Allah SWT merahasiakan waktu kiamat sehingga manusia tidak mengetahuinya.
Dalam akidah seorang Muslim, peristiwa kiamat termasuk rukun keimanan yang wajib diyakini. Namun, kapan terjadinya tidak ada seorang pun yang tahu, baik manusia biasa, nabi, rasul, maupun malaikat, selain Allah SWT.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang kiamat, ‘Kapan terjadi?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya, pengetahuan kiamat ada di sisi Tuhanku. Tidak seorang pun dapat menjelaskan waktu tibanya, selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi. Kiamat tidak akan datang kepadamu, melainkan secara tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, ‘Sesungguhnya, pengetahuan hari kiamat ada di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’.” (QS Al-A’raf [7]: 187).
Dirahasiakannya hari kiamat bukan tanpa hikmah. Menurut Yusuf bin Abdullah Al-Wabil, salah satu hikmah terbesar misteri kiamat adalah munculnya rasa mawas diri dalam hidup seseorang karena meyakini bahwa setiap amal perbuatan, baik dan jahat atau besar dan kecil, akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah di akhirat kelak. Bahwa, kehidupan manusia tidak hanya berlangsung di dunia, melainkan berlanjut abadi hingga akhirat (Asyrath As-Sa’ah, hlm 28).
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Pada hari ketika setiap diri mendapati segala kebaikan dihadapkannya, begitu juga kejahatan yang telah dikerjakan, ia ingin kalau kiranya antara ia dan hari itu ada masa yang jauh. Dan, Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-Nya.” (QS Ali Imran [3]: 30).