Berhati-hatilah Mengambil Ilmu Agama dari Internet

Berhati-hatilah Mengambil Ilmu Agama dari Internet

Allah ta’ala tidak memerintah Nabi-Nya di dalam al Qur’an untuk meminta tambahan sesuatu kecuali meminta tambahan ilmu. Allah ta’ala berfirman:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (سورة طه :١١٤) ـ

Maknanya: “Dan Katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu” (QS Thaha: 114).

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (سورة التوبة : ١٢٢) ـ

Maknanya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS at-Taubah: 122).

Dalam ayat ini, Allah menjadikan orang-orang mukmin terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok bertugas menjaga kaum muslimin dan satu kelompok yang lain bertugas menjaga ajaran-ajaran Islam, yaitu para ulama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ (رواه الترمذي) ـ

Maknanya: “Barangsiapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah, hingga ia kembali” (HR at-Tirmidzi).

Manfaat Ilmu Agama

llmu agama adalah senjata yang dapat digunakan oleh seorang mukmin untuk melawan setan dari bangsa jin, melawan setan dari bangsa manusia, melawan hawa nafsunya sendiri, membedakan antara hal-hal yang bermanfaat baginya dan perkara-perkara yang membahayakan dirinya di akhirat, serta membedakan antara perbuatan yang diridhai oleh Allah dan amal yang dibenci oleh Allah.

Dengan ilmu agama, kita bisa membedakan antara kufur dan iman, antara tauhid dan syirik, antara tanzih (keyakinan yang menyucikan Allah dari menyerupai makhluk-Nya) dan tasybih (keyakinan yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Dengan ilmu agama, kita tahu bahwa Allah tidak menyerupai sesuatu pun di antara makhluk-Nya dan tidak satu pun makhluk yang menyerupai-Nya, Allah bukan benda yang bisa dipegang oleh tangan seperti manusia dan bukan benda yang tidak bisa dipegang oleh tangan seperti cahaya.

Dengan ilmu agama, kita mengetahui bahwa Allah ta’ala ada tetapi tidak menyerupai semua yang ada, ada tanpa tempat dan tanpa arah. Dengan ilmu agama, kita mengetahui apa yang boleh kita katakan dan kenapa kita mengatakannya, dan kita tahu kapan kita diam dan kenapa kita diam.

Kita semua tahu bahwa manusia tidak terlahir sebagai orang yang berilmu. Oleh karenanya, menuntut ilmu adalah sebuah keharusan sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ilmu hanya akan diperoleh dengan proses belajar” (HR. Al-Bukhari).

Baik dan Buruknya Kemudahan dalam Mempelajari Ilmu Agama

Salah satu hikmah besar kemajuan teknologi adalah kemudahan dalam mempelajari ilmu agama. Bagaimana tidak, dengan duduk santai di rumah, kita dapat memilih dan menyimak sekian banyak kajian daring yang disampaikan oleh para kiai, ustadz, pakar, intelektual muslim, bahkan mahasiswa, santri dan berbagai kalangan yang lain. Mereka semua seakan berlomba mengadakan kajian daring (online).

Kajian-kajian daring itu tidak melulu berupa ceramah tematik, akan tetapi banyak pula yang melakukan kajian kitab secara serius. Tidak hanya kitab-kitab kecil namun juga kitab-kitab besar. Fan yang dikaji pun sangat beragam, mulai dari tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits, fikih, ushul fiqih sampai tasawuf, nahwu, balaghah dan lain-lain.

Kemudahan mendapatkan ilmu agama melalui internet ini tidak hanya dapat menjadi hikmah. Akan tetapi bisa pula menjadi musibah bagi kita semua. Menjadi hikmah apabila yang menyampaikan kajian adalah orang yang tepat dan layak. Dan menjadi musibah apabila yang menyampaikan kajian adalah orang yang tidak tepat dan tidak layak.

Orang yang tepat dan layak untuk menyampaikan kajian adalah orang yang betul-betul memiliki sanad keilmuan terkait ilmu yang ia kaji. Ia belajar ilmu agama dengan bimbingan seorang guru, gurunya punya guru, guru dari gurunya memiliki guru, dan begitu seterusnya sampai bersambung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati ketika mengikuti kajian daring. Kita harus teliti betul, apakah yang menyampaikan kajian tersebut memiliki sanad keilmuan ataukah tidak. Kita harus tahu, orang yang menyampaikan kajian tersebut, gurunya siapa, belajarnya di mana, aqidahnya lurus ataukah tidak, pemahamannya sesuai dengan pemahaman para ulama Ahlussunnah ataukah tidak.

Janganlah kita menyimak kajian daring dari sembarang orang. Ilmu agama adalah bagian dari agama itu sendiri. Karenanya, kita harus sangat berhati-hati dari mana kita mengambil agama kita. Ibnu Sirin mengatakan: “Sesungguhnya ilmu agama ini adalah agama itu sendiri, maka cermatilah dari siapa kalian mengambil ilmu agama”. Imam Nawawi menegaskan: “Tidak boleh meminta fatwa (dan belajar ilmu agama) kepada selain orang berilmu yang terpercaya”

ISLAM KAFFAH