SAUDARAKU, deraskanlah zikir menyebut nama Allah dalam lisan dan perbuatan kita, bahkan sejak hati kita. Orang yang sering berzikir adalah orang yang akan sering diingat pula oleh Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. al-Baqarah [2]: 152)
Betapa indah jika Allah senantiasa hadir dalam hati kita, kapan dan di mana pun kita berada. Saat dipuji, maka Allah ada di hati kita sehingga kita segera membungkus pujian itu dan mempersembahkannya hanya kepada-Nya. Saat dicaci, maka Allah pun ada di hati kita, sehingga kita segera bermuhasabah diri sembari meyakini tiada satu pun kejadian kecuali atas kekuasaan Allah SWT.
Membiasakan hati untuk selalu berzikir mengingat Allah akan membuat hidup kita senantiasa terbimbing oleh-Nya. Hati yang berzikir kepada Allah akan menjadi pendorong bagi kita untuk senantiasa bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Hanya melakukan apa saja yang Allah ridai.
Mengapa seseorang banyak sekali berkeluh kesah? Karena ia punya banyak kesempatan untuk melakukannya. Sedangkan jika ia menggunakan kesempatan yang luang itu untuk lebih banyak berzikir, maka dengan sendirinya kesempatan untuk berkeluh kesah akan berkurang, dan semakin berkurang hingga tidak ada sama sekali. Banyak zikir itu selain menjauhkan kita dari perbuatan yang sia-sia, juga mendatangkan pahala dan ketenangan dalam hati kita. Ketenangan yang menjadi sumber kekuatan untuk kita memperbaiki diri.
Allah memang gaib, kita tidak bisa melihatnya. Tetapi, jika seseorang memiliki iman yang kuat, walaupun Allah tidak tampak pada pandangan matanya, namun ia yakin selalu ada dalam pengawasan-Nya. Ia meyakini itu seolah ia sedang melihat Allah secara langsung. Rasulullah saw menerangkan hal ini sebagai konsep ihsan.
Ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah mengenai ihsan, maka beliau bersabda, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Semakin kuat iman seseorang, maka semakin mudah ia untuk selalu ingat kepada Allah SWT. Sebaliknya, semakin lemah imannya, maka akan semakin jauh dia dari mengingat Allah. Kita perlu mengukur kadar keimanan kita. Mengukurnya bukan dengan pengakuan lisan, tapi dengan kejujuran hati.
Ada orang yang ingat kepada Allah hanya ketika ditanya saja. Jika tidak ditanya, maka dia lupa. Semakin seseorang ingat terus kepada Allah, dalam setiap keadaan, maka itu tanda iman yang bagus. Semakin imannya bagus, yakin kepada Allah, maka dunia ini baginya semakin tidak menarik. Mengapa? Karena yang menarik baginya hanyalah Allah. Semakin imannya bagus, maka semakin tidak tertarik ia untuk bergantung kepada makhluk. Mengapa? Karena satu-satunya tempat bergantung baginya hanyalah Allah.
Semakin kuat iman seseorang, maka dunia dan segala perhiasannya ini baginya tak berarti lagi. Karena ia akan fokus pada tanggung jawab menjalani hidup dengan sebaik mungkin. Ia ingat bahwa setiap yang ia miliki, sedikit atau banyak, adalah amanah dan akan diperhitungkan di hadapan Allah di yaumil hisab.
Ia tidak akan mengeluhkan ataupun membangga-banggakan diri atau apa yang ia miliki, karena yang terbayang olehnya adalah pertanggungjawaban atas amanah itu. Ia tidak akan mengeluhkan atau membangga-banggakan harta kekayaan, karena yang terbayang olehnya adalah hisabnya. Setiap satu sen yang ia gunakan akan dipertanggungjawabkan. Masya Allah.
Maka dari itu saudaraku, penting bagi kita mengupayakan agar iman ini selalu meningkat. Iman kita memang akan naik turun, namun penting bagi kita berikhtiar agar setelah turun, selalu naik lagi lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Kuncinya adalah dengan zikrullah, mengingat Allah di setiap waktu kita. Selalu menghadirkan Allah di dalam perasaan, pikiran, lisan, dan tindakan kita.
Karena Allah SWT berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Radu [13]: 28). [*]
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar