Penolakan Ulil Abshar Abdalla untuk memberikan materi diskusi yang dihelat Yayasan Gerakan Kesederhanaan Global (GMM) dan Islamic Renaissance Front terkait Jaringan Islam Liberal (JIL).
Namun tahukan Anda apa itu jaringan islam liberal? Berikut penelusuran ROL terkait Jaringan Islam Liberal (JIL) itu?.
Sebelumnya, islam liberal itu muncul pada sekitar abad ke-18 saat kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu ulama mengadakan gerakan pemurnian untuk kembali kepada al-Quran dan sunnah.
Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi di kalangan Syiah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Sementara, perkembangan JIL di Indonesia dimotori oleh Nurcholis Madjid Djohan Efendi, Ahmad Wahib, Goenawan Mohamad. Pada saat itu mereka menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan ‘toleransi agama hanya akan tumbuh di atas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama.
JIL di Indonesia percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Sebabnya, mereka menekankan pada kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas.
Perkembangan JIL di Indonesia bukan tanpa halangan. Karena pemikiran yang bersifat liberal, dibentuklah sebuah komunitas Indonesia yang bernama Indonesia Tanpa JIL atau disingkat ITJ. Misi utama komunitas ini adalah untuk melawan arus ideologi liberalisme dan sekularisme yang disebarkan oleh tokoh-tokoh JIL seperti Ulil Abshar Abdalla, Luthfi Assyaukanie dan lain-lain.
Seperti diketahui, gerakan JIL kerap dilarang negara-negara islam. Pasalnya, mereka berpendapat jika ajaran agama tidak lagi harus terpaku dengan teks-teks Agama (Al Quran dan Hadis), tetapi lebih terikat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam teks-teks dengan menggunakan rasio dan selera. Karenanya pemikiran JIL dianggap tidak sejalan dengan akidah.
Sumber Tulisan: wikipedia