Arti sebuah Niat

Dari Umar bin Khathab ra, Rasulullah SAW bersabda, “Segala amal perbuatan bergantung pada niat dan setiap orang akan memperoleh pahala sesuai dengan niatnya. Maka barangsiapa yang berhijrah dengan niat mencari keuntungan duniawi atau untuk mengawini seorang perempuan, maka (pahala) hijrahnya sesuai dengan niatnya itu”. (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW mengucapkan hadis ini ketika beliau hijrah ke Yatsrib atau Madinah. Saat itu tersebar sebuah informasi bahwa ada seseorang yang ikut berhijrah karena mengejar wanita tunangannya. Nama wanita itu Ummul Qais. Sehingga pada waktu itu terkenal sebuah istilah muhajjir Ummul Qais atau yang berhijrah karena Ummul Qais. Niat biasanya diartikan sebagai getaran batin untuk menentukan jenis ibadah yang kita lakukan.

Contoh, kalau kita melakukan shalat pukul 05.30, ada beberapa kemungkinan; shalat Syukrul Wudhu, shalat Tahiyatul Masjid, shalat Fajar, Istikharah, atau shalat Shubuh. Setidaknya ada enam kemungkinan. Kita lihat semuanya sama, gerakannya sama, bacaannya sama, rakaatnya sama, tapi ada satu yang membedakannya yaitu niat. Masalah niat termasuk salah satu masalah yang mendapatkan perhatian “serius” dalam kajian Islam.

Niat dibahas panjang lebar baik itu dalam ilmu fikih, ushul fikih, maupun akhlak. Dalam ilmu fikih, niat ditempatkan sebagai rukun pertama dari rangkaian ibadah, seperti dalam shalat, zakat, puasa, maupun ibadah haji. Niat dalam ushul fikih biasanya dijadikan salah satu faktor yang menentukan status hukum suatu perbuatan. Nikah adalah salah satu contohnya. Ia bisa berstatus wajib, haram, dan sunnat, tergantung pada niat dari nikah tersebut.

Begitu pula ketika seseorang memakai gelar haji setelah pulang dari Makkah, hukumnya bisa wajib, bisa sunnat, bahkan haram. Tingkatannya sangat tergantung pada niat untuk apa ia memakai gelar haji tersebut. Niat dalam sudut pandang akhlak pengertiannya lebih menunjukkan getaran batin yang menentukan kuantitas sebuah amal. Shalat yang kita lakukan dengan jumlah rakaat yang sama, waktu yang sama, dan bacaan yang sama, penilaian bisa berbeda antara satu orang dengan yang lainnya tergantung kualitas niatnya.

 

 

Sumber : Pusat Data Republika

Jebakan Iblis untuk Sang Ahli Ibadah

Jebakan Iblis untuk Sang Ahli IbadahJebakan Iblis untuk Sang Ahli IbadahJebakan Iblis untuk Sang Ahli Ibadah

Akhirnya, mereka pun sepakat untuk meninggalkan saudara perempuan mereka pada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani israil. Dialah orang yang dipercaya oleh mereka. Lalu mereka mendatangi ahli ibadah tersebut dan memintanya agar mereka diperkenankan untuk menitipkan saudara perempuan mereka, sehingga saudara perempuan mereka berada dalam pengawasan si ahli ibadah sampai mereka kembali dari perjalanan.

Awalnya, si ahli ibadah menolak permintaan tersebut dan memohon perlindungan diri kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala dari mereka dan dari saudara perempuan mereka. Tetapi mereka pun terus mendesak hingga akhirnya si ahli ibadah menuruti keinginan mereka dan menerima permintaan mereka. Dia berkata kepada mereka,

“Tempatkanlah saudara perempuanmu di rumah dekat tempat ibadahku.” Lantas mereka menempatkan saudara perempuan mereka di rumah tersebut, kemudian mereka pergi meninggalkannya.

Maka perampuan tersebut tinggal bersama si ahli ibadah tersebut selama beberapa waktu. Si ahli ibadah selalu turun dari tempat ibadahnya untuk membawakan makanan. Kemudian dia memanggil perempuan tersebut, lalu si perempuan keluar dari dalam rumah untuk mengambil makanan yang dihidangkan kepadanya. Lantas setan membisikinya. Setan pun menebarkan tipu dayanya, seolah-olah senantiasa memberi motivasi kepada ahli ibadah untuk berbuat kebaikan. Setan membisikkan rasa keberatan kepada ahli ibadah jika perempuan tersebut keluar dari rumahnya di siang hari, dan menakut-nakutinya jangan sampai ada seorang pun yang melihat perempuan tersebut. Akhirnya, si ahli ibadah mengunci perempuan tersebut.

“Seandainya engkau mau datang membawa makanan untuknya dan engkau letakkan di pintu rumah yang ditinggali perempuan tersebut, niscaya engkau mendapat pahala yang besar.”

Setan pun terus-menerus membisiki hal tersebut, hingga akhirnya dia berjalan ke tempat perempuan tersebut dengan membawa makanan serta meletakkannya di pintu rumah tanpa mengajak bicara perempuan tersebut. Si ahli ibadah melakukan hal ini selama beberapa waktu.

Iblis pun datang lagi untuk memperdaya si ahli ibadah, “Seandainya kamu mau berbicara dan mengobrol dengan perempuan tersebut, maka pasti dia merasa terhibur dengan obrolanmu lantaran dia sedang kesepian.”

Demikianlah Iblis senantiasa membisikinya, hingga akhirnya si ahli ibadah mau berbincang-bincang dengan perempuan tersebut dalam beberapa waktu. Si ahli ibadah itu pun selalu memandangi perempuan tersebut dari atas tempat ibadahnya. Setelah itu, iblis datang lagi membisikinya, “Seandainya engkau mau turun menghampirinya, hingga engkau duduk di pintu tempat ibadahmu lalu berbicara dengannya dan dia duduk di pintu rumahnya berbicara denganmu, niscaya hal ini lebih baik dan lebih menghibur dirinya.”

Iblis senantiasa membisikinya, hingga akhrinya iblis berhasil membuat si ahli ibadah turun dan duduk di depan pintu tempat ibadahnya untuk berbicara dengan perempuan tersebut dan demikian pula sebaliknya. Perempuan tersebut keluar dari rumah sehingga dia duduk di pintu rumah. Mereka berdua pun melakukan hal ini selama beberapa waktu.

Kemudian iblis datang lagi. Ia memperdayai ahli ibadah seolah hendak melakukan kebaikan dan meraih pahala ketika dia melakukan itu semua terhadap perempuan tersebut. Iblis membisikkan, “Seandainya kamu mau keluar dari pintu tempat ibadahmu, lalu kamu duduk di dekat pintu rumah perempuan tersebut untuk berbincang-bincang dengannya, niscaya hal tersebut lebih menghibur dan lebih baik baginya.” Iblis senantiasa membisikkan hal tersebut sampai si ahli ibadah melakukannya. Akhirnya, si ahli ibadah pun melakukannya dalam beberapa waktu.

Lantas iblis datang lagi seolah memotivasi untuk melakukan kebaikan seraya membisikkan, “Andai zaja kamu mau berdekatan dengannya, engkau duduk di pintu rumahnya untuk berbincang-bincang dengannya dan si perempuan tidak perlu keluar dari rumahnya.”

Lantas dia pun melakukan hal tersebut. Dia pun turun dari tempat ibadanya dan berdiri di pintu rumah si perempuan dan berbincang-bincang dengannya. Mereka berdua pun melakukan hal tersebut selama beberapa waktu. Selanjutnya, iblis datang lagi membisikinya, “Andai saja kamu mau masuk ke dalam rumah perempuan tersebut, lalu kamu berbincang-bincang dengannya dan kamu tidak membiarkan dirinya menampakkan wajahnya kepada seorang pun, niscaya hal tersebut lebih baik bagimu.”

Iblis senantiasa membisikinya, sehingga dia pun masuk ke dalam rumah dan berbincang-bincang dengan perempuan tersebut seharian penuh. Ketika waktu siang telah berlalu, dia naik ke tempat ibadahnya.

Lagi-lagi iblis mendatangi setelah itu, dia terus-menerus menghiasi perempuan tersebut di hadapan si ahli ibadah. Hingga akhirnya si ahli ibadah menyentuh paha dan kemaluan si perempuan. Iblis pun terus-menerus memoles si perempuan di kedua mata si ahli ibadah. Iblis membujuknya hingga akhirnya dia menzinai perempuan tersebut dan menghamilinya. Akhirnya perempuan tersebut melahirkan seorang anak.

Kemudian iblis datang dan membisiki, “Bagaimana pendapatmu, jika saudara-saudara ini datang, seementara saudara perempuannya melahirkan anak-anak darimu apa yang akan kamu perbuat? Pastilah keburukanmu akan terungkap atau mereka akan membuka keburukanmu. Oleh karena itu, datangi anak itu, sembelihlah dia, lalu kuburkan. Sungguh, si perempuan akan tutup mulut karena dia juga takut saudara-saudaranya tahu apa yang telah engkau perbuat terhadapnya.”

Lantas si ahli ibadah melakukannya. Dia pun membunuh anak tersebut. Selanjutnya iblis membisiki lagi, “Apakah kamu yakin perempuan tersebut dapat merahasiakan pada saudara-saudara atas apa yang telah engkau perbuat terhadapnya dan perbuatanmu yang telah membunuh anaknya. Maka, tangkap perempuan tersebut, lalu sembelih, dan kuburkan bersama anaknya!”

Iblis pun terus-menerus membisikkan hal itu, hingga akhirnya dia pun menyembelih perempuan tersebut dan menceburkannya ke dalam lubang beserta anaknya, menutupi keduanya dengan batu besar, dan meratakan tanahnya. Kemudian dia naik ke tempat ibadahnya dan beribadah di dalamnya.

Si ahli ibadah masih tetap dalam keadaan seperti itu hingga saudara-saudara perempuan tersebut pulang dari medan perang. Mereka mendatangi si ahli ibadah dan menanyakan perihal saudara perempuannya. Si ahli ibadah memberitahukan kepada mereka bahwa perempuan tersebut telah meninggal. Dia pun berdoa agar perempuan tersebut mendapat rahmat, dan mengisinya. Dia berkata, “Dia sudah perempuan terbaik.”

Ketika malam telah menjadi gelap dan mereka terlelap dalam pembaringannya, iblis mendatangi mereka dalam tidur dengan menjelma sebagai seorang musafir. Awalnya, setan mendatangi saudara paling tua. Iblis bertanya kepadanya tentang saudara perempuannya. Dia pun menceritakan sebagaimana yang dikatakan oleh si ahli ibadah tentang kematiannya, tentang ahli ibadah yang mendoakannya agar mendapat rahmat, dan tentang si ahli ibadah yang menunjukkan kuburan saudara perempuannya tersebut kepadanya. Lantas Iblis menganggapnya keliru. Iblis mengatakan, “Si ahli ibadah tidak berkata jujur kepada kalian tentang saudara perempuan kalian. Sungguh, si ahli ibadah telah menghamili saudara perempuanmu sehingga dia melahirkan seorang anak, lalu si ahli ibadah menyembelih saudara perempuan kalian beserta anaknya karena takut kepada kalian. Dia menceburkan keduanya ke dalam lubang yang digalinya di belakang pintu rumah yang ditempati oleh saudara perempuan kalian di sebelah kanan tempat orang masuk rumah. Oleh karena itu, pergilah dan masuklah ke dalam rumah yang kemarin ditempati saudara perempuan kalian, pastilah kalian akan menemukan keduanya sebagaimana yang saya katakan.”

Lantas Iblis mendatangi saudara kedua di dalam tidurnya. Iblis pun mengatakan hal yang sama kepadanya. Kemudian iblis mendatangi saudara paling kecil dan mengatakan hal yang sama kepadanya. Ketika mereka bangun tidur, mereka pun heran akan mimpi yang dialami oleh masing-masing dari mereka. Mereka saling berpandangan satu sama lain dan berkata kepada saudaranya, “Sungguh, tadi malam saya bermimpi aneh.” Mereka pun saling menceritakan mimpi mereka satu sama lain. Lantas saudara paling tua berpendapat, “Ini hanya bunga tidur. Tidak ada kenyataannya. Biarkan berlalu begitu saja.”

Sedangkan saudara paling kecil berpendapat, “Demi Allah, aku tidak akan melewatkan begitu saja sehingga aku mendatangi tempat tersebut dan aku melihatnya sendiri.”

Akhirnya mereka semua berangkat ke rumah yang pernah ditempati saudara perempuan mereka. Mereka membuka pintu dan mencari lokasi yang dijelaskan oleh iblis kepada mereka di dalam mimpi. Dan ternyata mereka menemukan saudara perempuan mereka bersama anaknya di dalam lubang dalam keadaan disembelih sebagaimana yang dikatakan iblis kepada mereka. Lantas mereka meminta penjelasan kepada si ahli ibadah mengenai hal tersebut.

Si ahli ibadah pun membenarkan perkataan iblis tentang apa yang telah dia perbuat terhadap keduanya. Selanjutnya mereka mengadukan kasus ini kepada Raja. Mereka pun menyeret si ahli ibadah dari tempat ibadahnya dan diajukan agar disalib. Ketika mereka telah mengikatnya pada tiang untuk dieksekusi, iblis mendatanginya dan berkata, “Saya adalah temanmu yang telah membujukmu dengan perempuan yang telah engkau hamili dan engkau sembelih beserta anaknya. Jika kamu sekarang kamu mau menurutiku dan engkau kufur terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakanmu dan membentukmu, niscaya saya akan menyelamatkanmu dari keadaanmu sekarang ini.” Lantas si ahli ibadah kufur terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ketika dia telah kufur terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, iblis pun meninggalkannya. Akhirnya mereka menyalibnya dan membunuhnya. Mengenai hal inilah ayat berikut ini diturunkan.

(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia, ‘Kafirlah kamu’, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam.’ Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hasyr: 16-17)

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Artikel www.KisahMuslim.com

Ahli Ibadah, tapi Ahli Neraka

Betapa banyak manusia di alam ini yang tersesat, sehingga mereka tidak menyembah Allah, namun yang mereka sembah adalah setan. Mereka menyembah, namun salah sasaran. Kita dan mereka sama-sama ibadah. Bedanya, kita beribadah kepada Tuhan yang benar, Al-Haq. Sementara mereka beribadah kepada tuhan yang batil, menyembah thaghut, yang tidak layak untuk disembah.

Kita dan mereka sama-sama capek, kita dan mereka sama-sama mengorbankan waktu dan tenaga. Bahkan bisa jadi, mereka lebih capek dibandingkan kita.

Allah berfirman menceritakan keadaan salah satu ahli neraka,

عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ . تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

“Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki api yang sangat panas (neraka).” (QS. Al-Ghasyiyah: 3 – 4).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan satu riwayat dari Abu Imran Al-Jauni, bahwa suatu ketika Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu pernah melewati sebuah kuil, yang ditinggali seorang rahib nasrani.

Umarpun memanggilnya, ‘Hai rahib… hai rahib.’ Rahib itupun menoleh. Ketika itu, Umar terus memandangi sang Rahib. Dia perhatikan ada banyak bekas ibadah di tubuhnya. Kemudian tiba-tiba Umar menangis.

Beliaupun ditanya, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa yang membuat anda menangis?. Mengapa anda menangis ketika melihatnya.’
Jawab Umar, ‘Aku teringat firman Allah dalam Al-Quran, (yang artinya) ‘Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki neraka yang sangat panas’ Itulah yang membuatku menangis.’ (Tafsir Ibn Katsir, 8/385).

 

Tahukah Anda mengapa mereka di neraka?

Mereka rajin ibadah, namun semua sia-sia, justru mengantarkan mereka ke neraka?

Apakah Allah mendzalimi mereka? Tentu tidak, karena Allah tidak akan pernah mendzalimi hamba-Nya. Allah haramkan diri-Nya untuk mendzalimi hamba-Nya.

Lalu apa sebabnya?

Tentu saja semua itu kembali kepada pelaku perbuatan itu. Sebabnya adalah dia salah dalam beribadah. Dia beribadah, namun salah sasarannya, salah tata caranya, salah niatnya, salah yang disembah, atau salah semuanya. Sehingga bagaimana mungkin Allah akan menerimanya? Dan di saat yang sama, Allah justru memberikan hukuman kepada mereka. Wal ‘iyadzu billah..

Saudaraku sesama muslim, yang dirahmati Allah..,
Menyadari hal ini, sudah selayaknya kita bersyukur, Allah jadikan kita orang mukmin, padahal kita tidak pernah memintanya. Kita patut bersyukur, kita terlahir dari keluarga muslim, padahal kita tidak pernah diminta untuk memilihnya. Yang ini menjadi salah satu modal bagi kita agar ibadah kita diterima oleh Allah.

 

Kita sudah memiliki modal iman, tinggal saatnya kita berusaha agar amal kita diterima Allah. Bagaimana caranya? Caranya: kita berupaya agar amal yang kita kerjakan adalah amal yang benar. Benar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan syariat.

Kriteria itu, Allah nyatakan dalam firman-Nya,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al-Kahfi: 110).

 

Keterangan ayat,

  • “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya” artinya dia siap bertemu Allah dengan membawa bekal amal yang diterima.
  • “hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, itulah amal yang diajarkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • “dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, dengan ikhlas karena Allah ketika beribadah.

Itulah salah satu ayat yang menjelaskan kriteria amal yang benar dalam syariat,

  • Benar niatnya: ikhlas karena mengharap balasan dari Allah
  • Benar tata caranya: sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Niat yang ikhlas semata, belumlah cukup untuk membuat amal kita diterima. Semangat, bukan modal utama agar amal kita diterima. Karena kita juga dituntut untuk benar dalam tata caranya.

Sebagai mukmin, kita tentu tidak ingin amal kita ditolak karena salah prakteknya. Kita dalam beramal telah mengeluarkan modal tenaga, waktu, atau bahkan harta. Jangan sampai menjadi batal, karena kita kurang perhatian dengan tata cara beramal.

Karena itu, mari kita menjadi orang yang mencintai sunah dan berusaha membumikan sunah. Berusaha menyesuaikan amal kita dengan sunah. Dengan itu, kita bisa berharap, amal kita diterima. Kita bisa tiru semangat para ulama dalam meniti sunah, hingga mereka berdoa,

اللهم أمتنا على الإسلام وعلى السنة

“Ya Allah, matikanlah aku di atas islam dan sunah…” (HR. Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad, 9/354).

 

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits

 

 

sumber: KonsultasiSyariah.com

Ahli Ibadah Bisa Masuk Neraka karena Tetangga

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dikisahkan bahwa pada suatu ketika datanglah sekelompok orang kepada Rasulullah SAW seraya menceritakan profil dua orang perempuan yang satu sama lain saling bertentangan.

Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan yang terkenal karena ia telah melaksanakan ibadah shalat, puasa, dan zakat dengan sempurna. Namun, ia sering menyakiti hati dan perasaan tetangganya.” Jawab Rasulullah SAW: “Tempat perempuan itu di neraka.”

Kemudian orang-orang tadi menceritakan kepada Rasulullah SAW tentang seorang perempuan yang terkenal justeru karena ia tidak melaksanakan ibadah shalat, puasa, dan zakat dengan sempurna, namun ia sama sekali tidak pernah menyakiti hati dan perasaan tetangganya. Maka, Rasulullah SAW berkata: “Tempat perempuan itu di surga.”

Memahami hadis di atas perlu kehati-hatian. Hadis di atas sama sekali bukan merupakan ajakan untuk meminimalisasi pelaksanaan ibadah-ibadah ritual seperti shalat, puasa, dan zakat; juga tidak mengajarkan untuk lebih memperhatikan ibadah-ibadah sosial ketimbang ibadah-ibadah ritual.

Mengedepankan ibadah-ibadah sosial tidak mesti dengan mengenyampingkan ibadah-ibadah ritual. Esensi hadis di atas sesungguhnya adalah penegasan bahwa tidak ada pemisahan antara ibadah ritual dan ibadah sosial atau dengan kata lain antara ibadah dan akhlak. Keduanya harus mewarnai aktivitas hidup setiap muslim secara seimbang.

Pemahaman yang tidak seimbang terhadap pentingnya ibadah ritual dan akhlak akan melahirkan dua macam kelompok manusia. Pertama, kelompok manusia yang pandai melaksanakan ibadah ritual tapi berakhlak buruk. Di samping sempurna melaksanakan shalat, puasa, zakat, bahkan haji, mereka juga terbiasa melakukan penyelewengan, korupsi, manipulasi, dan sejenisnya. Kedua, kelompok manusia yang berakhlak mulia tapi tidak secara maksimal melaksanakan ibadah-ibadah ritual.

 

 

Sumber : Pusat Data Republika

Rajin Shalat tapi tak Pernah Dicatat Malaikat

Rasulullah SAW pernah menyampaikan kekhawatiran tentang sesuatu yang di kemudian hari bisa menjangkiti umatnya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya ada sesuatu yang aku takutkan di antara sesuatu yang paling aku takutkan menimpa umatku kelak, yaitu syirik kecil.

Para sahabat bertanya, ‘Apakah syirik kecil itu?’ Beliau menjawab, riya. Dalam sebuah hadis diceritakan pula bahwa di akhirat kelak akan ada sekelompok orang yang mengeluh, merangkak, dan menangis. Mereka berkata, “Ya Allah di dunia kami rajin melakukan shalat, tapi kami dicatat sebagai orang yang tidak mau melakukan shalat”.

Para malaikat menjawab, ‘Tidakkah kalian ingat pada waktu kalian melakukan shalat kalian bukan mengharap ridha Allah, tapi kalian mengharap pujian dari manusia, kalau itu yang kalian cari, maka carilah manusia yang kau harapkan pujiannya itu.” Jelaslah, bahwa kualitas sebuah amal berbanding lurus dengan kualitas niat yang melatarbelakanginya.

Bila niat kita lurus, maka lurus pula amal kita. Tetapi bila niat kita bengkok, maka amal kita pun akan bengkok. Agar niat kita senantiasa lurus dan ikhlas, alangkah baiknya apabila kita menghayati kembali janji-janji yang selalu kita ucapkan saat shalat, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanyalah untuk Allah seru sekalian alam”.

 

 

Sumber : Pusat Data Republika