Bahaya Lisan (Afatul Lisan)

Afatul lisan adalah dua ungkapan kata yang memiliki arti bahaya lidah. Hal ini, bukan berarti lidah selalu membawa mudhorat bagi manusia, karena lidah juga bermanfaat bagi manusia. Dengan lidah, seseorang dapat berbicara dan menyampaikan maksud yang diinginkan. Namun, harus disadari pula, bahwa betapa banyak orang yang tergelincir karena lidahnya, akibat ketidakmampuan pemilik lidah menjaga dari ucapan dan kata-kata yang keluar dari lidah tersebut.

Karena itu, sangatlah urgen dalam kehidupan seorang Muslim memahami bahaya dari lisan sebagaimana juga memahami akan manfaat lisan tersebut. Dua hal penting yang sering diingatkan Islam kepada kita-manusia- adalah menjaga dan memelihara dengan baik lidah dan tingkah laku.

Rasulullah SAW berpesan kepada kita semua yaitu: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Qiyamat hendaklah berkata yang baik atau diam.” Pesan ini menekankan tentang pentingnya menjaga tutur kata, tidak mengucapkan hal yang buruk dan menyakiti hati, karena bertutur sembarang tanpa pikir akan membawa kepada krisis lain yaitu permusuhan, kekacauan bahkan pertumpahan darah.

Kasus Ahok menjadi salah satu bukti ketika lisan tidak dijaga. Apalagi, ada agenda setting yang sudah ditata jauh sebelumnya dengan tujuan menistakan, mengadu domba, mengilpiltrasi dan lain-lain. Akhirnya, negeri ini bergoyang  gara-gara lisan Ahok begitu bebas mengeluarkan steatmen yang membuat umat Islam ‘terbangun dari tidurnya’.

Maka, dengan menjaga lidah dan tutur kata, dapat dipastikan akan terjalinnya kehidupan yang tenteram, damai, dan sejahtera di tengah masyarakat sepanjang masa. Dalam konteks inilah, Rasulullah SAW berpesan supaya menjaga lidah dan tingkah laku agar tidak mengganggu dan melampaui batas atau menyentuh hak dan muruah(wibawa) orang lain.

Allah SWT berfirman: “Pada hari ketika lidah, tangan dan kaki menjadi saksi atas mereka terhadap apa-apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. 24:24). Dalam hadis disebutkan:  “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat”. (Muttafaq ‘alaih, dari Abu Hurairah)

Lidah juga merupakan sarana mempermudah manusia menyampaikan maksud yang diinginkan kepada orang yang diajak bicara sehingga dengan itu orang yang diajak bicara akan memahami maksud dari orang tersebut. Jika lisan tidak ada, maka seseorang akan sulit berbicara dan menyampaikan sesuatu yang diinginkan kecuali dengan bahasa isyarat. Nabi SAW telah bersabda: “Barang siapa mampu menjaga apa yang terdapat antara dua janggut dan apa yang ada di antara dua kaki, maka aku jamin dia masuk surga. (Muttafaq ‘alaih, dari Sahl bin Sa’ad)

Bila seseorang telah mengerti bahwa ia akan dihisab dan dibalas atas segala ucapan lidahnya, maka dia akan tahu bahaya kata-kata yang diucapkan lidah, dan dia pun akan mempertimbangkan dengan matang sebelum lidahnya dipergunakan. Allah berfirman: “Tidak ada satu ucapan pun yang  diucapkan, kecuali di dekatnya ada malaikat Raqib dan ‘Atid.” (QS.Qoof: 18)

Menuju surga cepat dengan lisan, menuju neraka pun cepat dengan lisan. Lisan bagai ‘jaring’ kalau menjaringnya baik akan mendapatkan hasil yang baik. Sebaliknya, jika tidak, hasilnya akan sedikit dan melelahkan. Kata orang, lidah tidak bertulang, maka lebih senang mengatakan apa-apa tanpa berpikir. Bahaya lidah ini sebenarnya besar sekali. Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, “Tiada akan lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tiada akan lurus hatinya, sehingga lurus pula lidahnya. Dan seorang hamba tidak akan memasuki syurga, selagi tetangganya belum aman dari kejahatannya.”

Allah telah memberikan batasan tentang pembicaraan agar arahan pembicaran kita bermanfaat dan berdampak terhadap sesama, sebagaimana firman-Nya:  “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadaqah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (Annisa :114). Allahu ‘alam Bi Shawab…..

Oleh: Umar Yusuf SSosI,
Kepala Departemen Baitul Maal Yayasan Babussalam Al-Muchtariyah

 

sumber: Republika Online