Medio tahun 1947, Kiai Nuril Huda meyakini bahwa mencium tangan sesorang yang baru menunaikan ibadah haji bisa membawanya kelak ke Tanah Suci pula.
Usai salaman, Nuril muda langsung kembali ke pondoknya di Langitan. Dia merasa lega telah bersalaman dan meminta doa kepada orang yang baru datang dari Tanah Suci sesuai pesan ayahnya.
Setibanya di pesantren, dia ditertawakan oleh temannya. Karena telah berjalan kaki sejauh total 26 km hanya untuk minta doa dari orang yang bahkan tidak dikenal.
“Ya lah, nggak apa-apa, barangkali doanya pak haji itu, makbul,” kata dia enteng.
Saat ini, tepatnya 67 tahun setelah kejadian itu. Nuril telah melasanakan ibadah haji lebih dari yang diwajibkan oleh Allah SWT. Dia bersyukur, di usianya yang menginjak 76 tahun dia telah mekasanakan 13 kali ibadah haji dan puluhan kaliibadah umroh.
Terlebih, hampir sebagian besar dari keberangkatannya ke rumah Allah SWT tanpa biaya sendiri. Nuriol mengaku, dia kerap dipercaya untuk melaksanakan tugas membimbing jamaah haji, atau tugas lain yang membebaskan dirinya dari pembiayaan haji yang begitu mahal.
“Saya tidak tahu gimana, mungkin ini berkah dari pak haji yang medoakan saya dulu itu,” katanya sambil tersenyum.