Bagaimana Peran Kita Ketika Rasulullah Dihina?

Para ulama menjelaskan bahwa kita sebagai umat Islam memiliki peran yang berbeda-beda dalam menyikapi penghinaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Peran dari orang yang berada di pemerintahan, yang menjadi ulama, atau yang menjadi masyarakat umum (rakyat biasa), dalam membela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kemampuannya.

Ketika Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dihina dan dicaci, maka wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk membela, menunjukkan ekspresi marah karena agama, serta tidak rida. Di satu sisi, kita juga perlu tetap tenang bersikap dan mengambil peran sesuai dengan wewenang kita yang diatur oleh syariat.

Syaikh Shalih bin ‘Abdillah Al-‘Ushaimi menjelaskan,

منازل نصرة المسلمين نبيَّهم ﷺ شرعًا درجاتٌ؛ فمنها ما هو لحكَّامهم، ومنها ما هو لعلمائهم، ومنها ما هو لعامَّتهم؛ وبيانها مذكورٌ في تصانيف الفقهاء وغيرهم، فعلى العبد أن يعرف ما عليه، ويجتنب الوقوع فيما يُخالف الشَّرع؛ لتقع نصرتُه موقعها، ويفوز بأجرٍ ولا يرجع بإثمٍ.

“Kedudukan kaum muslimin ketika membela Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam ada beberapa tingkatan secara syariat. Ada wewenang dari pemerintah/ulil amri, ada wewenang dari ulama, dan ada wewenang dari masyarakat awam (rakyat biasa). Penjelasannya ada dalam buku dan tulisan para ulama. Seorang muslim harus mengetahuinya dan menjauhi terjerumus dalam hal-hal yang menyelisihi syariat agar pembelaan tersebut sesuai dengan sasaran, mendapatkan pahala, dan tidak menjadi sebuah dosa.” [1]

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan juga dalam masalah ini adalah:

Pertama, ketika ada yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu kita sebagai muslim wajib menunjukkan sikap tidak rida dan marah karena agama. Akan tetapi, tentu kita perlu tetap bersikap tenang dan bertindak sesuai dengan wewenang kita yang telah diatur dalam syariat.

Kedua, terkait hukuman bagi penghina terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah kami tulis di artikel sebelumnya dengan kesimpulan: yang berhak menghukum penghina Nabi shallallahu’ alaihi wa sallam adalah ulil amri. Jika dia ada di negara muslim, maka ulil amri yang memiliki wewenang menjatuhkan hukuman mati. Jika dia di negara kafir, boleh dibunuh atas izin ulil amri muslim atau melalui jalan jihad yang syar’i.

Ketiga, sebagaimana penjelasan Syaikh Shalih Al-‘Ushaimi di atas, bahwa setiap kita memiliki wewenang masing-masing dan hendaknya tidak melampui wewenang tersebut. Mengingkari kemungkaran memiliki tingkatan, tidak semua harus dengan tangan atau pedang, karena mengingkarinya dapat dilakukan terkadang dengan lisan saja dan bahkan terkadang mengingkari dengan hati diiringi dengan kesabaran.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak bisa, maka dengan lisannya. Jika tidak bisa juga, maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman.”  [2]

Contoh: Apabila kita melihat seorang Muslim sedang mabuk (dengan kondisi Indonesia saat ini). Apakah kita sebagai rakyat jelata langsung memberikan hukuman hadd cambuk kepada dia? Apakah kita langsung marah-marah dan membuang botol khamrnya? Apakah kita langsung menghancurkan toko yang menjual minuman keras? Apakah bijak kita mengubah kemungkaran dengan tangan, namun status kita hanyalah sebagai rakyat jelata?

Keempat, terkadang mengingkari kemungkaran dengan cara yang tidak hikmah akan menghasilkan bahaya yang lebih besar. Misalnya penyerangan terhadap kantor media Charlie Hebdo pada tahun 2015 karena mereka melakukan penghinaan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dampaknya sebagai berikut [3]:

1. Timbul serangan balasan kepada kaum muslimin berupa penembakan, pemboman, pembakaran, maupun kekerasan fisik lainnya [4].

2. Charlie Hebdo akan menerbitkan 1 juta eksemplar dari semula hanya 30 ribu eksemplar [5].

3. Timbul inisiatif mereproduksi karikatur Charlie Hebdo atau membuat karikatur sejenis yang menghina Islam dan kaum muslimin [6].

4. Timbul gerakan ‘solidaritas orang-orang kafir di berbagai tempat/negara [7].

5. Adanya kemungkinan naiknya gerakan Islamophobia [8].

Demikian, semoga kita bersikap dengan sempurna, kita sangat setuju dan sangat ingin penghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dihukum mati, akan tetapi cara dan prosedurnya harus tetap sesuai dengan bimbingan syariat.

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Arikel www.muslim.or.id