Sejatinya, tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak memiliki aib dan kekurangan.
Suatu kali, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya menyantap daging unta. Rupanya, salah seorang sahabat lepas angin. Kendati demikian, tak ada di antara para sahabat yang berkomentar terhadap bau tak sedap itu. Masing-masing hanya memperlihatkan wajah tak senang karena ulah seorang sahabat yang tak diketahui itu.
Tak lama setelah itu, azan Maghrib pun berkumandang. Rasulullah SAW pun bersabda, “Siapa yang makan daging unta, hendaklah ia berwudhu.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Mendengar sabda Beliau SAW, para sahabat yang ikut makan daging unta pun semuanya berwudhu. Tentu saja, sahabat yang lepas angin tadi terselamatkan aibnya. Tak ada yang tahu siapakah sahabat tersebut.
Betapa bijaknya Rasulullah SAW dalam menutupi aib para sahabatnya. Seperti yang disabdakan Beliau SAW, “Siapa yang menutupi aib seorang Muslim maka Allah akan menutupi aib orang itu di dunia dan akhirat. Dan, siapa mengumbar aib saudaranya sesama Muslim maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya.” (HR Ibnu Majah).
Sejatinya, tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak memiliki aib dan kekurangan. Seorang terlihat hebat dan berkharisma hanya karena Allah SWT telah menutupi aibnya sehingga hanya kebaikan saja yang terlihat orang. Bagaimana jadinya jika Allah SWT membukakan aibnya? Tentu, tak ada lagi yang bersimpati kepadanya.
Abu Hurairah RA adalah seorang sahabat yang dikenal sebagai pakar hadis dan paling banyak meriwayatkan hadis Rasulullah SAW. Ke manapun ia pergi, ia selalu diikuti sahabat lain yang ingin belajar hadis kepada beliau. Abu Hurairah RA sadar, begitu banyak orang yang mengidolakannya sebagai pakar hadis hanya lantaran Allah SWT menutupi aibnya. Ia pun pernah berkata, “Kalaulah aib saya tidak ditutup Allah SWT maka tidak akan ada lagi yang mengikuti saya, walau hanya seorang.”