Suatu kali Rasulullah duduk dengan para sahabat. Beliau kemudian bersabda, “Akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga.” Kemudian muncul lelaki, janggutnya masih basah oleh air wudhu, sementara tangannya menjinjing sandal. Tak ada yang teramat istimewa dari sosok lelaki ini.
Hari berikutnya, Rasulullah kembali bersabda, “Akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga.” Sejurus kemudian, lelaki yang sama muncul lagi. Masih dengan sandal yang dijinjing dan janggut yang basah oleh air wudhu.
Tak berhenti di situ, Rasulullah kembali mengulangi perkataan yang sama. Kemudian, lelaki tersebut muncul lagi. Padahal, tak ada yang istimewa dalam diri lelaki tersebut. Rasa penasaran pun membuncah di dada Abdullah bin Amr bin Ash. Maka, diikutinya lelaki tersebut hingga ke rumahnya.
“Duhai saudaraku,” ujar Abdullah memulai percakapan, “sungguh aku sedang berselisih dengan orang tuaku. Aku tidak akan berbicara kepadanya selama tiga hari. Bolehkah aku menginap di rumahmu barang tiga hari.” Lelaki itu pun tak keberatan. Maka Abdullah resmi menjadi tamunya sekaligus ‘mata-mata’. Abdullah begitu penasaran, amalan apakah yang dilakukan lelaki ini sehingga Rasulullah menyebutnya lelaki penghuni surga.
Satu, dua, hingga malam ketiga tak ada amalan yang spesial didapati Abdullah. Lantas ia pun berterus terang. “Saudaraku sesungguhnya aku tidak sedang berselisih dengan orang tuaku,” Abdullah mengakui maksudnya. “Lantas kenapa kau ingin tinggal di rumahku,” tanya lelaki itu.
“Aku ingin mengetahui amalanmu sehingga Rasulullah tiga kali menyebutmu sebagai lelaki penghuni surga. Namun saudaraku, aku tidak mendapatimu memiliki amalan yang spesial,” urai Abdullah. Lelaki itu menjelaskan rahasia amalnya. “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”
Terjawab sudah rasa penasaran Abdullah. Meski lelaki tersebut tak rajin Tahajud, shalat Dhuha, bersedekah, atau amalan sunah lainnya, namun ia memiliki satu amalan unggulan. Di hatinya, tiada pernah tebersit rasa hasad atau iri atas karunia yang diberikan Allah kepada hambanya. Sungguh sebuah amalan yang sangat berat.
Lantas, mari kita bertanya kepada diri sendiri amalan unggulan apa yang sudah kita miliki? Memang hanya ridha Allah sajalah yang bisa memasukkan kita ke dalam surga, namun pantaskah diri ini yang telah diberi teramat banyak kemudahan lantas menjauhi-Nya. Wasilah paling mudah untuk bersyukur dan berdekatan dengan Rabb yang menciptakan kita ialah dengan amal ibadah.
Jika Bilal bin Rabah tak pernah putus wudhu sehingga bunyi terompahnya terdengar di surga, lantas apa amalan kita? Jika Abu Bakar menyedekahkan seluruh hartanya untuk Islam, lantas apa amalan kita? Jika Khalid bin Walid memenangkan pasukan Islam, kemudian apa amalan kita? Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu, Ibnu Abbas ulama para sahabat, Utsman bin Affan sang dermawan nan pemalu, Umar bin Khattab sang pemberani lagi peduli telah menorehkan tinta emas dalam sejarah Islam lewat amalan unggulan mereka.
Kisah-kisah itu bukan hanya untuk dikagumi lantas disimpan di rak-rak buku hingga using, namun untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum memiliki amal unggulan, tentu kita harus selesai dahulu dengan amal-amal yang bersifat wajib. Baru ibadah nafilah yang mampu kita jalankan menjadi rutinitas kita.
Rutinitas atau istiqamah menjadi kunci sebuah amal bisa menjadi amal unggulan. Rasulullah SAW bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah amalan yang berkelanjutan meskipun sedikit.” (HR Muslim).
Kita tidak sedang membanggakan berapa juz Alquran yang kita baca dalam sehari, berapa rupiah yang kita sedekahkan, berapa rakaat shalat Tahajud. Meski amalan yang banyak tentu baik dan berpahala. Namun, kita lebih memerlukan daya tahan amal, sejauh mana kita terus merutinkan amalan tersebut. Istiqamah terlihat sepele, namun perlu usaha ekstra untuk menjalankannya.
Setiap amalan juga memiliki fadilah. Seperti halnya kita yang baru mengadu ke Allah ketika tertimpa kesulitan. Amalan yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya juga bisa mengusir kesulitan-kesulitan hidup. Sedekah bisa menolak pahala, istighfar bisa mendatangkan rezeki, silaturahim mampu memperpanjang umur, puasa bisa menjadi perisai.
Segera temukan amalan unggulanmu dan istiqamahlah. Seperti istiqamahnya lelaki yang didatangi Abdullah bin Amr tadi saat ibunya mogok makan karena keislamannya. Kemudian dengan tekad kuat lelaki itu berkata, “Jikalau ibu memiliki seribu nyawa kemudian keluar satu per satu di hadapanku, aku tidak akan meninggalkan Islam.” Lelaki gigih nan kokoh itu adalah Saad bin Abi Waqash, singa yang menyembunyikan kukunya, lelaki yang di-istijabah doanya dan pemanah pertama dalam Islam.