Pernah Rasulullah mengisahkan tentang seorang hamba Allah di zaman dahulu yang sangat saleh bernama Juraij. Demikian salehnya sehinga dia membuat sebuah surau tempat dia memencilkan diri untuk beribadah kepada Allah. Dia tinggal dalam surau tersebut dan jarang pergi menjenguk ibunya, padahal ibunya masih hidup dan sudah tua. Apabila ibunya sudah sangat rindu kepadanya, beliaulah yang datang melihatnya. Dihormatinya ibunya tersebut sejenak, lalu dia meneruskan lagi shalat dan ibadahnya.
Pada suatu hari, ibunya datang dan didapati Juraij sedang sangat tekun beribadah. Dipanggil-panggilnya anaknya. “Juraij. Juraij!”
Namun Juraij asyik shalat. Ibunya memanggil lagi.
Lalu dia menadahkan tangan ke langit, “Tuhanku… ibukukah atau shalatku! lbukukah atau shalatku!” Akhirnya, Shalatnya dilanjutkan dan ibunya tidak dipedulikan.
Sedih hati ibunya. Kemudian, dia menadahkan tangannya ke langit seraya menyampaikan permintaan kepada Tuhan . “Ya Allah, sebelum anakku Juraij ini meninggal, biar dilihatnya juga perempuan lacur!”
Setelah berdoa demikian, ibu Juraij pergi meninggalkan tempat beribadah Juraij, dan dia tidak menoleh-noleh lagi ke belakang karena sangat sedih hatinya.
Tidak berapa lama kemudian datang seorang perempuan pengembala ternak yang namanya telah kotor karena kejahatannya.
Dia menggembalakan ternaknya dekat surau si Juraij. Dia mencoba merayu-rayu Juraij yang saleh, tetapi tidak berhasil. Juraij tetap teguh dalam ibadahnya, tekun dalam shalatnya. Perempuan lacur tersebut kemudian pergi berzina dengan seorang penggembala lain sampai hamil. Kian lama perutnya kian besar sehingga timbul kecurigaan orang sekampung melihat perempuan tersebut hamil, tetapi tidak bersuami.
Perempuan tersebut segera ditangkap dan ditanyai dengan siapa dia berzina. Dia menjawab bahwa dia berzina dengan Juraij. Tidak berapa lama kemudian, demikian menurut salah satu dari riwayat tersebut, anak tersebut pun lahir. Setelah perempuan tersebut melahirkan anaknya, tangan dan leher perempuan jahat tersebut diikat dan digiring bersama-sama ke tempat Juraij beribadah. Juraij didapati sedang beribadah seperti biasa.
Sementara, orang-orang di luar telah berteriak-teriak menuduhnya sebagai seorang alim yang palsu, seorang munafik. Sebelum dia sempat menjawab atau mempertahankan diri, suraunya sudah mulai diruntuhkan orang dan dia diseret keluar, diikat tangan dan lehernya, digiring bersama-sama perempuan lacur tersebut oleh orang banyak untuk dihukum bunuh.
Setelah dikatakan kepadanya bahwa dia akan dihukum mati bersama perempuan lacur tersebut sebab mereka telah melakukan zina, barulah Juraij mengerti mengapa dia diseret, mengapa suraunya diruntuhkan, dihancurkan habis, dan diratakan dengan tanah. Sebelum dihukum; Setelah dikatakan kepadanya bahwa dia akan dihukum mati bersama perempuan lacur tersebut sebab mereka telah melakukan zina, barulah Juraij mengerti mengapa dia diseret, mengapa suraunya diruntuhkan, dihancurkan habis, dan diratakan dengan tanah.
Sebelum dihukum; Juraij meminta agar mereka berhenti sebentar. Orang pun terdiam, tetapi di wajah masing-masing terbayang rasa kebencian. Lalu, Juraij mendekat kepada perempuan lacur yang sedang menyusui anaknya tersebut. Anak yang tidak jelas siapa bapaknya, yang dituduhkan perempuan tersebut bahwa Juraijlah bapaknya.
Semua orang diam. Juraij tegak berdoa sebentar, menengadahkan wajahnya ke langit memohon pertolongan kepada Tuhan, lalu dipegangnya anak bayi yang baru lahir tersebut dengan lemah lembut.
Dia bertanya, “Hai Buyung! Katakanlah, siapa bapakmu yang sebenarnya?” Semua orang diam menunggu.
Anak tersebut kemudian melepaskan mulutnya dari susu ibunya dan berkata, “Bapakku ialah si anu tukang gembala.”
Perkataan anak ini didengar oleh semua orang. Sesudah berkata demikian, anak tersebut kembali menyusu dan tidak berkata-kata lagi.
Orang-orang berpandangan satu kepada yang lain. Akhirnya, serentak mereka tersungkur ke hadapan Juraij, minta ampun atas kesalahan, dan Juraij yang saleh bertambah besar dan agung di mata mereka. Kemudian, datang tetua kampung tersebut kepada Juraij, memohon izin hendak membangun kembali surau yang telah mereka runtuhkan dengan bertahtakan emas dan perak. Namun dengan tenang Juraij menjawab, “Biarlah surau yang seperi dahulu saja, dibuat dari tanah.”