KEMARIN saya ada di tengah laut, menyeberang ke sebuah pulau. Lima jam perjalanan berangkat ke pulau itu. Sepuluh jam total jalan pulang pergi. Plus 2 jam ceramah, maka 12 jam adalah angka pasti saya mengukur jalanan dan lautan. Jumlah waktu yang lumayan panjang melampaui jam terbang pesawat dari Surabaya ke Madinah.
Saat berada di tengah lautan, tak dinyana bahwa angin saat pulang begitu kencang. Perahu kapal lumayan oleh. Hati yang masih berselimutkan trauma dan waswas dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini menciut juga sambil bergumam: “Kita, manusia, adalah sungguh lemah di hadapan alam.” Menetes air mata.
Jam 03.15 WIB saya tiba di pondok. Langsung bersiap sedia untuk kuliah subuh di Masjid Baitussalam. Ketua takmir yang tahu jadwal acara saya tadi malam waswas apakah saya bisa hadir. Terlihat wajah sedih kasihan saat saya tiba di masjid. Doa kesehatan dilantunkan untuk saya. Tema yang saya bicarakan adalah yang berkenaan dengan isu viral kekinian. Surat Al-An’am ayat 42-44 menjadi rujukan utama. Tolong dibuka dan dibaca ya. Kesimpulannya adalah: “Kita, manusia, adalah makhluk lemah.”
Menyadari bahwa diri kita ini lemah sesungguhnya harus menyadarkan kita untuk datang mendekat dan menyandarkan diri kepada Yang Mahakuat, yakni Allah Swt. Sungguh sangat sombong manusia yang tak mau kenal Allah, meremehkan urusan yang berkaitan dengan Allah dan tak mau bermohon kepadaNya.
Sehebat-hebatnya manusia tak ada yang mampu menahan kantuk, tak ada yang kuat bertahan tidur tanpa bangun, tak ada yang bisa mengatur detak jantungnya sendiri, dan tak ada yang bisa hidup total sendirian tanpa bantuan. Siapakah Tempat meminta yang paling maha? Siapakah Yang Mahapenolong dalam maknanya yang sesungguhnya? Allaaah. Marilah kita agungkan Allah, marilah bersandar kepadaNya, agar senantiasa berada dalam rahmatNya. Salam, AIM. [*]