Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Islam sangat menghargai apapun yang bermanfaat bagi manusia, termasuk diantaranya harta. Diantara buktinya, bisa kita lihat dalam kajian seputar dharuriyat al-khmas (5 hal yang mendesak), yang menjadi maqasid as-Syariah (tujuan dasar syariah). Diantara 5 hal yang mendesak adalah hifdzul mal (menjaga harta). Karena itu, harta dalam islam tidak boleh disia-siakan. Karena itu, Allah mencela setiap tindakan penyia-nyia-an terhadap harta, seperti sikap mubadzir atau israf (boros).
Namun perlu kita pahami, anjuran menghargai harta tidak sama dengan motivasi mengejar harta dan dunia. Bisa saja seseorang mengejar harta, namun di saat yang sama dia menggunakan harta itu untuk pemborosan yang sia-sia. Dan bahkan, kebanyakan mereka yang rakus dunia, hartanya dihamburkan untuk kehidupan glamor yang sia-sia…
Selanjutnya kita akan melihat bagaimana semangat islam dalam menghargai harta,
[1] Harta disebut al-khoir
Al-Khoir secara bahasa artinya kebaikan. Dan ada beberapa ayat dalam al-Quran yang menyebut harta dengan eutan al-Khoir.. diantaranya,
Firman Allah,
وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
Manusia itu terhadap harta sangat rakus (QS. al-Adiyat: 8)
Juga firman Allah,
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ
Diwajibkan kalian, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan khoir (harta yang banyak), agar berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf. (QS. al-Baqarah: 180)
Ibnu Abdil Barr mengatakan,
والخير ههنا المال، لا خلاف بين أهل العلم في ذلك
Al-khoir di sini maknanya adalah harta, tidak ada perbedaan penndapat diantara ulama dalam tafsir ini. (at-Tamhid, 14/295).
Kemudian Ibnu Abdil Bar menyebutkan 4 ayat lainnya dalam al-Quran yang menyebut harta dengan al-khoir: 2 ayat di atas, lalu QS. Shad: 32, dan QS. an-Nur: 33.
Mengapa disebut al-Khoir?
Khoir artinya baik, lawannya kata Syarr, yang artinya keburukan. Sehingga jangan sampai, karena salah dalam menggunakan, al-khoir (kebaikan) berubah menjadi as-Syarr (keburukan).
Menurut al-Hakim at-Turmudzi dalam Nawadir al-Ushul,
المال في الأصل قوام العباد في أمر دينهم، به يصلون ويصومون ويزكون ويتصدقون، فالأبدان لا تقوم إلا بهذا المال، وأعمال الأركان لا تقوم إلا بهذا المال…فهذا المال على ما وصفنا حقيق أن يسمى خيراً لأن الخيرات به تقوم
Harta pada asalnya merupakan pendukung bagi para hamba untuk urusan agama mereka. Dengan harta mereka bisa shalat, puasa, zakat, atau sedekah. fisik tidak bisa tegak kecuali dengan harta. Amal anggota badan hanya bisa terlaksana dengan harta… karena itu, harta dengan semua karakter yangkita sebutkan, layak untuk disebut al-khoir, karena banyak kebaikan bisa terlaksana dengan harta. (Nawadir al-Ushul, 4/91).
[2] Harta disebut mal Allah (harta dari Allah)
Allah perintahkan agar kita membantu orang yang membutuhkan harta, terutama budak yang ingin merdeka.
Allah berfirman,
وَآَتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آَتَاكُمْ
Berikanlah kepada mereka harta Allah yang telah Allah berikan kepada kalian. (QS. an-Nur: 33).
Allah menyebut harta dalam ayat di atas dengan mal Allah (harta Allah). Agar kita memahami bahwa harta itu amanah yang diberikan Allah kepada kita, sehingga jangan sampai harta itu disia-siakan.
[3] Orang bodoh menurut al-Quran – mereka yang tidak bisa menggunakan harta dengan benar
Allah melarang kita memberikan harta kepada orang bodoh, meskipun itu miliknya. Sehingga bagi orang bodoh, harta itu harus ada yang menjaganya. Allah berfirman,
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang bodoh, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu). (QS. an-Nisa: 5)
Disebut sufaha’ (bodoh) karena belum sempurna akalnya. Mereka adalah orang yang tidak bisa menggunakan harta dengan benar. Sehingga orang kaya yang tidak bisa menggunakan harta dengan benar, dia termasuk kategori bodoh menurut al-Quran.
[4] Larangan israf dan tabdzir
Allah menyebut pelaku tabdzir sebagai temannya setan. Dan Allah tidak mencintai orang yang suka israf (boros). Allah berfirman,
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا . إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
Janganlah melakukan tindakan tabdzir, sesungguhnya para mubadzir itu temannya setan. (QS. al-Isra: 26-27).
Allah juga berfirman,
وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Janganlah bersikap boros, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang boros. (QS. al-An’am: 141).
Apa Beda Israf (boros) dengan Tabdzir?
Saya sebutkan kesimpulan Ibnu Abidin,
أن الإسراف: صرف الشيء فيما ينبغي زائداً على ما ينبغي، والتبذير: صرف الشيء فيما لا ينبغي
Al-Israf: menggunakan harta untuk sesuatu yang benar, namun melebihi batas yang dibenarkan. Sedangkan tabdzir: menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar. (Hasyiyah Ibnu Abidin, 6/759).
Anda makan dengan hidangan berlebihan, itu israf. Sementara ketika anda menggunakan harta untuk maksiat, itu tabdzir.
[5] Penggunaan harta akan dihisab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan bahwa harta akan dihisab. Tidak hanya dihisab untuk bagaimana cara mendapatkannya, tapi juga dihisab terkait bagaimana cara menggunakannya.
Anda bisa menjamin harta yang anda dapatkan halal. Tapi itu belum cukup. Ada tugas yang kedua, yaitu bagaimana menggunakan harta itu untuk sesuatu yang benar.
Dalam hadis dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ … وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ…
Kaki seorang hamba di hari kiamat tidak akan bergeser sampai dia ditanya tentang (beberapa hal, diantaranya) tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan untuk apa dia gunakan… (HR. Turmudzi 2602, ad-Darimi 546 dan statusnya hasan)
[6] Maksimalkan untuk mendukung taqwa.
Harta ketika dipegang oleh orang yang tidak memiliki taqwa bisa berpotensi bahaya. Karena itu, beliau menyarankan, siapa yang siap kaya, harus siap bertaqwa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنْ اتَّقَى اللهَ
Tidak masalah adanya kekayaan bagi orang yang bertaqwa. (Ahmad 23158 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)
Bahkan sampaipun ketika kita hendak memberikan harta ke orang lain, upayakan memilih orang yang bertaqwa.
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَصْحَبْ إِلَّا مُؤْمِنًا، وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
Jangan mengambil teman dekat kecuali orang mukmin, dan jangan makan makananmu kecuali orang yang bertaqwa. (HR. Ahmad 11337 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)
Hadis ini tidaklah menunjukkan bahwa kita dilarang memberi makan orang yang tidak bertaqwa. Kita boleh memberi makan orang kafir, sebagaimana Allah memuji muslim yang memberi makan tawanan. Dan tawanan bagi para sahabat adalah orang kafir.
Allah berfirman,
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Mereka memberi makanan yang paling dia sukai kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan. (QS. al-Insan: 8)
Lalu apa makna hadis ini?
Sebagian ulama – seperti Imam Ibnu Baz, Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dan yan lainnya – memahami, maksud dari hadis ini adalah perbanyaklah berteman dekat dengan orang yang bertaqwa. Karena ketika hartamu lari keluar, penerimanya adalah kawan dekatmu.
Ketika menerima harta kita adalah orang yang rajin menghafal al-Quran, maka harta yang kita berikan kepada mereka akan berubah menjadi amalan hafalan al-Quran. Demikian pula ketika harta itu kita berikan kepada orang soleh lainnya.
Demikian, Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Read more https://pengusahamuslim.com/6510-arti-penting-harta-dalam-islam.html