Bnei Menashe: Warga India di Barisan Tentara Zionis ‘Israel’

Bnei Menashe: Warga India di Barisan Tentara Zionis ‘Israel’

Ada sekitar 300 tentara cadangan beretnis India yang sebagian besar di unit tempur melawang pejuang Palestina di Gaza. Mereka adalah Bnei Menashe, siapa mereka ini?

SEORANG tentara Angkatan Darat ‘Israel’ bernama Natanel Touthang terluka setelah terkena pecahan peluru. Ia diduga terkena tembakan Hizbullah di perbatasan ‘Israel’ dengan Lebanon.

Natanel dievakuasi ke Rumah Sakit Rambam di Haifa dan dirawat karena cedera “ringan” pada tangan dan mata.

Ini bukan kasus yang unik dalam agresi yang menyebabkan hilangnya nyawa lebih dari 15.000 orang dan melukai sekitar 20.000 orang hanya dalam waktu lebih sebulan.

Namun, Touthang, 26, bukanlah tentara Zionis biasa, karena ia lahir di Phailen, sebuah lingkungan di Churachandpur di Manipur, India. Dia dan keluarganya pindah ke ‘Israel’, wilayah Palestina yang saat ini dirampok Zionis, dan kemudian diberikan hak kewarganegaraan.

Cederanya Touthang adalah insiden pertama dalam perang yang melibatkan anggota Bnei Menashe – sebuah komunitas dari negara bagian Manipur dan Mizoram di India timur laut, yang anggotanya saat ini berada di garis depan melawan para pejuang Palestina.

Klaom Suku ‘Israel’ yang Hilang

Bnei Menashe atau Bani Manashe adalah komunitas Yahudi Kuki dan Mizo dari Manipur dan Mizoram. Populasinya yang berjumlah sekitar 10.000 jiwa terbagi rata antara ‘Israel’ dan India. Orang-orang dari komunitas tersebut mengklaim bahwa mereka termasuk salah satu dari 12 Suku ‘Israel’ yang hilang.

Bani Manashe  diklaim merupakan keturunan dari salah satu dari “Sepuluh Suku yang Hilang”, tulis Ynet News. Suku Yahudi yang hilang tersebut ditemukan oleh seorang rabbi Israel pada tahun 2005.

Rezim ‘Israel” sempat memberikan kewarganegaraan kepada sekitar 1700 warga Bnei Menashe sampai dengan tahun 2007 sebelum kebijakan itu tiba-tiba dihentikan.  

India memiliki banyak komunitas Yahudi selama sekitar satu milenium, dan India adalah negara di mana komunitas Yahudi tidak mengalami penganiayaan. Yahudi Cochin adalah kelompok Yahudi tertua, namun kini hanya 26 di antara mereka yang tinggal di negara bagian Kerala, India selatan.

Banyak dari mereka yang bermigrasi ke ibu kota keuangan India, Mumbai, dan bergabung dengan anggota komunitas lainnya, kebanyakan Yahudi Bene ‘Israel’ dan Yahudi Baghdadi. Tempat lain di India yang dihuni penduduk Yahudi termasuk Goa dan Madras (sekarang Chennai).

Puncaknya pada akhir tahun 1940-an, komunitas Yahudi Bombay berjumlah hampir 30.000 orang. Sekarang, yang tersisa kurang dari 4.000; sebagian besar bermigrasi ke ‘Israel’ pada tahun 1950-an.

Bnei Menashe mengaku sebagai anggota sisa-sisa suku alkitabiah yang “hilang” . Para etnografer dan ahli genetika mengatakan klaim ini masih bisa diperdebatkan.

Meskipun demikian, separuh suku tersebut tinggal di ‘Israel’, sebagai orang Yahudi, dan lainnya di timur laut India. Mereka bukan etnis India, melainkan kelompok Tibet-Burma yang disebut Mizos di negara bagian Mizoram, India, dan Kukis di negara bagian Manipur, India.

Mereka adalah masyarakat suku tradisional dengan agama mereka sendiri, sampai Kerajaan Inggris tiba di timur laut India.

Pada akhir abad ke-20, kelompok-kelompok ini mulai menerima agama baru, namun seiring dengan semakin akrabnya mereka dengan Alkitab, beberapa orang melihat kesamaan dengan agama lama mereka.

Mereka mulai percaya bahwa Manasia, atau Manmasi, mesias asli mereka, adalah Manasye yang alkitabiah (dalam bahasa Ibrani, Menashe), putra Yusuf. Mereka percaya bahwa mereka adalah keturunan dari suku yang dinamai menurut namanya, salah satu dari sepuluh suku yang hilang setelah Kekaisaran Asiria menaklukkan ‘Israel’ pada tahun 722 SM.

Perjalanan Pulang

Pada tahun 1970-an, gerakan Yahudisasi muncul di timur laut India. Pada tahun 1980-an, Bnei Menashe, atau “ Anak-anak Menashe,” dipengaruhi oleh rabbi ‘Israel’ Eliyahu Avichayil.

Rabbi Avichayil membawa kelompok mereka ke ‘Israel’, di mana mereka menjalani perpindahan agama resmi ke Yudaisme dan kemudian menjadi warga negara ‘Israel’ secara penuh.

Isaac Thangjom, seorang Kuki, mengenang “aliya” (migrasi) Bnei Menashe ke ‘Israel’ dan inisiasinya oleh Rabbi Avichayil. “Kami telah berhubungan dengannya sejak akhir tahun 1970an,” katanya kepada RT.

Saat ini, Isaac adalah Direktur Eksekutif Degel Menashe. Didirikan pada tahun 2019 dan diakui pada tahun yang sama sebagai organisasi nirlaba oleh Otoritas Korporasi ‘Israel’, organisasi ini membantu komunitas Bnei Menashe dengan mendorong integrasinya dalam masyarakat ‘Israel’, untu mendukung bidang pendidikan dan kejuruan, membantu mengembangkan generasi muda ‘Israel’ dan berupaya melestarikan warisan budayanya.

Di India, mereka berupaya memperkuat lembaga-lembaganya dan meningkatkan imigrasi (Aliyah) mereka ke ‘Israel’, tanah Palestina yang diduduki Zionis saat ini.  Isaac mengatakan kepada RT bahwa perang di ‘Israel’ pecah pada saat Suku Kuki menghadapi ancaman nyata di Manipur.

Kebetulan, Manipur tahun ini menyaksikan bentrokan etnis berdarah antara Kukis dan Meiteis, yang menyebabkan lebih dari 180 orang tewas, beberapa ratus orang terluka, dan lebih dari 60.000 orang mengungsi. Kuki Beni Menashe disebut-sebut termasuk yang terkena dampak paling parah.

Lalam Hangshing, seorang Kuki dan ketua Bnei Menashe Council India, mengatakan telah terjadi migrasi orang-orang dari komunitas tersebut ke ‘Israel’ secara stabil dalam tiga dekade terakhir.

“Siapapun [dari Bnei Menashe] yang pergi ke ‘Israel’ akan mendapatkan kewarganegaraan negara tersebut. Namun, mereka harus mematuhi sistem dan hukum yang berlaku,” kata Lalam kepada RT.

Ia juga mengatakan, setelah bermigrasi, masyarakat mendapatkan pekerjaan berdasarkan kualifikasi pendidikannya dan banyak yang bekerja di berbagai sektor, termasuk pendidikan.

“Banyak dari mereka yang pindah ke ‘Israel’ masih memiliki kerabat di India,” katanya. “Mereka terkadang berkunjung untuk bertemu kerabat.”

Bnei Menashe dalam Perang Gaza

Ada sekitar 5.000 Bnei Menashe di ‘Israel’ saat ini. Mereka menghadapi tantangan seperti imigran di mana pun, namun mereka berkomitmen untuk kembali ke negara asal mereka, seperti yang mereka yakini, ribuan tahun yang lalu.

“Komunitas kami tinggal di 14 kota dan desa dari Sderot di selatan hingga Kiryat Shmona di utara. Ada beberapa orang lain yang tinggal di kota-kota seperti Afula, Migdal HaEmek dan Tiberias di wilayah lembah Galil dan Yizreel,” kata Isaac Thangjom.

Karena Sderot berada di pinggiran Gaza dan salah satu tempat yang paling parah terkena dampak perang, Isaac mengatakan rumah Bnei Menashe di sana terkena serangan roket. Anggota keluarga sedang pergi pada saat serangan terjadi dan selamat.

Isaac mengatakan pemerintah penjajah telah mengevakuasi penduduk di selatan, termasuk Sderot, tempat tinggal 120 keluarga Bnei Menashe, ke hotel-hotel di Yerusalem dan resor di pantai Laut Mati.

Shavei Israel, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Yerusalem yang didirikan oleh Michael Freund, didedikasikan untuk ‘memperkuat ikatan antara komunitas Diaspora di seluruh dunia dan “Negara Israel”.  

Menurut Shavei Israel, 99% dari semua orang dari usia militer yang berimigrasi dari India telah bergabung dengan ‘Israel’ melawan pejuang Palestina, sementara 90% wanita telah mendaftar dalam dinas nasional.

“Sejak perang pecah, Shavei Israel telah menerima ratusan permintaan dari anggota komunitas muda di India timur laut yang meminta Aliyah segera,” kata Freund. “Tidak hanya itu – mereka meminta untuk segera bergabung dengan IDF untuk melawan bahu -membahu dengan saudara dan saudari mereka.”

Menurut RT, jumlah Bnei Menashe yang bertugas di Angkatan Pendudukan Israel (IOF) tidak tersedia tetapi diperkirakan antara 300 dan 400, baik yang bertugas aktif maupun sebagai cadangan. Sekitar 300 tentara cadangan Bnei Menashe, sebagian besar di unit tempur, dipanggil setelah perang dengan pejuang Palestina.

Setiap warga negara ‘Israel’ diwajibkan untuk bertugas di militer ketika dia berusia 18 tahun; tiga tahun untuk pria dan dua tahun untuk wanita. Perempuan dapat mengikuti skema “Layanan Nasional” dan mereka yang memiliki masalah medis dan psikologis dikecualikan.

“Tidak ada yang bisa menunjukkan dengan lebih baik betapa besarnya peran kami sebagai Bnei Menashe di ‘Israel’,” kata Yitzhak Thangjom, Direktur Pelaksana Degel Menashe, mengatakan kepada RT.

“Saya pikir ketika [perang] ini berakhir, kami, Bnei Menashe, akan merasakan perasaan ‘Israel’ dengan cara yang berbeda dan lebih mendalam daripada yang kami rasakan sampai sekarang,” kata Yitzhak.

“Kami akan mempertaruhkan nyawa kami demi negara ini, seperti yang dilakukan dan dilakukan oleh banyak orang ‘Israel’. Dalam pertempuran yang akan datang, sebagian dari kita mungkin terbunuh. Jika ‘Israel’, seperti yang dikatakan banyak orang, menjadi negara yang berbeda ketika perang berakhir, kami, Bnei Menashe, pasti akan menjadi komunitas yang berbeda,” katanya dikutip RT.*

HIDAYATULLAH