Kita selaku makhluk hanya bisa berencana dan berusaha sebisa dan semampu mungkin. Hasil akhir kita pasrahkan penuh kepada Allah Zat Yang Maha Menentukan. Rencana atau planing yang baik merupakan langkah awal untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Berusaha merupakan kewajiban yang harus kita tekuni untuk mendapatkan hasil dari rencana awal yang kita canangkan.
Masalah hasil akhir dan pendapatan kita semua adalah ketentuan dan takdir Allah. Sikap yang kita ambil selaku hamba setelah perencanaan dan berusaha, adalah tawakal dan pasrah penuh akan hasil akhir kepada Allah selaku penentu. Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari (w. 709 H) dalam kitabnya al-Hikam menegaskan:
رُبَّـمَــا اَفَـادَكَ فِى لَيْـلِ اْلقَبْضِ مَـالَمْ تَسْــتَفِدْ فِى اِشْرَاقِ نَهَـارِ اْلبَسْـطِ لَاتَـدَ رُوْنَ اَيُّهُـمْ اَقْـرَبُ لَكُـمْ نَفْعٌـا
“Kadang-kadang engkau mendapatkan faedah di kala kelamnya malam, apa yang tidak engkau peroleh faedah di waktu hari terang benderang. Kalian sendiri tidak dapat mengetahui mana yang paling berfaedah bagimu.”
Dalam kutipan teks mutiara yang diambil dari kitab al-hikam karya Ibnu Athaillah seakan mewakili dan memperjelas sikap yang harus kita ambil selaku makhluk, terkadang suatu hal yang menurut pendapat kita baik belum tentu itu baik menurut Allah, begitupun sebaliknya.
Buruk menurut kita bukan berarti buruk menurut Allah. Dalam surah al-Baqarah ayat 216 Allah menjelaskan akan hal ini. Allah Swt. berfirman:
Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal sejatinya itu buruk dan merugikan bagi kalian, seperti tidak berangkat ke medan jihad. Tindakan ini dapat mendatangkan kehinaan dan penjajahan oleh musuh. Dan Allah benar-benar mengetahui secara pasti mana perkara yang baik dan mana perkara yang buruk, sedangkan kalian tidak mengetahuinya. Maka sambutlah perintah-Nya, karena perintah-Nya itulah yang berisi kebaikan bagi kalian.
Bagi seorang hamba yang sudah makrifat pada Allah akan memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan umum. Dalam menyikapi datangnya nikmat dan terkena musibah, tidak hanya dipikirkan ini baik atu tidak, semua yang dialami dipikirkan dan diyakini itulah yang terbaik. Hikmah dan kehendak Allah sebagai Tuhan pencipta semesta juga diyakini akan membawa kebaikan kepada kita.
Sebagian orang ketika melihat temannya mendapatkan nikmat yang lebih dari pada dia. Lebih kaya, lebih tampan, lebih populer, lebih pintar, maka ia akan berucap “Kenapa aku tidak sama seperti dia andai aku sama seperti dia betapa beruntungnya diriku ini”. Mereka anggap mendapatkan nikmat yang lebih dari Allah sebagai puncak kebahagiaan. Mereka tidak sadar dalam keadaan melarat dan posisi sedang berada di bawah, justru terkadang yang bisa membawa kita pada jalur yang lebih baik untuk mendapatkan ridha Allah, dengan bersabar dan menerima ketetapan Allah.