Habib Abdurrahman Al Habsy menyampaikan, berkata benar dan tulus adalah karakter orang beriman seperti yang diperintahkan Allah SWT dalah surat Al-Ahzab ayat 70. “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.”
Habib Abdurrahman menuturkan, dua orang sahabat yang penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Dan juga seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa terpisahkan sebab lisan.
“Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dengan cepat saling memusuhi karena lisan,” ujarnya.
Tentang bagaimana menjaga lisan, Habib Abdurrahman menyampaikan apa yang pernah Abu Hatim sampaikan. “Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”
Habib Abdurrahman menyampaikan, di era serba digital ini, segala apa yang kita tulis, ucapkan, videokan terekam dalam memori digital. Sadarkah kita bahwa rekaman Allah SWT jauh lebih canggih bahkan tak bisa diedit?
Menurut Habib Abdurrahman, file lisan kita tersimpan dengan rapih oleh Malaikat Allah SWT seperti diterangkan dalam Alquran suar Qoof Ayat 18. “Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan, kecuali di dekatnya ada malaikat Raqib dan ‘Atid.”
Habib Abdurrahman menerangkan, jika kita harus menggunakan lidah kita untuk melakukan dialog, maka lakukan dialog yang penuh dengan adab dan elegan. Karena, tidak hadirnya rasa ikhlas dan ketulusan cenderung merusak indahnya dialog.
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai pendebat selalu menginginkan kemenangan sekalipun ia tidak mempunyai hujjah atau argumen yang kuat dan tepat. “Pendebat tidak bersedia mengalah, sekalipun ternyata ia berada pada pihak yang salah,” katanya.
Dan ketika itulah kata Habib Abdurrahman, terkadang dialog dikuasai oleh pihak yang handal bercakap, sekalipun tidak berisi. Bahkan dianggap hebat dan mendapatkan dukungan oleh pendukungnya jika ia lancang memotong pembicaraan, atau mengeluarkan kata-kata tidak bermutu kepada lawan dialognya.
Padahal tujuan debat atau dialog tersebut untuk mendapatkan hasil (natijah) atau solusi yang baik untuk kemaslahatan bersama. Jangan sampai dengan buruknya manajemen lisan kita, menjadikan kita buruk rugi di dunia dan buruk di akhirat.
“Seburuk-buruknya kedudukan seseorang di hadapan Allah pada hari kiamat adalah orang yang dijauhi oleh sesamanya disebabkan mereka takut akan kejahatan mulut dan perilakunya,” kata Habib Abdurrahman mengutip hadis riwayat Bukhori 6032.