“Orang-orang yang kafir berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus saja seluruhnya?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya.” (QS. Al-Furqan: 32)

Kita perhatikan ayat ini, ternyata tergesa-gesa itu karakternya orang-orang kafir. Mereka ingin Al-Qur’an diturunkan utuh secara instan. 

Adapun sabar, bertahap dalam belajar, adalah karakter Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan orang-orang beriman. Mereka sabar menerima ilmu dari Allah Ta’ala, ayat per ayat. Kemudian apa hasil dari belajar yang bertahap?  

كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ

“ … demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya.”

Agar ilmu menancap kuat di dalam hati …

Benar apa kata Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

الأناة من الله تعالى، والعجلة من الشيطان

“Sikap tenang itu dari Allah Ta’ala, adapun sikap tergesa-gesa itu dari setan.” (HR. Tirmidzi)

Jika hasil dari belajar bertahap itu adalah ilmu yang menancap kuat di hati, maka hasil dari sikap sebaliknya: gegabah, ceroboh, dan ergesa-gesa dalam menuntut ilmu; juga sebaliknya, yaitu keilmuan dan pemahaman yang rapuh.

Bagaimanakah Cara Belajar dengan Bertahap? 

Dijelaskan oleh Syekh Shalih Al-‘Ushaimi -hafidzahullah-,

ومقتضى لزوم التأني والتدرج : البداءة بالمتون القصار المصنفة في فنون العلم, حفظا واستشراحا, والميل عن مطالعة المطولات التي لم يرتفع الطالب بعد إليها

“Wujud dari tidak tergesa-gesa dalam belajar adalah: memulai belajar agama dengan mempelajari matan-matan ringkas pada setiap disiplin ilmu agama. Dengan menghafal dan juga mempelajari penjelasannya. Kemudian tidak terjun belajar pada kitab-kitab tebal, yang sama sekali tidak akan meng-upgrade kualitas keilmuan seorang pelajar. (Khulashah Ta’dhiimil ‘Ilmi, hal. 27)

Inilah dua metode bertahap dalam belajar:

  1. Menguasai matan-matan ringkas.
  2. Di awal belajar, jangan terjun mempelajari kitab-kitab tebal.

Jalanilah perjuangan menunut ilmu dengan bertahap. Dimulai dari kitab-kitab ringkas, kemudian berlanjut ke tahap menengah, lanjut ke tahap yang lebih tinggi, demikian seterusnya. Jalani belajarmu dengan rapi. Jangan terburu-buru ingin belajar pada kitab-kitab yang tebal dan rumit. Karena makanan orang dewasa, bisa menjadi racun bila dimakan anak kecil. Sehari dua hari mungkin si anak bisa bertahan. Tapi di hari-hari berikutnya bisa jadi dia mati karena makanan. 

Demikianlah perumpamaan orang yang tidak rapi dan terstruktur dalam belajar agama, satu dua hari, pekan, bulan … mungkin dia masih bisa bertahan. Namun setelah itu, dia akan ‘mati’ karena ilmu yang dia serap bukanlah santapannya. Matinya seorang karena ilmu adalah berhenti belajar. Makanya, mengapa orang tidak bisa istiqamah menunut ilmu agama? Padahal para ulama salaf  dahulu menjalani proses menuntut ilmu sampai akhir hayat?

Jawabannya, karena cara belajar yang tidak beraturan dan bertahap.

Maka mari kita perjuangkan status penuntut ilmu ini tetap melekat sampai ajal menjemput. Karena menuntut ilmu itu ibadah. Sedangkan ibadah tidak memiliki masa ujung kecuali satu, yaitu kematian …

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

“Beribadahlah kepada Tuhanmu, sampai bertemu kematian.” (QS. Al-Hijr: 99)

Bersahabatlah dengan ilmu sampai akhir hayat. Jangan sampai menjadi “mantan penuntut ilmu”.

Sekian..

Wallahu a’lam bis shawab.

__

Penulis: Ustadz Ahmad Anshori, Lc

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54914-agar-aku-sukses-menuntut-ilmu-bag-8-jangan-terburu-buru.html