Seiiring berjalannya waktu, jutaan orang Muslim berkumpul untuk melakukan haji pada musim haji 1438 H. Para jamaah haji pun membentuk antrean untuk menyentuh batu hitam dan bahkan berebut untuk menciumnya.
Tapi apakah batu hitam itu? Dan apa artinya dalam Islam?
Batu hitam itu diturunkan dari surga. Seperti disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Batu Hitam turun dari surga.” (At-Tirmidzi)
Pada kesempatan lain, Nabi SAW menggambarkan batu hitam tersebut dengan mengatakan, “Ketika batu hitam turun dari surga, itu lebih putih dari susu, tapi dosa anak-anak Adam membuatnya menjadi hitam.” (At- Tirmidzi)
Dilansir Saudi Gazzete, hadis ini menjelaskan bahwa dosa orang-orang yang menyentuh batu itu, menyebabkannya menjadi hitam.
Al-Haafiz ibn Hajar berkata, “Beberapa bidah mencoba mengkritik hadis ini dengan mengatakan, ‘Mengapa dosa orang-orang kafir mengubahnya menjadi hitam dan pemujaan terhadap orang-orang terhadap Allah tidak menjadikannya putih?’
Kemudian Bibi Zainab Dowlut berpendapat dengan mengutip apa yang dikatakan Ibn Qutaybah. “Jika Allah berkehendak, itu akan terjadi. Tapi, Allah telah menyebabkannya menjadi hal yang hitam. Berlawanan dengan apa yang terjadi dengan warna putih.”
Bibi Zainab Dowlut tidak dapat membayangkan jika dosa memiliki efek buruk pada batu karang dan bagaimana kaitannya dengan hati manusia yang terbuat dari daging. Hal tersebut mengingatkan akan hadis lain, di mana Rasulullah SAW menyebutkan efek dosa di hati.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ketika orang beriman melakukan dosa, sebuah titik hitam muncul di dalam hatinya. Jika dia bertobat, menyerahkan dosa itu, dan mencari pengampunan, hatinya akan dipoles. Tapi, jika (dosa) meningkat, (titik hitam) meningkat. Itulah Ran (penutup atau noda) yang Allah sebutkan di dalam Kitab-Nya: “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka,” (QS. Al-Muthaffifiin ayat 14)
Tahukah Anda bahwa batu hitam akan berbicara pada hari kiamat dan bersaksi?
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW bersabda tentang batu: Demi Allah, Allah akan membawanya pada hari kiamat, dan itu akan memiliki dua mata untuk melihat dan lidahnya yang akan berbicara, dan itu akan bersaksi untuk orang-orang yang menyentuhnya dengan tulus.” (At-Tirmidzi)
Haruskah Muslim yang melakukan haji atau umrah menyentuh batu hitam itu? Apakah Nabi Muhammad SAW menyentuh batu hitam selama ziarahnya?
Diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdullah bahwa ketika Rasulullah SAW datang ke Makkah, dia sampai ke batu hitam dan menyentuhnya, lalu dia berjalan ke sebelah kanannya, dan berlari tiga kali dan berjalan empat kali di sekitar Ka’bah). (HR Muslim)
Maka, menyentuh batu hitam itu harus dilakukan sebelum tawaf, keliling mengelilingi Kabah. Bahkan menganjurkan untuk menciumnya, karena Nabi SAW terlihat melakukannya.
Pendampingnya, Umar ibn Al-Khattab mendatangi batu hitam dan menciumnya, lalu dia berkata, “Saya tahu bahwa Anda hanyalah sebuah batu yang tidak dapat memberi keuntungan atau menimbulkan bahaya. Jika bukan karena saya telah melihat Nabi SAW mencium, saya tidak akan mencium Anda. “(Bukhari dan Muslim)
Namun, orang harus tahu bahwa itu hanyalah sebuah batu, dan tidak memiliki kemampuan atau kekuatan. Tidak dapat menyebabkan kerugian atau membawa manfaat. Sering kali orang menjadi ekstrem dalam menciumnya, menggosok wajahnya beserta pakaian mereka.
Jika memungkinkan orang-orang akan membawanya pulang. Perlu diingat bahwa manfaat dan kerugian hanya dari Allah. Meski begitu, menyentuh batu itu adalah sarana pembebasan.
Diriwayatkan bahwa Ibn Umar berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Menyentuh mereka berdua (Batu Hitam dan al-Rukn al-Yamani) adalah penebusan dosa.” (At-Tirmidzi).
Jika seseorang tidak dapat mencapainya karena kerumunan orang atau alasan lain, maka dia harus menyentuhnya dengan benda lain dan mencium benda itu. Dan jika dia tidak dapat melakukan itu, maka dia harus menunjuk ke arahnya dan mengatakan Allahu-Akbar, karena semua ini diberitahukan oleh Nabi.
Dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang pergi untuk mencium atau menyentuh batu haruslah menjaga etiket Islam. Tidak membahayakan orang lain dengan mendorong, atau menginjak seperti yang sering terjadi. Kebiasaan ini harus diubah, sebab Islam mengajarkan sopan
dan santun.
Demikian pula, bahasa kotor dan berteriak pada orang juga harus dihindari. Pertahankan kesabaran agar tulus dan dapatkan pahala dari penebusan dosa.