Masa Haid Seorang Wanita, antara 24 Jam sampai 15 Hari Lamanya

MASA haid seorang wanita paling sedikit sehari semalam. Dan paling lama lima belas hari. Dan yang biasa enam atau tujuh hari.

Allah SWT memberikan perbedaan yang begitu nyata kepada kaum perempuan. Kaum perempuan memiliki masa-masa tertentu untuk membuang kotoran yang ada pada tubuhnya. Inilah yang kita kenal sebagai haid. Ya, haid merupakan darah yang keluar dari vagina perempuan.

Masa Haid Seorang Wanita, Ketika Wanita Haid …

Ketika mengalami haid seorang perempuan tidak diperkenankan untuk melakukan ibadah-ibadah mahdah, seperti halnya shalat, puasa, membaca Al-Quran dan lain sebagainya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk selalu mengingat Allah dengan terus berdzikir kepada-Nya.

Meski begitu, rasa ingin segera kembali melakukan ibadah seperti semestinya tentu begitu dirindukan bukan? Oleh sebab itu, seorang perempuan haid harus menunggu suci terlebih dahulu. Lalu, seberapa lama ya masa haid itu?

Masa Haid Seorang Wanita, Paling Sebentar dan Paling Lama

Masa haid paling sedikit sehari semalam. Dan paling lama lima belas hari. Dan yang biasa enam atau tujuh hari.

Menurut madzhab Hanafi, masa haid paling sedikit tiga hari tiga malam, dan paling lama sepuluh hari sepuluh malam. Jika seorang perempuan telah biasa mengalami haid dalam beberapa hari tertentu, kemudian berubah dan bertahan lama dari kebiasaannya, maka tambahan atau perubahan itu harus dihitung sebagai masa haid.

Umpamanya seorang biasanya haid selama tiga hari. Kemudian bertambah menjadi empat hari, maka kebiasaannya berubah menjadi empat hari, yaitu hari keempat dihitung sebagai hari haid.

Begitulah halnya sampai kehitungan kesepuluh. Apabila lebih dari sepuluh hari, maka darah yang keluar itu bukan lagi darah haid tetapi darah istihadhah. Tambahan lebih dari sepuluh tidak lagi diperhitungkan sebagai masa haid, tetapi kembali seperti biasa.

Masa Haid Seorang Wanita, Menurut Madzhab Maliki

Menurut madzhab Maliki tidak ada batas waktu paling sedikit masa haid itu dengan membandingkannya kepada ibadah.

Baik dengan memandang darah yang keluar dan dengan memandang masanya sekalipun darah yang keluar itu hanya segumpal dan dalam waktu sekejap, maka perempuan itu dapat dikatakan haid.

BACA JUGA: Bolehkah Wanita Haidh Berwudhu sebelum Tidur?

Masa Haid Seorang Wanita, ‘Iddah dan Istibra’

Adapun dengan membandingkannya kepada masa ‘iddah dan istibra’, mereka mengatakan masa haid itu paling sedikit satu hari atau setengah hari. Dan tidak ada batas paling lama, karena tergantung dari darah yang keluar.

Dan juga tidak dapat ditakari, umpamanya seliter, lebih atau kurang. Sedangkan berdasarkan masa, maka paling lama ditaksir lima belas hari bagi orang permulaan yang belum pernah hamil. []

Referensi: Fiqih Perempuan/Karya: Muhammad ‘Athiyah Khumais/Penerbit: Media Da’wah

ISLAMPOS

Jangan Suka Ngerumpi!

Dunia kamu wanita sangat identik dengan ngerumpi. Kecuali mereka yang dianugerahi taufiq Allah ta’ala untuk menjaga lisannya. Dalam KBBI, merumpi artinya: mengobrol sambil bergunjing dengan teman, biasanya dalam kelompok kecil. Terlalu banyak berbicara tanpa tujuan atau sekedar untuk mengisi waktu seringkali melalaikan wanita hingga tanpa disadari ia terjerumus kepada ghibah. Bahkan tak jarang karena bergaul dengan teman yang hobi merumpi ia mulai kurang bersyukur pada suaminya atau mengekspos aib-aib suaminya. Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Yang terbaik dilakukan seorang laki-laki (suami) adalah menjauhkan wanita dari interaksi (ngerumpi) sesamanya karena mereka akan merusak dari (bersyukur) kepada suami.” (Al-Furu’ Ibnu Muflih, 5/108).

Sungguh nasehat indah agar wanita terjaga agamanya dan menjauhi ngerumpi karena ini perkara yang dianggap sepele oleh banyak wanita yang kurang taat pada Allah Ta’ala. Membuat wanita bahkan membenci suaminya atau kurang puas dengan nafkah dari suami karena terpengaruh obrolan dengan temannya. Bisa jadi karena berawal dari ngerumpi wanita menuntut hal-hal yang di luar kemampuan suami entah berkaitan dengan makanan, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya yang lebih bersifat materi dunia. Karena dampak buruk ngerumpi yang membuat rasa syukur seorang berkurang maka hal ini bisa menyebabkan menjadi mayoritas penghuni neraka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا ينظرُ اللَّهُ إلى امرأةٍ لا تشكُرُ لزوجِها وَهيَ لا تستَغني عنهُ

Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” (HR. An-Nasa’i no 249, Al-Baihaqi [VII/295], dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Al-Hadits As-Shahihah, no. 289).

Saatnya seorang wanita lebih berhati-hati agar terhindar dari pembicaraan yang sia-sia, karena biasanya wanita lebih unggul berbicara dibandingkan laki-laki. Disamping itu wanita menyukai pergaulan, perkumpulan, kunjungan, dan berbagai pesta. Maka disinilah peran suami sholeh sangat penting agar bisa bersikap arif dan santun mengingatkan istrinya ketika berlebihan dalam berbicara serta bergaul dengan orang lain.

Taufik Al Hakim berkata, “Belum pernah aku temukan dua orang perempuan yang sedang duduk dan keduanya tidak berbicara. Aku pernah menyaksikan sekelompok wanita sedang berkumpul saya heran bagaimana mereka saling menghadirkan bahan pembicaraan. Kadang saya merasa paling cerewet di antara kaum laki-laki, namun ketika saya bandingkan dengan kaum wanita ternyata saya paling pendiam di antara mereka.” (Mut’atul Hadits, Abdullah Ad-Dawud, hal.72).

Menjauhi ngerumpi butuh tekad kuat dan semangat agar benar-benar tertanam di hati bahwa ngerumpi itu godaan besar bagi yang bisa mencelakakan akhirat dan dunianya. Wanita cerdas itu bukan hanya pandai bergaul namun ia juga sosok yang mampu membentengi dirinya dari pergaulan yang merusak masa depannya. Dia selalu memperbaiki lisannya, akhlaknya, dan menjauhi majelis-majelis serumpi yang menyia-nyiakan waktu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda,

الكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

Perkataan yang baik itu Shadaqah.” (HR. Al Bukhari dengan sanad muallaq. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu).

Hendaklah para istri bahagia dan bersyukur kepada Allah Ta’ala memiliki suami yang gemar mengingatkannya pada kebaikan. Ini tanda cinta tulus suami agar istri selalu dalam ketaatan pada Allah Ta’ala. Bukankah kewajiban istri taat pada suami selama semua perintahnya tidak bermaksiat pada Allah Ta’ala? Perbaikilah juga manajemen waktu baik untuk ibadah seperti salat, puasa, membaca Al-Qur’an atau amaliah sosial lainnya agar sesuai skala prioritas. Niscaya berbalas surga ketika kita menjadikan ketaatan kepada suami dan anak shaleh lainnya demi kecintaan pada Allah Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

Apabila seorang wanita mengerjakan salat lima waktu, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, niscaya dia akan masuk surga dari pintu pintu surga yang dia inginkan.” (HR. Ahmad dalam no. 1661, Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 4151).

Nabi Sallallahu’alaihi wa sallam berwasiat,

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah, namun ketaatannya hanya dalam kebaikan.” (HR. Bukhari no. 7257, Muslim no. 1840).

Semoga Allah memberi taufik.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi:

1. Panduan Keluarga Sakinah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, pustaka Imam Syafi’i, Jakarta, 2011

2. One Heart, Rumah Tangga Satu Hati Satu Langkah, Zainal Abidin bin Syamsudin, pustaka Imam Bonjol, Jakarta, 2013

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/14411-jangan-suka-ngerumpi.html

Alasan Kenapa Wanita Haid Wajib Qadha’ Puasa Sementara Shalat Tidak Wajib Qadha’

Haid adalah gejala alamiah yang dialami seorang wanita rutin sebulan sekali. Dalam kondisi haid dilarang shalat dan puasa. Hukumnya haram. Seandainya tetap shalat dan puasa tidak sah.

Namun ada yang berbeda tentang shalat dan puasa bagi perempuan yang sedang mengalami masa haid. Wanita haid tidak wajib mengganti shalat yang ditinggalkan sebab haid, akan tetapi puasa yang ditinggalkan sebab haid wajib diganti.

Inilah penjelasan fikihnya.

Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni menjelaskan, ulama sepakat perempuan yang mengalami haid dan nifas haram berpuasa. Akan tetapi mereka harus mengqadha’. Andai pun berpuasa maka puasanya tidak sah.

Ibnu Daqiq al ‘Id dalam kitabnya Ihkamul Ahkam Syarah ‘Umdatul Ahkam menjelaskan, menurut para ulama hikmah gugurnya qadha’ shalat bagi perempuan haid karena shalat dilakukan berulang-ulang setiap hari sehingga apabila perempuan haid diwajibkan qadha ‘shalat akan sangat memberatkan (masyaqqah). Beda halnya dengan puasa yang dilakukan hanya setahun sekali. Kewajiban qadha’ puasa bagi perempuan haid tidak mengandung masyaqqah. Pendapat senada disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Muhammad al Khatib al Syarbini dalam kitabnya Mughnil Muhtaj.

Demikian juga para ulama seperti Syaikh Zainuddin al Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’in juga berpendapat demikian. Syaikh Abu Bakar Syatha al Dimyati dalam I’anatut Thalibin dan Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu’ Syarah al Muhadzdzab juga berpendapat sama.

Pendapat para ulama tersebut didasarkan kepada hadits Aisyah riwayat Imam Muslim yang mengatakan, “Kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa, tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat”.

Kesimpulannya, alasan kenapa perempuan haid wajib qadha’ puasa karena masyaqqah atau kesulitannya ringan, sebab puasa hanya dilakukan setahun sekali. Sedangkan shalat tidak wajib qadha’ karena masyaqqahnya berat, sebab shalat dikerjakan berulang setiap hari. Alasan ini seperti disampaikan oleh Al Mawardi dalam kitabnya Al Jawi al Kabir.

ISLAM KAFFAH

Makna Aurat dan Alasan Harus Ditutup Menurut Islam

Aurat adalah bagian dari tubuh yang tak pantas diumbar

Bagian-bagian tubuh yang tidak boleh terlihat bisa dinamai aurat. Dan aurat harus dijaga sebagai bentuk keimanan kepada Allah dan juga untuk menghindari diri dari hal-hal yang membahayakan.

Prof Quraish Shihab dalam buku Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah menjelaskan, kata aurat terambil dari bahasa Arab yang oleh sementara ulama dinyatakan terambil dari kata awara yang berarti hilang perasaan. 

Jika kata tersebut dikaitkan dengan mata, maka ia berarti hilang potensi pandangannya (buta) tetapi biasanya ia hanya digunakan bagi yang buta sebelah.

Sedangkan bila kata itu digandengkan dengan kalimat maka ia berarti ucapan yang kosong dari kebenaran atau tidak berdasar, atau ucapan yang buruk dan mengundang amarah pendengarnya. 

Dari makna-makna di atas kata aurat dipahami dalam arti sesuatu yang buruk, atau sesuatu yang hendaknya diawasi karena ia kosong, atau rawan dan dapat menimbulkan bahaya dan rasa malu.

Alquran, kata Prof Quraish, menggunakan maknya yang terakhir ini ketika merekam ucapan kaum munafik yang enggan meninggalkan kampung halaman mereka menuju medan juang. Mereka berdalih sebagaimana terbaca dalam Alquran surat Al Ahzab ayat 13, Allah SWT berfirman:  

إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ “Inna buyutana aurat.” Yang artinya, “Sesungguhnya rumah-rumah kami sungguh sangat rawan (sehingga dapat terancam, dan karena ini kami tidak dapat meninggalkannya).”  Dalam Alquran Surat Maryam ayat 58, Allah berfirman: 

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

“Ulaika lladzina an’amallahu alaihim minannabiyyina min dzurriyyati Aadama wa mimman hamalna ma’a Nuhin wa min dzurriyati Ibrahima wa Israila wa mimman hadaina wajtabayna idza tutla alaihim aayaturrahmaani kharruu sujjadan wa bukiyyan.” 

Yang artinya, “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Mahapemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”  

Kata aurat dalam ayat tersebut menurut Prof Quraish, sering kali disamakan dengan sau’ah yang secara harfiah dapat diartikan sesuatu yang buruk. Akan tetapi dari sekian contoh penggunaannya di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua aurat pasti buruk.

Tubuh wanita cantik, yang harus ditutup, bukanlah sesuatu yang buruk. Ia hanya buruk dan dapat berdampak buruk jika dipandang oleh yang bukan mahramnya. Itu adalah aurat dalam arti rawan, yakni dapat menimbulkan rangsangan berahi yang pada gilirannya jika dilihat oleh mereka yang tidak berhak melihatnya dapat menimbulkan kecelakaan, aib, dan malu.

Dengan demikian, bahasan tentang aurat dalam ajaran Islam adalah bahasan tentang bagian-bagian tubuh atau sikap dan kelakuan yang rawan, mengundang kedurhakaan serta bahaya. 

Dalam pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan, kecuali dalam keadaan darurat atau kebutaan yang mendesak.

Sedangkan pria dan wanita merupakan dua jenis manusia yang berbeda. Perbedaan mereka bukan saja pada alat reproduksinya, tetapi juga struktur fisik dan cara berpikirnya. Pria dan wanita memiliki hormon-hormon yang kadarnya berbeda satu dengan yang lain.

Darahnya pun memiliki perbedaan-perbedaan. Jumlah butir darah merah pada wanita lebih sedikit ketimbang pria, kemampuan bernapasnya pun lebih rendah dari pria, dan otot-ototnya tidak sekeras otot pria. Masa pubertas wanita berlangsung pada usia 9-13 tahun, sedangkan pada lelaki antara usia 10-14 tahun.

Namun demikian, pria menghasilkan sperma dan tetap subur sejak masa pubertas hingga akhir hayatnya. Berbeda dengan wanita. Sel telur wanita akan habis sekitar usia 51 tahun. Siklus menstruasinya ketika itu berhenti dan ia tidak dapat lagi melahirkan.

Para psikolog menyatakan bahwa ada dalil umum yang berkenaan dengan psikoseksual pria, yang berlainan dengan wanita. Hasrat seksual pria lebih aktif, mudah terangsang (bahkan kadang-kadang tanpa rangsangan sama sekali). Sedikit senyuman atau betis terungkap saja bisa jadi menimbulkan perasaan bermacam-macam.

Dari sinilah Islam memberikan batasan-batasan. Agama ini tidak memerintahkan membunuh nafsu, tetapi memerintahkan manusia untuk mengendalikannya. Karena itu ditemukan beragam tuntunan kepada pria maupun wanita dalam konteks hubungan mereka.    

KHAZANAH REPUBLIKA

Hikmah Larangan Shalat bagi Wanita Haid

Perlu kita ingat kembali bahwa perempuan memiliki keistimewaan yang tak dimiliki oleh laki-laki, yakni perempuan memiliki kebiasaan haid. Dalam bahasa medis, haid disebut menstruasi. Haid merupakan salah satu tanda baligh seorang perempuan. Dan perlu disadari, bahwa menurut medis terdapat banyak manfaat di dalam haid. Apa hikmah larangan shalat bagi wanita haid?

Pada masa-masa haid kaum perempuan diberi perlakuan khusus dalam menjalankan syariat. Sebab, haid merupakan salah satu kodrat seorang perempuan yang telah ditrntukan oleh allah swt. satu di antara perlakuan khusus yang diberikan oleh syariat adalah gugurnya kewajiban shalat bagi perempuan yang sedang haid.

Di dalam kajian ilmu fikih klasik maupun kontemporer disebutkan bahwa haid secara bahasa adalah mengalir. Sedangkan secara istilah haid adalah darah yang keluar dari pangkal rahim perempuan ketika berumur (minimal) Sembilan tahun. Paling sedikitnya haid adalah satu hari satu malam dan paling banyaknya haid adalah lima belas hari. Sementara, pada umumnya seorang perempuan haid selama 6 sampai 7 hari.

Menurut pakar ilmu kesehatan, menstruasi adalah pendarahan uterus secara periodik dan siklus yang normal terjadi pada wanita yang puber dan disertai dengan pelepasan dinding rahim (endometrium) yang berisi pembuluh darah. Siklus ini merupakan proses organ reproduksi perempuan ketika tidak mengalami masa kehamilan. Menurut bidang kesehatan, siklus menstruasi pada umumnya adalah 28 hari, dengan lama menstruasi sekitar 4 sampai 6 hari. Disebutkan juga bahwa jumlah darah yang keluar ketika haid rata-rata sebanyak 20-60 mililiter.

Allah Ta’ala telah menyinggung perempuan haid di dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah, “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhi diri dari wanita pada waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat di atas memberikan isyarat bahwa ketika masa haid seorang suami tidak boleh berhubungan badan (bersenang-senang) dengan istrinya di tempat keluarnya darah, karena darah dan tempat keluarnya darah merupakan hal yang kotor. Berhubungan badan diperbolehkan kembali ketika istri telah selesai dari masa haid.

Larangan Bagi Perempuan Haid Menurut Ilmu Kesehatan

Berikut merupakan beberapa larangan bagi wanita yang sedang menstruasi berdasarkan ilmu kesehatan:

Pertama, menurut dokter Jaime Melissa Knopman, MD. Menurutnya, pada masa menstruasi wanita dilarang melakukan waxingWaxing ialah usaha wanita agar tubuh terlihat mulus dan bersih. Hal ini dikarenakan ketika menstruasi, reseptor rasa sakit lebih tinggi dan kulit lebih sensitif.

Kedua, wanita menstruasi dilarang melakukan hubungan seksual tanpa ada pengaman. Hal ini dikarenakan darah menstruasi merupakan media yang mudah untuk membuat virus dan bakteri masuk kedalam tubuh. Oleh karenanya, penularan penyakit HIV berpotensi lebih tinggi selama periode menstruasi.

Ketiga, tidur terlalu malam. Tidur yang cukup bagi perempuan yang haid itu penting. Ketika tidur terlalu malam, akan meningkatkan hormon stres kortisol (hormon yang dihasilkan ketika seseorang merasakan stres) sehingga menyebabkan hormon di dalam tubuh menjadi tidak seimbang. Hal ini akan berakibat buruk bagi orang yang sedang menstruasi, seperti darah yang keluar tidak lancar.

Hikmah Larangan Shalat bagi Wanita Haid

Dalam pandangan fikih, terdapat beberapa hal yang dilarang bagi wanita yang sedang haid, yakni larangan melakukan shalat, puasa, I’tikaf, menyentuh mushaf dan berhubungan badan. Dari beberapa larangan syariat terhadap wanita yang sedang haid tersebut, penulis akan menitik fokuskan pembahasan pada larangan melakukan shalat bagi wanita yang sedang haid. Ada rahasia apakah di balik larangan shalat bagi wanita haid, padahal shalat merupakan ritual ibadah yang harus dilakukan oleh ummat Islam setiap harinya? Berikut penjelasannya.

Wanita haid dilarang melakukan shalat, karena shalat yang mereka lakukan tidak akan sah. Hal ini dikarenakan mereka tidak memenuhi satu syarat yang harus dipenuhi dalam shalat, yaitu bersihnya anggota badan dari najis dan kotoran. Sebagaimana pada ayat yang telah disebutkan di atas, bahwa darah haid dan tempat keluarnya darah merupakan kotoran yang tidak bisa dibawa kedalam shalat. Tidak hanya itu, bagi wanita haid juga tidak diperintahkan untuk mengganti shalat yang tertinggal.

Syaikh Ali bin Ahmad Al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmah At-Tasyri’ Wa Falsafatuhu menyebutkan bahwa terdapat tiga hikmah di balik gugurnya kewajiban shalat bagi perempuan yang sedang menstruasi/haid, sebagaimana berikut:

Pertama, sulitnya melakukan bersesuci ketika haid, karena darah haid keluar terus menerus dan tidak diketahui kapan berhentinya. Oleh karena itu, shalat tidak diwajibkan karena akan mempersulit perempuan yang haid untuk membersihkan darah dan tempat keluarnya secara terus menerus.

Kedua, adanya kasih sayang dari syariat kepada perempuan yang sedang haid. Hal ini bisa kita lihat dari aturan tidak adanya kewajiban untuk melakukan qadha’ atas shalat yang ia tinggalkan ketika haid. Sebab, jika ia harus melakukan qadha’ atas setiap shalat yang ia tinggalkan ketika ia haid, maka tentu waktunya akan banyak dihabiskan untuk melakukan qadha’ shalat, sementara di sisi lain banyak kemaslahatan yang mestinya ia lakukan.

Berbeda halnya dengan puasa, seorang perempuan yang haid tetap diperintahkan untuk melakukan qadha’ atas setiap puasa yang ia tinggalkan. Hal ini dikarenakan kewajiban puasa hanya dilakukan selama satu tahun sekali. Oleh karena itu, perempuan yang haid tetap harus mengganti puasa yang ditinggalkannya, karena mudah dan tidak akan menghabiskan banyak waktu.

Ketiga, perempuan haid dianjurkan untuk bersedekah ketika masa haid. Hal ini dalam rangka untuk menutupi ibadah yang mereka tinggalkan ketika haid.

Hikmah di atas menunjukkan bahwa betapa besarnya perhatian agama terhadap kesulitan yang dirasakan oleh kaum perempuan ketika haid. Oleh karena itu, agama memberikan rukhsah (dispensasi) bagi mereka kaum perempuan agar mereka tidak merasa kesulitan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. dalam Al-Qur’an Allah berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ

Dan Ia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al-Hajj: 78)

Walhasil, dapat disimpulkan bahwa agama Islam selalu mempunyai jalan keluar agar ummatnya tidak merasa kesulitan. Jika perkara yang dilakukan oleh ummat terlalu luas, maka Islam memberikan peluang untuk mempersempit. Sedangkan, jika perkara yang dilakukan itu terlalu sempit, maka Islam memberikan hak kepada ummatnya untuk memperluas. Hal ini bertujuan agar tidak menjadi beban yang berat bagi mereka dan memudahkan ummat Islam dalam menjalankan perintah dan larangan dari allah dan Rasulnya. Wallahua’lam.

BINCANG SYARIAH

Pakaian yang Haram Dikenakan Wanita Saat Ihram

Berbeda dengan kaum laki-laki, perempuan dibolehkan mengenakan pakaian yang memenuhi aturan syariat. Pakaian tersebut adalah pakaian yang biasanya dipakai dalam keseharian.

Selain itu, pakaian yang diberi parfum, sarung tangan, dan cadar dilarang dikenakan pada saat ihram. “Sebab ketiga jenis pakaian ini haram dikenakan kaum wanita saat ihram,” tulis Muhammad Utsman Al Khasyt dalam bukunya Haji dan Umroh Wanita Seri Fiqih Wanita Empat Mazhab.

Imam Baihaqi dan Imam Hakim dengan Rizal Shahih telah meriwayatkan hadits yang berasal dari Ibnu Umar Komar di mana ia berkata:

Nabi SAW melarang kaum wanita yang sedang ihram mengenakan sarung tangan, cadar  dan kain yang diolesi wars dan jafaran. Adapun sesudah ihram mereka boleh mengenakan kain berwarna yang disukainya seperti kain yang dicelupkan ushfur, kain khaz, perhiasan, celana, gamis atau kauffman (selop).

“Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Hasan dan Imam Tirmidzi telah meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar, bahwasanya Nabi SAW bersabda:

“Janganlah wanita yang sedang ihram mengenakan cadar dan jangan pula mengenakan sarung tangan.”

Sementara Imam Bukhari mengetengahkan hadits dari Aisyah, bahwasanya dia mengenakan pakaian yang dicelup ushfur saat sedang ihram dan dia berkata:

“Janganlah seorang wanita yang sedang ihram mengenakan cadar, jangan pula menggunakan sejenis cadar, jangan pula menggunakan kain yang dicelup atau jafaran.”

Semua nash yang telah dipaparkan di atas menunjukkan pakaian yang dikenakan seorang wanita di saat ihram adalah macam-macam pakaian yang dipakai dalam keseharian. Hanya saja tidak boleh baginya mengenakan kain yang diberi parfum dan hendaknya ia menampakkan kedua telapak tangan dan wajahnya. 

Bagi kaum wanita yang sedang ihram, wajah mereka tak ubahnya seperti kepala seorang lelaki, yakni harus dibuka. Ihramnya kaum wanita ada di membuka wajahnya yang sama, sebagaimana kesepakatan para ulama. 

“Nash di atas juga menunjukkan bolehnya bagi kaum wanita untuk mengenakan berbagai perhiasan seperti emas, perak dan segala perhiasan yang dibolehkan syariat. Namun, syaratnya tidak menarik perhatian dan tetap menjaga kesakralan ibadah yang tengah dikerjakan.

IHRAM

Bentuk-bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

Diskriminasi adalah musuh besar umat manusia. Diskriminasilah yang menyebabkan manusia menjadi terkotak-kotakkan satu sama lain. Salah satu bentuk diskriminasi yang paling sering terjadi adalah diskriminasi terhadap perempuan.

Saat ini, kasus diskriminasi terhadap perempuan bertambah setiap tahunnya, bahkan muncul dalam beragam bentuk yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Zaman bergerak, bentuk-bentuk diskrimnasi terhadap perempuan kian beragam bentuknya.

Hal itulah yang menjadi alasan mengapa diskriminasi terhadap perempuan masih menjadi isu yang hangat untuk didiskusikan. Isu ini tidak hanya menjadi pembicaraan dalam tingkat nasional, tapi juga dalam tingkat internasional.

Diskriminasi adalah isu yang harus menjadi perhatian bersama sebab seiring berkembangnya zaman, diskriminasi sejatinya mesti dihapuskan, bukan malah kian menjadi-jadi.

Apa Itu Diskriminasi?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, apa yang disebut sebagai diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya.

Sementara secara istilah, diskriminasi adalah sikap membedakan secara sengaja terhadap golongan-golongan yang berhubungan dengan kepentingan tertentu. Pembedaan tersebut biasanya didasarkan pada agama, etnis, suku, dan ras. Diskriminasi cenderung dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.

Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.

Penyebab terjadinya diskriminasi biasanya karena dua hal, yakni prasangka dan stereotip yang ada di masyarakat. Prasangka adalah perasaan negatif terhadap seseorang atau kelompok semata-mata berdasar pada keanggotaan dalam sebuah kelompok tertentu.

Prasangka dari suatu kelompok terhadap kelompok lain muncul karena agresi. Sebuah kelompok akan melakukan agresi apabila usahanya untuk memperoleh kekuasaan terhalang.

Apabila agresi terhalang oleh kelompok lain, maka agresi akan dialihkan dengan mengkambinghitamkan kelompok lain tersebut. Tindakan ini akan berkembang menjadi prasangka yang dianut oleh anggota kelompok yang melancarkan agresi.

Sementara itu, stereotip bisa diartikan sebagai citra kaku tentang kelompok ras atau budaya lain tanpa memerhatikan kebenaran dari citra tersebut. Contoh stereotip adalah pandangan terhadap lapisan bawah masyarakat yang dinilai bersifat malas, bodoh, tidak berambisi, dan lain sebagainya.

Diskriminasi Terhadap Perempuan

Pada 1984, Indonesia sebenarnya telah meratifikasi Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap  Perempuan.

Keberadaan Deklarasi Universal  Hak  Asasi Manusia ternyata tak mampu menjamin. Diskriminasi terhadap perempuan tetap saja terjadi. Oleh karena itu,, harus ada instrumen dengan kekuatan mengikat untuk mengatasinya.

Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020, tercatat bahwa sejak 10 tahun belakangan, formulir CATAHU dilengkapi dengan lembar isian terkait isu khusus.

Lembar tersebut berfungsi untuk mencatat data korban kekerasan yang dialami komunitas minoritas seksual, perempuan dengan disabilitas, perempuan rentan diskriminasi (HIV/AIDS), perempuan pembela HAM dan kasus-kasus Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS).

Defi Uswatun Hasanah dalam Jurnal Harkat Edisi 12 Tahun 2016 mencatat bahwa kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan bermula dari budaya patriarki. Lebih spesifik dalam pemahaman tentang superioritas laki-laki terhadap perempuan.

Pandangan ini diperparah dengan munculnya banyak sekali pemahaman terhadap  teks- teks agama yang diyakini sebagai legitimasi terhadap superioritas laki-laki atas perempuan.

Dalam jurnal tersebut, Defi juga mencatat bahwa diskriminasi pun diyakini sebagai pengaruh dari kekerasan terhadap perempuan. Mengapa demikian? Sebab, diskriminasi hampir terjadi dalam setiap bidang kehidupan.

Salah satu bentuk diskriminasi yang terjadi adalah sistem hukum yang dinilai oleh masyarakat menjadi lembaga yang menyuburkan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

Dari pemaparan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang kita hadapi bukan hanya tentang diskriminasi, tapi juga efek dari sikap diskriminasi tersebut yakni kekerasan terhadap perempuan.

Hal yang perlu digarisbawahi adalah diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan tidak hanya terjadi dalam lingkup nasional, tapi juga telah menjadi  permasalahan internasional yang mangakar dan menguat.

Diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan tidak hanya berdampak pada sisi sosial, tapi juga berdampak dengan menyusulnya kekerasan yang dialami perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.

Di Indonesia misalnya, perempuan dinilai sebagai sosok yang rentan menerima  kekerasan dan diklaim sebagai sosok yang lemah dan tak berdaya. Dalam kehidupan rumah tangga misalnya, derajat perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki.

Jika ditelusuri lebih dalam di kehidupan sehari-hari, jumlah angka kekerasan  terhadap perempuan berdampak pada hal-hal yang sangat serius seperti kekerasan seksual, tindak perkosaan, perdagangan perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan adalah konsep yang baru dikenal dalam Konferensi Dunia tentang Wanita III di Nairobi. Konferensi tersebut berhasil  menggalang konsensus internasional atas pentingnya mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Belum didapati pengertian yang tunggal tentang kekerasan terhadap perempuan dalam konsensus tersebut. Akan tetapi, ada beberapa pengertian yang bisa mewakili tentang pengertian kekerasan terhadap perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan menurut Pasal 2 Deklarasi PBB Tentang Penghapusan Kekeran Terhadap Perempuan adalah setiap perbuatan yang berdasarkan pembedaan kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum maupun  dalam  kehidupan pribadi.

Istilah kekerasan terhadap perempuan sejatinya memang tidak ada dalam khasanah hukum di Indonesia. Musdah Mulia dalam Ensiklopedi Muslimah Reformis (2020) mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan ini juga dikenal dengan istilah kekerasan berbasis gender (genderbasedviolence) karena pada umumnya banyak terjadi terhadap perempuan.

Kekerasan berbasis gender diakui sebagai bentuk diskriminasi yang menghalangi kesempatan perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas dasar suatu kesamaan hak perempuan dan laki-laki.

Kekerasan yang terjadi pada perempuan tidak bisa dilepaskan dari adanya faktor budaya yang memberikan legitimasi atas tindakan kekerasan tersebut. Budaya patriarkhi yang telah mengakar menimbulkan penilaian bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah suatu hal yang wajar.

Penyebab kekerasan yang terjadi pada perempuan dapat dibedakan atas diskriminasi gender, budaya patrirak, pemahaman bias terhadap ajaran agama, dan tatanan hukum yang belum memadai.

Diskriminasi Gender

Diskriminasi gender adalah pembedaan jenis kelamin atau gender. Pada dasarnya diskriminasi gender adalah setiap pembedaan, pengingkaran, atau pembatasan yang senantiasa dilekatkan oleh masyarakat pada  umumya dengan alasan gender.

Hal tersebut menimbulkan penolakan terhadap pengakuan keterlibatan atau penolakan terhadap pelanggaran hak asasinya  atas persamaan laki-laki dan perempuan dalam semua aspek kehidupan.

Banyak sekali bentuk diskriminasi yang menimpa perempuan. Diskriminasi bisa terjadi dalam bentuk diskriminasi langsung dan diskriminasi tidak langsung. Diskriminasi langsung terjadi apabila seseorang diperlakukan secara berbeda akibat perilaku atau sikap dari suatu aturan.

Sedangkan diskriminasi tidak langsung biasanya terjadi melalui kebijakan atau peraturan yang berakibat hanya pada jenis kelamin tertentu. Ada jugaa yang dikenal dengan istilah diskriminasi sistematik.

Diskriminasi sistematik bisa diartikan sebagai hasil ketidakadilan yang berakar dari sejarah, adat, norma atau struktur yang dibuat oleh masyarakat  setempat  yang  kemudian diwarisi oleh generasi berikutnya.

Apabila dipandang dari perspektif hak asasi manusia, diskriminasi tersebut melanggar HAM, dan diskriminasi terhadap perempuan melanggar hak asasi perempuan. Karena itulah, pemberdayaan perempuan dibutuhkan agar para perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya.

Tidak Ada Ayat Diskriminasi

Dalam Al-Qur’an, tidak ada satu ayat pun yang menunjukkan bahwa Allah Swt. telah menciptakan perempuan dari bahan penciptaan yang lebih rendah ketimbang bahan untuk laki-laki.

Selain itu, tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa harkat, martabat, dan derajat perempuan adalah parasit dan karena itu posisi perempuan lebih rendah ketimbang laki-laki.

Selanjutnya, dalam Al-Qur’an juga tidak ada satu ayat pun yang mengandung anggapan meremehkan perempuan. Tidak ada juga ayat tentang perbedaan watak dan struktur fisiologis antara laki-laki dan perempuan.

Al-Qur’an justru dengan jelas mengatakan bahwa Allah Swt. menciptakan perempuan dari laki-laki dari zat atau entitas yang sama dengan laki-laki. Mengenai penciptaan Adam penciptaan seluruh umat manusia, Allah Swt. berfirman dalam Qur’an Surat An-Nisa Ayat 1:

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

 ayyuhan-nāsuttaqụ rabbakumullażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa min-hā zaujahā wa baṡṡa min-humā rijālang kaṡīraw wa nisāā, wattaqullāhallażī tasāalụna bihī wal-ar-ḥām, innallāha kāna ‘alaikum raqībā

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Saat ini, pandangan bahwa perempuan sumber segala dosa masih dipercaya banyak orang. Bahkan, ada pandangan yang menyatakan bawha perempuan diciptakan dari iblis. Iblis menggoda Hawa dan Hawa menggoda Adam yang menyeretnya dari surga dan pandangan menghina lainnya yang dimaksudkan untuk merendahkan perempuan.

Pandangan lain yang merendahkan perempuan adalah bahwa perempuan tidak secerdik laki-laki. Ada juga yang menyatakan bahwa perempuan tidak mampu melewati tahap-tahap pencerahan spiritual seperti apa yang dialami oleh laki-laki.

Untuk menyucikan Al-Qur-an dari tuduhan-tuduhan yang telah disebutkan, sejumlah besar ayat menyatakan bahwa pahala kehidupan di akhirat dan kedekatan kepada Allah Swt. tidak ditentukan oleh jenis kelamin.

Kedekatan kepada Allah Swt. hanya ditentukan oleh amal dan kadar ketaqwaan masing-masing individu, baik perempuan atau laki-laki. Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa keshalihan istri Nabi Adam, istri Nabi Ibrahim, ibu Musa as dan ibu Isa as, dan isteri Fir’aun dengan penghormatan yang begitu besar.

Hal tersebut dengan gamblang membuktikan bahwa potensi untuk terjerumus dalam lembah kejahatan atau terangkat menjadi manusia terhormat di mata Allah Swt. sebenarnya tidak bergantung pada jenis kelamin.

Hanya kadar iman dan taqwa masing-masing yang menentukan seorang manusia sebagai manusia terhormat. Allah Swt. telah memberikan dua potensi yakni iman dan taqwa untuk perempuan dan laki-laki.[]

BINCANG SYARIAH

Para Wanita Perindu Surga

Semua orang mengaku merindu surga …

Termasuk para wanita …

Lalu, siapakah mereka yang benar-benar jujur dengan pengakuannya bahwa mereka merindukan surga?

Allah Ta’ala telah menyebutkan karakter wanita perindu surga di dalam Al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman,

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

“Sebab itu maka wanita yang salihah, ialah yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Hal itu karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)

Potongan ayat tersebut mengumpulkan karakter sejati para wanita yang jujur dengan pengakuannya bahwa mereka adalah para wanita perindu surga. Ayat tersebut menggambarkan bahwa para wanita perindu surga itu mengumpulkan dua karakter utama,

Pertama, karakter yang berkaitan dengan hubungannya dengan Rabb-nya.

Kedua, karakter yang berkaitan dengan hubungannya dengan suaminya. 

Karakter pertama, tergambarkan dalam firman Allah Ta’ala,

قَانِتَاتٌ

”yang taat kepada Allah”

Wanita yang “qaanit” adalah wanita yang konsisten dan istiqamah dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, menjaga ibadah kepada Allah Ta’ala, menjaga kewajiban-kewajiban yang harus dia tunaikan sebagai seorang muslimah, dan tidak melalaikan perkara syariat yang menjadi kewajibannya. Semua makna tersebut tercakup dalam sifat “qaanit”. 

Karakter kedua, tergambarkan dalam firman Allah Ta’ala,

حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ

“memelihara diri ketika suaminya tidak ada”

Yaitu, menjaga hak-hak suami. Dengan kata lain, wanita perindu surga akan senantiasa berusaha melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang istri dengan sebaik-baiknya. Baik ketika suaminya tidak ada di rumah, atau ketika sedang bersama dengan suaminya. Seorang istri akan menjaga harta suaminya, menjaga kehormatan dirinya, menjaga hak-hak suami yang itu menjadi kewajiban seorang istri. 

Namun perlu diingat bahwa dua karakter tersebut akan didapatkan oleh para wanita perindu surga semata-mata karena hidayah dan taufik dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

“ … lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Hal itu karena Allah telah memelihara (menjaga) (mereka).”

Dengan kata lain, dua karakter tersebut tidaklah semata-mata didapatkan karena kemampuan, kecerdasan, dan kepandaian seorang wanita. Akan tetapi, semua itu hanyalah karena taufik, hidayah, pertolongan, dan kemudahan dari Allah Ta’ala. Hal ini karena kesalihan itu hanyalah karena hidayah dan pertolongan Allah Ta’ala yang telah memudahkan diri kita dalam mengerjakan berbagai macam amal ketaatan. 

Senada dengan ayat di atas adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari sahabat ‘Abdurahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita (1) menjaga shalat lima waktu, (2) puasa bulan Ramadhan, (3) menjaga kemaluannya, dan (4) menaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masuklah kalian ke dalam surga dari pintu mana saja yang kalian kehendaki.” (HR. Ahmad no. 1661. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menilai status hadits ini hasan lighairihi.)

Dalam riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خُمُسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دخلت من أي أبواب الجنة شاءت

“Jika seorang wanita (1) (menjaga) shalat lima waktu, (2) puasa bulan Ramadhan, (3) menjaga kemaluannya, dan (4) menaati suaminya, maka dia akan masuk melalui pintu surga mana saja yang dia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 4163. Syaikh Al-Albani menilai status hadits ini hasan lighairihi dalam Shahih At-Targhib no. 1931)

Perhatikanlah empat perkara yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits tersebut. Yang semuanya itu adalah keutamaan dan kebaikan yang Allah Ta’ala curahkan kepada para wanita, ketika mereka menjaga empat perkara yang disebutkan. Empat perkara yang apabila dijaga konsistensinya, akan dikatakan kepada para wanita perindu surga, “Masuklah kalian ke dalam surga dari pintu mana saja yang kalian kehendaki.” 

Bukankah empat perkara ini sangat layak diperhatikan dan dijaga oleh para wanita? Dia tentu akan menempa dirinya agar berhias dengan empat karakter yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan tersebut. 

Menjaga shalat …

Menjaga pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan …

Menjaga kemaluannya …

Menjaga hak-hak suaminya … 

Ini adalah dua asas dan landasan pokok karakter para wanita perindu surga, yaitu baiknya ketaatan dan ibadah kepada Allah Ta’ala, lalu menjaga hak suaminya. Ini adalah kunci kebahagiaan seorang wanita, kunci hidayah dan taufik dari Allah Ta’ala, kunci keshalihan anak keturuannya, dan kunci kebahagiaan hidupnya di dunia ini. 

Oleh karena itu, kepada orang tua dan dan wali yang menjaga anak-anak perempuan, perhatikanlah hal ini. Hendaklah yang menjadi fokus perhatian mereka adalah agar anak-anak ini tumbuh dalam keshalihan, istiqamah dan menjaga ibadahnya, memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus dia tunaikan dalam Islam, lebih-lebih menjaga shalat lima waktu, menjaga puasa Ramadhan, dan menjauhi semua perkara yang bisa merusak kehormatan dan kemuliaan dirinya. 

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57256-para-wanita-perindu-surga.html

Imam Ghazali: Jangan Nikahi Wanita 6 Jenis Ini

IMAM Al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin mengatakan:

Sebagian orang berkata, “Janganlah kalian menikahi wanita dari enam jenis, yaitu;

1. Al-Ananah

Al-Ananah (suka mengeluh) ialah: perempuan yang banyak mengeluh dan mengadu, selalu membalut kepalanya sebagai tanda sakit. Hal ini agar menandakan dia merasa terbebani dengan tugas hariannya, kerana malas atau memang sifat bawaan yang dimilikinya jadinya suka mengeluh walaupun disebabkan perkara kecil. Perempuan tersebut berpura-pura sakit supaya suaminya tidak membebaninya dengan tugasan harian. Menikahi perempuan yang sengaja buat-buat sakit tidak ada faedah padanya.

2. Al-Mananah

Al-Mananah yaitu perempuan yang memberikan sesuatu kepada suaminya akan tetapi suka mengungkit-ngungkit pemberian tersebut. Sampai satu masa dia akan mengatakan saya telah melakukan untuk kamu itu ini.

3. Al-Hananah

Al-Hananah yaitu perempuan yang suka merindui dan mengingati bekas suami atau anak daripada bekas suami. (Perempuan seperti ini tidak akan menghargai suaminya walaupun suaminya berusaha memuaskan segala kemauannya).

4. Al-Haddaqah

Al-Haddaqah yaitu perempuan menginginkan setiap perkara dalam perbelanjaannya (boros) dan suka belanja sehingga membebankan suaminya untuk membayar pembeliaannya.

5. Al-Baraqah

Al-Baraqah yaitu terdapat dua makna yang pertama, suka berhias sepanjang masa (berlebihan dan tak wajar) supaya wajahnya nampak lebih anggun dan mempesona. Makna kedua ialah: perempuan yang tidak mau makan, maka dia tidak akan makan kecuali bila sendirian dan dia akan menyimpan bagian tertentu untuk dirinya sendiri (misalnya, menyembunyikan brutu).

6. Al-Syaddaqah

Al-Syaddaqah yaitu perempuan yang banyak cakap, suka ngomongin suaminya. Sebagaimana sabda Nabi saw, bahawa Allah murka kepada wanita yang paling banyak ngomong.[]

Diambil dari Kitab Ihya Ulumaddin edisi Maktabah Syamila juz 2 hlm 291

Wanita Itu Bagaikan Gelas Kaca

Jadilah suami yang pandai menjaga perasaan istrinya

Menjaga Gelas-Gelas Kaca

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui sebagian istrinya, sementara Ummu Sulaim bersama mereka. Maka beliau berkata, 

وَيْحَكَ يَا أَنْجَشَةُ، رُوَيْدَكَ سَوْقًا بِالقَوَارِيرِ

“Hati-hati wahai Anjasyah, pelan-pelanlah jika sedang mengawal gelas (piala) kaca (maksudnya para wanita, pent.).” (HR. Bukhari no. 6149 dan Muslim no. 2323) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan Anjasyah agar tidak terlalu semangat dalam melantunkan syair ketika menggiring unta. Karena kalau terlalu semangat, unta-unta itu akan berjalan dengan sangat cepat. Padahal, di dalam rombongan ada para wanita. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingatkan agar Anjasyah memelankan lantunan syairnya, karena dia sedang mengawal gelas (piala) kaca, yaitu para wanita yang ada dalam rombongan.

Suami Berusaha Menjaga Hati Istri

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa wanita itu bagaikan gelas kaca …

Jika gelas kaca itu jatuh dan pecah, hampir mustahil bisa diperbaiki dan dikembalikan seperti semula. Berbeda halnya dengan gelas aluminium atau gelas besi.

Jadi, untuk para suami, perhatikanlah hal ini. Janganlah Engkau membuat hatinya terluka, karena akan sulit penyembuhannya. 

Seorang istri, bisa jadi dia sanggup melaksanakan banyak perkerjaan rumah tangga di satu waktu. Dalam kondisi hamil, istri masih bisa memasak, membersihkan rumah, itu pun sambil menyuapin anak yang masih kecil, dilanjutkan dengan menyeterika pakaian. Seorang suami dengan badan yang kekar, mungkin hanya mampu menggendong anak tidak lebih dari setengah jam. Berbeda dengan sang ibu yang tahan berjam-jam lamanya. Sungguh ketahanan fisik yang luar biasa.

Akan tetapi, sekali bentakan suami yang dia dengar dan rasakan, semua tubuhnya tiba-tiba lemas dan tidak berdaya. Lau dia pun hanya bisa menumpahkan air matanya di atas bantal, tidak membalas bentakan suaminya karena tingginya kedudukan suami di matanya.

Sekali saja suami memukulnya, rasa sakit dalam hatinya tidak akan pernah hilang, meskipun bisa jadi secara fisik tidak berbekas sama sekali.

Jadi ingatlah. wahai para suami, istri (wanita) itu bagaikan gelas-gelas atau piala kaca. Hati-hatilah dalam bersikap dengan para istri. Karena kalau sebuah kaca itu sudah pecah, sangat sulit untuk dikembalikan seperti keadaannya semula. 

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53273-wanita-itu-bagaikan-gelas-kaca.html