Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dikisahkan bahwa pada suatu ketika datanglah sekelompok orang kepada Rasulullah SAW seraya menceritakan profil dua orang perempuan yang satu sama lain saling bertentangan.
Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan yang terkenal karena ia telah melaksanakan ibadah shalat, puasa, dan zakat dengan sempurna. Namun, ia sering menyakiti hati dan perasaan tetangganya.” Jawab Rasulullah SAW: “Tempat perempuan itu di neraka.”
Kemudian orang-orang tadi menceritakan kepada Rasulullah SAW tentang seorang perempuan yang terkenal justeru karena ia tidak melaksanakan ibadah shalat, puasa, dan zakat dengan sempurna, namun ia sama sekali tidak pernah menyakiti hati dan perasaan tetangganya. Maka, Rasulullah SAW berkata: “Tempat perempuan itu di surga.”
Memahami hadis di atas perlu kehati-hatian. Hadis di atas sama sekali bukan merupakan ajakan untuk meminimalisasi pelaksanaan ibadah-ibadah ritual seperti shalat, puasa, dan zakat; juga tidak mengajarkan untuk lebih memperhatikan ibadah-ibadah sosial ketimbang ibadah-ibadah ritual.
Mengedepankan ibadah-ibadah sosial tidak mesti dengan mengenyampingkan ibadah-ibadah ritual. Esensi hadis di atas sesungguhnya adalah penegasan bahwa tidak ada pemisahan antara ibadah ritual dan ibadah sosial atau dengan kata lain antara ibadah dan akhlak. Keduanya harus mewarnai aktivitas hidup setiap muslim secara seimbang.
Pemahaman yang tidak seimbang terhadap pentingnya ibadah ritual dan akhlak akan melahirkan dua macam kelompok manusia. Pertama, kelompok manusia yang pandai melaksanakan ibadah ritual tapi berakhlak buruk. Di samping sempurna melaksanakan shalat, puasa, zakat, bahkan haji, mereka juga terbiasa melakukan penyelewengan, korupsi, manipulasi, dan sejenisnya. Kedua, kelompok manusia yang berakhlak mulia tapi tidak secara maksimal melaksanakan ibadah-ibadah ritual.