DIKATAKAN oleh Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda,
“Menunda-nunda (membayar utang) harta kekayaan adalah zalim. Jika salah seorang dari kalian telah memiliki kecukupan maka hendaklah dia mengikutinya (segera membayar utang).” (HR. Mutafaqun ‘alaih).
Hadist ini menunjukkan bahwa menunda utang yang berupa harta kekayaan tanpa alasan yang jelas, jika pemilik kekayaan mampu untuk melakukan pembayaran, maka hal itu adalah sebuah kezaliman. Seandainya pemilik kekayaan itu orang kaya, maka ia wajib untuk melaksanakan perintah agamanya.
Sesungguhnya seseorang yang mampu melakukan perintah agama dan selalu menunda-nundanya, dan tidak sedang mengalami kesulitan, merupakan kezaliman yang dilakukan pemilik kekayaan. Penundaan pembayaran mempunyai dampak yang sangat buruk dalam perputaran keuangan di antara umat manusia. Sebab yang berhak menerima, tentu sangat membutuhkannya.
Dengan adanya penundaan pembayaran, atau ia tidak hendak membayarkannya, atau memberikan kepada orang lain yang juga membutuhkan, itu merupakan kezaliman baginya.
Jika penundaan pembayaran sebentuk kezaliman dari pemilik harta, maka kezalimannya benar-benar nyata manakala yang berhak menerima seorang miskin, sangat membutuhkan; sementara ia teramat kaya, dan kuasa untuk membayarnya.
Pemahaman sebaliknya, bagi seseorang yang tidak mampu, maka tidak termasuk kezaliman. Para ulama mengatakan bahwa seseorang yang tidak kuasa membayar, karena penghasilannya tidak cukup misalnya, maka ia tidak termasuk berbuat zalim.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan,
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia lapang, dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280).
Dengan ayat ini, Allah memberikan arahan dan menyerukan kepada para pemilik modal untuk bersabar terhadap orang yang sedang dalam kesulitan, sampai ia mampu dan kuasa untuk mengangsur kredit.
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia lapang.”
Ajaran agama ini sangat berbeda dengan cara-cara orang jahiliah, di mana salah seorang di antara mereka menyatakan, jika yang berutang belum bisa mengembalikan, ia akan memberikan pelajaran atau hukuman. Sebaliknya, Allah Subhanahu Wa Ta’alamemerintahkannya untuk menghentikan pengejaran utang itu, bahkan pinjaman uang itu agar disedekahkan semuanya, agar dijadikan modal orang yang berutang. Dan itulah kebajikan, serta rahmat bagi orang-orang miskin. Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang melakukan hal itu dengan pahala yang melimpah.
“Dan jika kalian menyedekahkan (sebagian atau semua piutang) itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.”
Demikian Allah menerangkan.