Diskriminasi adalah musuh besar umat manusia. Diskriminasilah yang menyebabkan manusia menjadi terkotak-kotakkan satu sama lain. Salah satu bentuk diskriminasi yang paling sering terjadi adalah diskriminasi terhadap perempuan.
Saat ini, kasus diskriminasi terhadap perempuan bertambah setiap tahunnya, bahkan muncul dalam beragam bentuk yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Zaman bergerak, bentuk-bentuk diskrimnasi terhadap perempuan kian beragam bentuknya.
Hal itulah yang menjadi alasan mengapa diskriminasi terhadap perempuan masih menjadi isu yang hangat untuk didiskusikan. Isu ini tidak hanya menjadi pembicaraan dalam tingkat nasional, tapi juga dalam tingkat internasional.
Diskriminasi adalah isu yang harus menjadi perhatian bersama sebab seiring berkembangnya zaman, diskriminasi sejatinya mesti dihapuskan, bukan malah kian menjadi-jadi.
Apa Itu Diskriminasi?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, apa yang disebut sebagai diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya.
Sementara secara istilah, diskriminasi adalah sikap membedakan secara sengaja terhadap golongan-golongan yang berhubungan dengan kepentingan tertentu. Pembedaan tersebut biasanya didasarkan pada agama, etnis, suku, dan ras. Diskriminasi cenderung dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.
Penyebab terjadinya diskriminasi biasanya karena dua hal, yakni prasangka dan stereotip yang ada di masyarakat. Prasangka adalah perasaan negatif terhadap seseorang atau kelompok semata-mata berdasar pada keanggotaan dalam sebuah kelompok tertentu.
Prasangka dari suatu kelompok terhadap kelompok lain muncul karena agresi. Sebuah kelompok akan melakukan agresi apabila usahanya untuk memperoleh kekuasaan terhalang.
Apabila agresi terhalang oleh kelompok lain, maka agresi akan dialihkan dengan mengkambinghitamkan kelompok lain tersebut. Tindakan ini akan berkembang menjadi prasangka yang dianut oleh anggota kelompok yang melancarkan agresi.
Sementara itu, stereotip bisa diartikan sebagai citra kaku tentang kelompok ras atau budaya lain tanpa memerhatikan kebenaran dari citra tersebut. Contoh stereotip adalah pandangan terhadap lapisan bawah masyarakat yang dinilai bersifat malas, bodoh, tidak berambisi, dan lain sebagainya.
Diskriminasi Terhadap Perempuan
Pada 1984, Indonesia sebenarnya telah meratifikasi Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Keberadaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ternyata tak mampu menjamin. Diskriminasi terhadap perempuan tetap saja terjadi. Oleh karena itu,, harus ada instrumen dengan kekuatan mengikat untuk mengatasinya.
Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020, tercatat bahwa sejak 10 tahun belakangan, formulir CATAHU dilengkapi dengan lembar isian terkait isu khusus.
Lembar tersebut berfungsi untuk mencatat data korban kekerasan yang dialami komunitas minoritas seksual, perempuan dengan disabilitas, perempuan rentan diskriminasi (HIV/AIDS), perempuan pembela HAM dan kasus-kasus Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS).
Defi Uswatun Hasanah dalam Jurnal Harkat Edisi 12 Tahun 2016 mencatat bahwa kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan bermula dari budaya patriarki. Lebih spesifik dalam pemahaman tentang superioritas laki-laki terhadap perempuan.
Pandangan ini diperparah dengan munculnya banyak sekali pemahaman terhadap teks- teks agama yang diyakini sebagai legitimasi terhadap superioritas laki-laki atas perempuan.
Dalam jurnal tersebut, Defi juga mencatat bahwa diskriminasi pun diyakini sebagai pengaruh dari kekerasan terhadap perempuan. Mengapa demikian? Sebab, diskriminasi hampir terjadi dalam setiap bidang kehidupan.
Salah satu bentuk diskriminasi yang terjadi adalah sistem hukum yang dinilai oleh masyarakat menjadi lembaga yang menyuburkan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
Dari pemaparan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang kita hadapi bukan hanya tentang diskriminasi, tapi juga efek dari sikap diskriminasi tersebut yakni kekerasan terhadap perempuan.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan tidak hanya terjadi dalam lingkup nasional, tapi juga telah menjadi permasalahan internasional yang mangakar dan menguat.
Diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan tidak hanya berdampak pada sisi sosial, tapi juga berdampak dengan menyusulnya kekerasan yang dialami perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.
Di Indonesia misalnya, perempuan dinilai sebagai sosok yang rentan menerima kekerasan dan diklaim sebagai sosok yang lemah dan tak berdaya. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, derajat perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki.
Jika ditelusuri lebih dalam di kehidupan sehari-hari, jumlah angka kekerasan terhadap perempuan berdampak pada hal-hal yang sangat serius seperti kekerasan seksual, tindak perkosaan, perdagangan perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah konsep yang baru dikenal dalam Konferensi Dunia tentang Wanita III di Nairobi. Konferensi tersebut berhasil menggalang konsensus internasional atas pentingnya mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Belum didapati pengertian yang tunggal tentang kekerasan terhadap perempuan dalam konsensus tersebut. Akan tetapi, ada beberapa pengertian yang bisa mewakili tentang pengertian kekerasan terhadap perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan menurut Pasal 2 Deklarasi PBB Tentang Penghapusan Kekeran Terhadap Perempuan adalah setiap perbuatan yang berdasarkan pembedaan kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.
Istilah kekerasan terhadap perempuan sejatinya memang tidak ada dalam khasanah hukum di Indonesia. Musdah Mulia dalam Ensiklopedi Muslimah Reformis (2020) mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan ini juga dikenal dengan istilah kekerasan berbasis gender (genderbasedviolence) karena pada umumnya banyak terjadi terhadap perempuan.
Kekerasan berbasis gender diakui sebagai bentuk diskriminasi yang menghalangi kesempatan perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas dasar suatu kesamaan hak perempuan dan laki-laki.
Kekerasan yang terjadi pada perempuan tidak bisa dilepaskan dari adanya faktor budaya yang memberikan legitimasi atas tindakan kekerasan tersebut. Budaya patriarkhi yang telah mengakar menimbulkan penilaian bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah suatu hal yang wajar.
Penyebab kekerasan yang terjadi pada perempuan dapat dibedakan atas diskriminasi gender, budaya patrirak, pemahaman bias terhadap ajaran agama, dan tatanan hukum yang belum memadai.
Diskriminasi Gender
Diskriminasi gender adalah pembedaan jenis kelamin atau gender. Pada dasarnya diskriminasi gender adalah setiap pembedaan, pengingkaran, atau pembatasan yang senantiasa dilekatkan oleh masyarakat pada umumya dengan alasan gender.
Hal tersebut menimbulkan penolakan terhadap pengakuan keterlibatan atau penolakan terhadap pelanggaran hak asasinya atas persamaan laki-laki dan perempuan dalam semua aspek kehidupan.
Banyak sekali bentuk diskriminasi yang menimpa perempuan. Diskriminasi bisa terjadi dalam bentuk diskriminasi langsung dan diskriminasi tidak langsung. Diskriminasi langsung terjadi apabila seseorang diperlakukan secara berbeda akibat perilaku atau sikap dari suatu aturan.
Sedangkan diskriminasi tidak langsung biasanya terjadi melalui kebijakan atau peraturan yang berakibat hanya pada jenis kelamin tertentu. Ada jugaa yang dikenal dengan istilah diskriminasi sistematik.
Diskriminasi sistematik bisa diartikan sebagai hasil ketidakadilan yang berakar dari sejarah, adat, norma atau struktur yang dibuat oleh masyarakat setempat yang kemudian diwarisi oleh generasi berikutnya.
Apabila dipandang dari perspektif hak asasi manusia, diskriminasi tersebut melanggar HAM, dan diskriminasi terhadap perempuan melanggar hak asasi perempuan. Karena itulah, pemberdayaan perempuan dibutuhkan agar para perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya.
Tidak Ada Ayat Diskriminasi
Dalam Al-Qur’an, tidak ada satu ayat pun yang menunjukkan bahwa Allah Swt. telah menciptakan perempuan dari bahan penciptaan yang lebih rendah ketimbang bahan untuk laki-laki.
Selain itu, tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa harkat, martabat, dan derajat perempuan adalah parasit dan karena itu posisi perempuan lebih rendah ketimbang laki-laki.
Selanjutnya, dalam Al-Qur’an juga tidak ada satu ayat pun yang mengandung anggapan meremehkan perempuan. Tidak ada juga ayat tentang perbedaan watak dan struktur fisiologis antara laki-laki dan perempuan.
Al-Qur’an justru dengan jelas mengatakan bahwa Allah Swt. menciptakan perempuan dari laki-laki dari zat atau entitas yang sama dengan laki-laki. Mengenai penciptaan Adam penciptaan seluruh umat manusia, Allah Swt. berfirman dalam Qur’an Surat An-Nisa Ayat 1:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Yā ayyuhan-nāsuttaqụ rabbakumullażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa min-hā zaujahā wa baṡṡa min-humā rijālang kaṡīraw wa nisāā, wattaqullāhallażī tasā
alụna bihī wal-ar-ḥām, innallāha kāna ‘alaikum raqībā
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Saat ini, pandangan bahwa perempuan sumber segala dosa masih dipercaya banyak orang. Bahkan, ada pandangan yang menyatakan bawha perempuan diciptakan dari iblis. Iblis menggoda Hawa dan Hawa menggoda Adam yang menyeretnya dari surga dan pandangan menghina lainnya yang dimaksudkan untuk merendahkan perempuan.
Pandangan lain yang merendahkan perempuan adalah bahwa perempuan tidak secerdik laki-laki. Ada juga yang menyatakan bahwa perempuan tidak mampu melewati tahap-tahap pencerahan spiritual seperti apa yang dialami oleh laki-laki.
Untuk menyucikan Al-Qur-an dari tuduhan-tuduhan yang telah disebutkan, sejumlah besar ayat menyatakan bahwa pahala kehidupan di akhirat dan kedekatan kepada Allah Swt. tidak ditentukan oleh jenis kelamin.
Kedekatan kepada Allah Swt. hanya ditentukan oleh amal dan kadar ketaqwaan masing-masing individu, baik perempuan atau laki-laki. Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa keshalihan istri Nabi Adam, istri Nabi Ibrahim, ibu Musa as dan ibu Isa as, dan isteri Fir’aun dengan penghormatan yang begitu besar.
Hal tersebut dengan gamblang membuktikan bahwa potensi untuk terjerumus dalam lembah kejahatan atau terangkat menjadi manusia terhormat di mata Allah Swt. sebenarnya tidak bergantung pada jenis kelamin.
Hanya kadar iman dan taqwa masing-masing yang menentukan seorang manusia sebagai manusia terhormat. Allah Swt. telah memberikan dua potensi yakni iman dan taqwa untuk perempuan dan laki-laki.[]