KITA semua ingin dicintai Allah. Sebagaimana Ibnul Qayyim berkata, “Bukan perkaranya engkau mencintai Allah, melainkan engkau juga dicintai Allah”. Karena betapa banyak orang mengaku mencintai Allah. Namun cintanya bertepuk sebelah tangan, Allah tidak mencintainya. Padahal bila Allah mencintai seorang hamba, maka menjadi kebahagiaan baginya. Karena tiada lain balasan bagi yang dicintai Allah, kecuali surgaNya.
Lalu bagaimana agar cinta kita padaNya tidak bertepuk sebelah tangan? Bagaimana agar Allah Azza Wa Jalla mencintai kita? Jawabannya tentu dengan melakukan ketaatan kepadaNya. Banyak amalan ketaatan yang dijelaskan oleh dalil shahih agar seseorang bisa dicintai Allah Subhanahu Wa Taala. Beberapa diantaranya adalah senantiasa bertaubat.
Allah Azza Wa Jalla berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al Baqarah: 222).
At-tawwabin dalam ayat ini bermakna yang selalu kembali bertaubat bila ia berdosa.
Jadi bila kita melazimkan bertaubat, menyeringkan beristighfar, itu adalah tanda kita dicintai Allah Azza Wa Jalla. Karena berdasar dalil ini, Allah mencintai orang-orang yang bertaubat. Hal ini senada dengan hadits Nabi shallallaahu alaihi wasallam yang artinya, “Sungguh beruntung seseorang yang mendapati pada catatan amalnya istighfar yang banyak” (HR Ibnu Maajah no 3818, dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani rahimahullah). Orang yang beruntung di akhirat dengan mendapatkan buku catatan amalnya dalam keadaan banyak istighfar tentu tanda ia dicintai Allah.
Berikutnya adalah berbuat Ihsan. Allah azza wa jallaberfirman yang artinya, “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allh menyukai orang-orang yang berbuat baik.”. (QS. Al-Baqarah: 195)
Ihsan adalah berbuat baik kepada orang lain. Berbuat baik dapat menyebabkan seseorang dicintai Allah. Tentu apabila pelakunya adalah orang beriman. Karena segala amal shalih hanya diterima Allah bila dilakukan oleh orang yang beriman. Makna Ihsan dijelaskan dalam hadits Jibril yang cukup panjang. Hadits ini dimuat pula di kitab karya Imam an Nawawi rahimahullah. Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda, “”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Bagi siapa saja yang yang berbuat ihsan, maka ia berbuat baik hanya mengharap ridho Allah Azza Wa Jalla. Ia tidak mengharapkan manusia melihat, mendengar atau pun mengetahui perbuatan baiknya. Karena ia yakin Allah melihatnya dan perbuatan baiknya. Dan memaafkan kesalahan orang, adalah salah satu amalan ihsan.
Selain melazimkan bertaubat dan berbuat ihsan, amalan yang menyebabkan Allah mencintai seorang hamba adalah takwa. Firman Allah, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa“. (QS. At Taubah: 7).
Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam Jami Al-Ulum wa Al-Hikam, “Asal makna ketakwaan adalah engkau menjadikan antara dirimu dengan siksaan Allah berupa penghalang yang akan melindungi kamu darinya.”
Maka segala bentuk keyakinan di dada, ucapan di lisan, serta amalan perbuatan kita yang menjadi penghalang antara kita dengan neraka, adalah bentuk takwa. Seperti yang disampaikan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang artinya, “Jagalah diri kalian dari api neraka, meski hanya dengan bersedekah sepotong kurma” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudian hal lain yang menyebakan pelakunya diganjar cinta Allah adalah berbuat adil
Allah berfirman yang artinya, “Dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil“. (Al-Hujurat: 9).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang hakikat keadilan, “Makna adil adalah menunaikan hak kepada setiap pemiliknya. Atau bisa juga diartikan dengan mendudukkan setiap pemilik kedudukan pada tempat yang semestinya”. Jadi adil adalah tentang hak dan kedudukan.
Orang-orang yang saling mencintai karena Allah pun akan mendapatkan cinta Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini, “Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang mengunjungi saudaranya di desa lain. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk menemui orang tersebut di tengah perjalanannya, maka ketika malaikat tersebut mendatanginya, malaikat bertanya: “Hendak pergi ke mana kamu?” Orang itu menjawab: “Saya akan menjenguk saudara saya yang berada di desa ini”. Malaikat itu terus bertanya kepadanya: “Apakah kamu mempunyai satu perkara yang menguntungkan dengannya?” Laki-laki itu menjawab: “Tidak, saya hanya mencintainya karena Allah azza wa jalla.” Akhirnya malaikat itu berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah malaikat utusan Allah yang diutus untuk memberitahukan kepadamu bahwasanya Allah akan senantiasa mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena Allah”. (Sahih Muslim).
Semoga Allah memberikan hidayah taufik kepada kita untuk dapat mengamalkan amalan-amalan yang dapat mendatangkan cinta-Nya. [*]