Berbaktilah pada Orangtuamu sebelum Terlambat

MUNGKIN kita sudah sering mendengar ungkapan, “Sesuatu baru akan terasa berharga, ketika kita sudah kehilangannya.”

Tak perlu jauh-jauh, misalnya listrik atau air. Dalam kondisi normal, bisa saja kita menghambur-hamburkannya. Membuang-buang pemakaiannya seenaknya. Tapi coba, kalau sudah mati listrik? Air di bak belum penuh, tidak ada toren. Setengah jam saja kita tanpa listrik, rasanya mati kutu. Ditambah lagi HP lowbatt, wah rasanya penderitaan lengkaplah sudah. Itu baru perkara listrik dan air, bagaimana dengan orangtua?

Belum lama ini agak tersentak mendengar kisah yang menurut saya cukup dramatis. Tak sampai seminggu jelang pernikahan seorang teman, ayahandanya dipanggil ke pangkuan Allah. Ya, dipanggil untuk selama-lamanya.

Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun.

Pun beberapa tahun lalu, seorang teman kuliah harus melepas kepergian ibundanya. Ketika saya mengucapkan ungkapan belasungkawa, teman saya itu mengingatkan, “Sayangi Nyokap lo, Tia. Jangan sampe nyesel kalo udah nggak ada.”

Juga seorang rekan kerja yang berkali-kali mengungkapkan rasa sesal, atas sikapnya selama ini terhadap almarhumah ibunya. Mendadak teringat semua kesalahan, kenakalan, terutama ketika ia masih berusia remaja.

Ya. Penyesalan memang begitu. Hadirnya selalu belakangan. Setelah segala sesuatunya sudah terlambat, barulah perasaan menyesal ditambah rasa bersalah memenuhi rongga dada. Menyesakkan, namun takkan merubah apapun yang telah terjadi.

Bagaimanapun kondisi orangtua kita, keduanya tetap orangtua. Bahkan sekalipun bapak-ibu kita berbeda keyakinan dengan kita, Allah tetap menyuruh kita untuk menghormati dan menta’ati keduanya—selama tidak dalam kemaksiatan.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” [QS. Luqman: Ayat 14]

***

Jika hati mulai kesal terhadap tingkah laku orangtua, segeralah ingat kebaikan-kebaikan keduanya sejak kita kecil.

Ingat bagaimana kesulitan ibu selama mengandung kita. Belum lagi ia harus mempertaruhkan nyawanya ketika melahirkan kita ke dunia. Semuanya mungkin terkesan ‘memang sewajarnya begitu’ … Tapi sebenarnya, Allah-lah yang menanamkan rasa kasih sayang dan rela berkorban itu pada hati setiap ibu.

Ayah. Meski menurut sebuah hadits, urutannya ke-empat setelah ibu, ibu, dan ibu … Tapi tentu beliau tak kalah berjasa dalam kehidupan anak-anaknya. Ayah yang bekerja keras untuk menafkahi keluarganya. Lelaki yang rela mengesampingkan segala keperluan pribadinya, demi melihat putra-putrinya hidup layak dan berkecukupan.

Lantas bagaimana jika orangtua kita tak sebaik itu? Bagaimana jika orangtua kita ternyata bukan orang baik atau tidak bertanggungjawab?

Maka berdoalah pada Allah untuk memberikan hidayah pada keduanya. Mintakan pula kesabaran untuk diri sendiri, karena mungkin saja, Allah tengah menguji kita lewat sikap orangtua yang tidak seperti itu. Bukankah, di antara doa-doa yang dikabul oleh Allah adalah doa anak shalih-shalihah untuk orangtuanya? []

Oleh: Tia Listiana
tialisti@gmail.com

ISLAMPOS

Shalat Istisqa (1)

Istisqa artinya meminta hujan. Dalam kamus Lisaanul ‘Arab disebutkan:

ذكر الاستسقاء في الحديث، وهو استفعال من طلب السقيا: أي إنزال الغيث على البلاد والعباد

Istisqa disebutkan dalam hadits. Arti istisqa adalah permohonan meminta as saqa, yaitu diturunkannya hujan kepada sebuah negeri atau kepada orang-orang”.

Namun di kalangan ahli fiqih, sudah dipahami jika disebut shalat istisqa, yang dimaksud adalah permohonan diturunkannya hujan kepada Allah, bukan kepada makhluk.

Hukum Shalat Istisqa

Shalat istisqa hukumnya sunnah muakkadah (sangat ditekankan) ketika terjadi musim kering, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan hal tersebut, sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha:

شكا الناس إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم قحوط المطر فأمر بمنبر فوضع له في المصلى ووعد الناس يوما يخرجون فيه قالت عائشة فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم حين بدا حاجب الشمس فقعد على المنبر فكبر صلى الله عليه وسلم وحمد الله عز وجل ثم قال إنكم شكوتم جدب دياركم واستئخار المطر عن إبان زمانه عنكم وقد أمركم الله عز وجل أن تدعوه ووعدكم أن يستجيب لكم ثم قال ( الحمد لله رب العالمين الرحمن الرحيم ملك يوم الدين ) لا إله إلا الله يفعل ما يريد اللهم أنت الله لا إله إلا أنت الغني ونحن الفقراء أنزل علينا الغيث واجعل ما أنزلت لنا قوة وبلاغا إلى حين ثم رفع يديه فلم يزل في الرفع حتى بدا بياض إبطيه ثم حول إلى الناس ظهره وقلب أو حول رداءه وهو رافع يديه ثم أقبل على الناس ونزل فصلى ركعتين فأنشأ الله سحابة فرعدت وبرقت ثم أمطرت بإذن الله فلم يأت مسجده حتى سالت السيول فلما رأى سرعتهم إلى الكن ضحك صلى الله عليه وسلم حتى بدت نواجذه فقال أشهد أن الله على كل شيء قدير وأني عبد الله ورسوله

Orang-orang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang musim kemarau yang panjang. Lalu beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat tanah lapang, lalu beliau membuat kesepakatan dengan orang-orang untuk berkumpul pada suatu hari yang telah ditentukan”.

Aisyah lalu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat, lalu beliau duduk di mimbar. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir dan memuji Allah Azza wa Jalla, lalu bersabda, “Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku tentang kegersangan negeri kalian dan hujan yang tidak kunjung turun, padahal Allah Azza Wa Jalla telah memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan Ia berjanji akan mengabulkan doa kalian” Kemudian beliau mengucapkan: “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. (QS. Al-Fatihah: 2-4). laa ilaha illallahu yaf’alu maa yuriid. allahumma antallahu laa ilaha illa antal ghaniyyu wa nahnul fuqara`. anzil alainal ghaitsa waj’al maa anzalta lanaa quwwatan wa balaghan ilaa hiin (Tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Dia, Dia melakukan apa saja yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah, tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Maha kaya sementara kami yang membutuhkan. Maka turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan).”

Kemudian beliau terus mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau. Kemudian beliau membalikkan punggungnya, membelakangi orang-orang dan membalik posisi selendangnya, ketika itu beliau masih mengangkat kedua tangannya.

Kemudian beliau menghadap ke orang-orang, lalu beliau turun dari mimbar dan shalat dua raka’at. Lalu Allah mendatangkan awan yang disertai guruh dan petir. Turunlah hujan dengan izin Allah.

Beliau tidak kembali menuju masjid sampai air bah mengalir di sekitarnya. Ketika beliau melihat orang-orang berdesak-desakan mencari tempat berteduh, beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya, lalu bersabda: “Aku bersaksi bahwa Allah adalah Maha kuasa atas segala sesuatu dan aku adalah hamba dan Rasul-Nya” (HR. Abu Daud no.1173, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Ibnu Qudamah berkata: “Shalat istisqa hukumnya sunnah muakkadah, ditetapkan oleh sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Khulafa Ar Rasyidin3

Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Para ulama telah ber-‘ijma bahwa keluar beramai-ramai untuk shalat istisqa di luar daerah dengan doa dan memohon kepada Allah untuk menurunkan hujan ketika musim kemaran dan kekeringan melanda hukumnya adalah sunnah, yang telah disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tanpa ada perbedaan pendapat diantara para ulama dalam hal ini”4

Penyebab Terjadinya Kekeringan

Sebab terjadinya kekeringan yang berkepanjangan, bencana alam serta musibah-musibah lain secara umum adalah maksiat. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy Syuraa: 30)

Selain merebaknya maksiat secara umum, banyaknya orang yang enggan membayar zakat serta banyak kecurangan dalam jual beli, menjadi penyebab khusus atas terjadinya kekeringan dan masa-masa sulit. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يا معشر المهاجرين: خمس إذا ابتليتم بهن وأعوذ بالله أن تدركوهن: لم تظهر الفاحشة في قوم قطُّ حتى يعلنوا بها إلاَّ فشا فيهم الطاعونُ والأوجاعُ التي لم تكن مضت في أسلافهم الذين مَضَوا.ولم ينقصوا المكيال والميزان إلا أُخذوا بالسنين وشدة المؤونة وجَوْر السلطان عليهم. ولم يَمْنعوا زكاة أموالهم إلا مُنعوا القطرَ من السماء، ولولا البهائمُ لم يُمطروا. ولم ينقضوا عهد الله وعهد رسوله إلا سلّط الله عليهم عدوًّا من غيرهم فأخذوا بعض ما في أيديهم. وما لم تحكم أئمتهم بكتاب الله ويتخيروا مما أنزل الله إلا جعل الله بأسهم بينهم

Wahai sekalian kaum muhajirin, kalian akan diuji dengan lima perkara dan aku memohon perlindungan Allah agar kalian tidak ditimpa hal-hal tersebut.

  1. Ketika perbuatan keji merajalela di tengah-tengah kaum hingga mereka berani terang-terangan melakukannya, akan menyebar penyakit menular dan kelaparan yang belum pernah mereka alami sebelumnya.
  2. Ketika orang-orang gemar mencurangi timbangan, akan ada tahun-tahun yang menjadi masa sulit bagi kaum muslimin dan penguasa berbuat jahat kepada mereka
  3. Ketika orang-orang enggan membayar zakat, air hujan akan ditahan dari langit. Andaikata bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah turun.
  4. Ketika orang-orang mengingkari janji terhadap Allah dan Rasul-Nya, Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka berkuasa atas mereka, kemudian mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka,
  5. Ketika para penguasa tidak berhukum dengan Kitab Allah dan mereka memilih selain dari apa yang diturunkan oleh Allah, Allah akan menjadikan kehancuran mereka dari diri mereka sendiri

(HR. Ibnu Maajah no.3262. Dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)

Sebagai perenungan akan masalah ini, silakan simak artikel Akibat Perbuatan Maksiat.

Beberapa Jenis Istisqa Kepada Allah

Memohon kepada Allah agar diturunkan hujan berdasarkan apa yang ditetapkan oleh syari’at, dapat dilakukan dengan beberapa cara:

Pertama, shalat istisqa secara berjama’ah ataupun sendirian5.

Kedua, imam shalat Jum’at memohon kepada Allah agar diturunkan hujan dalam khutbahnya. Para ulama ber-ijma’ bahwa hal ini disunnahkan senantiasa diamalkan oleh kaum muslimin sejak dahulu6. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana diceritakan sahabat Anas Bin Malik Radhiallahu’anhu:

أن رجلا دخل المسجد يوم الجمعة ، من باب كان نحو دار القضاء ، ورسول الله صلى الله عليه وسلم قائم يخطب ، فاستقبل رسول الله صلى الله عليه وسلم قائما ، ثم قال : يا رسول الله ، هلكت الأموال وانقطعت السبل ، فادع الله يغثنا . فرفع رسول الله صلى الله عليه وسلم يديه ، ثم قال :اللهم أغثنا، اللهم أغثنا، اللهم أغثنا . قال أنس : ولا والله ، ما نرى في السماء من سحاب ، ولا قزعة ، وما بيننا وبين سلع من بيت ولا دار . قال : فطلعت من ورائه سحابة مثل الترس ، فلما توسطت السماء انتشرت ثم أمطرت . فلا والله ما رأينا الشمس ستا

Seorang lelaku memasuki masjid pada hari jum’at melalui pintu yang searah dengan daarul qadha. Ketika itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedang berkhutbah dengan posisi berdiri. Lelaki tadi berkata: ‘Wahai Rasulullah, harta-harta telah binasa dan jalan-jalan terputus (banyak orang kelaparan dan kehausan). Mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan!’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan: Allahumma aghitsna (3x). Anas berkata: ‘Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun awan tebal maupun yang tipis. Awan-awan juga tidak ada di antara tempat kami, di bukit, rumah-rumah atau satu bangunan pun”. Anas berkata, “Tapi tiba-tiba dari bukit tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan pun menyebar dan hujan pun turun”. Anas melanjutkan, “Demi Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari’” (HR. Bukhari no.1014, Muslim no.897)

Ketiga, berdoa setelah shalat atau berdoa sendirian tanpa didahului shalat. Para ulama ber-‘ijma akan bolehnya hal ini7.

Tempat Shalat Istisqa

Shalat istisqa lebih utama dilakukan di lapangan, sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha disebutkan:

فأمر بمنبر فوضع له في المصلى

Lalu beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat tanah lapang

Juga dalam hadits Abdullah bin Zaid Al Mazini:

أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج إلى المصلى ، فاستسقى فاستقبل القبلة ، وقلب رداءه ، وصلى ركعتين

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu shalat 2 rakaat” (HR. Bukhari no. 1024)

Namun boleh melakukannya di masjid, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani8 :

قوله : ( باب الاستسقاء في المسجد الجامع ) أشار بهذه الترجمة إلى أن الخروج إلى المصلى ليس بشرط في الاستسقاء

“Perkataan Imam Al Bukhari: ‘Bab Shalat Istisqa di Masjid Jami‘, menunjukkan tafsiran beliau bahwa keluar menuju lapangan bukanlah syarat sah shalat istisqa”

Waktu Pelaksanaan Shalat Istisqa

Shalat istisqa tidak memiliki waktu khusus namun terlarang dikerjakan di waktu-waktu terlarang untuk shalat9. Akan tetapi yang lebih utama adalah sebagaimana waktu pelaksanaan shalat ‘Id, yaitu ketika matahari mulai terlihat. Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha disebutkan:

فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم حين بدا حاجب الشمس

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat

Tata Cara Shalat Istisqa

Para ulama berbeda pendapat mengenai tata cara shalat istisqa. Ada dua pendapat dalam masalah ini:

Pendapat pertama, tata cara shalat istisqa adalah sebagaimana shalat ‘Id. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu:

إن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج متبذلا متواضعا متضرعا حتى أتى المصلى فلم يخطب خطبتكم هذه ، ولكن لم يزل في الدعاء ، والتضرع ، والتكبير ، وصلى ركعتين كما كان يصلي في العيد

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berjalan menuju tempat shalat dengan penuh ketundukan, tawadhu’, dan kerendahan hati hingga tiba di tempat shalat. Lalu beliau berkhutbah tidak sebagaimana biasanya, melainkan beliau tidak henti-hentinya berdoa, merendah, bertakbir dan melaksanakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melakukan shalat ‘Id” (HR. Tirmidzi no.558, ia berkata: “Hadits hasan shahih”)

Tata caranya sama dengan shalat ‘Id dalam jumlah rakaat, tempat pelaksanaan, jumlah takbir, jahr dalam bacaan dan bolehnya khutbah setelah shalat10. Ini adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya Sa’id bin Musayyab, ‘Umar bin Abdil Aziz, Ibnu Hazm, dan Imam Asy Syafi’i.

Hanya saja berbeda dengan shalat ‘Id dalam beberapa hal:

  1. Hukum. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Namun shalat istisqa berbeda dengan shalat ‘Id dalam hal hukum shalat Istisqa adalah sunnah, sedangkan shalat ‘Id adalah fardhu kifayah”. Sebagian ulama muhaqqiqin juga menguatkan hukum shalat ‘Id adalah fardhu ‘ain11.
  2. Waktu pelaksanaan. Sebagaimana telah dijelaskan.

Pendapat kedua, tata cara shalat istisqa adalah sebagaimana shalat sunnah biasa, yaitu sebanyak dua rakaat tanpa ada tambahan takbir. Hal ini didasari hadits dari Abdullah bin Zaid:

خرج النبي – صلى الله عليه وسلم – إلى المصلى فاستقبل القبلة وحول رداءه، وصلى ركعتين

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu shalat 2 rakaat” (HR. Bukhari no.1024, Muslim no.894).

Zhahir hadits ini menunjukkan shalat istisqa sebagaimana shalat sunnah biasa, tidak adanya takbir tambahan. Ini adalah pendapat Imam Malik, Al Auza’i, Abu Tsaur, dan Ishaq bin Rahawaih.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi setelah menjelaskan dua tata cara ini beliau mengatakan12 : “Mengerjakan yang mana saja dari dua cara ini adalah boleh dan baik”.

[Bersambung ke artikel Shalat Istisqa (2)]


Diringkas dari kitab Shalatul Istisqa Fii Dhau-i Al Kitab Was Sunnah, karya Syaikh DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qahthani, dengan beberapa tambahan.

Penyusun: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/6851-shalat-istisqa-1.html

Mengapa Merasa Kesepian?

BAHWA dunia ini luas dan didiami oleh bermiliar-miliar manusia adalah fakta berdasarkan data yang tak mungkin dibantah. Bermiliar-miliar manusia itu bergerak mencari nafkah dan memenuhi kepentingan hidup lainnya. Bumi pun ramai bahkan lebih dari sekadar ramai, yakni penuh dengan hiruk pikuk dengan bermacam variasinya. Anehnya, mengapa masih ada juga manusia yang merasa kesepian dalam hidupnya, kesepian di tengah keramaian?

Mereka yang merasa kesepian adalah biasanya karena tertutup mata hatinya dari melihat banyak orang yang mondar-mandir di hadapannya. Apakah mata kepalanya tertutup juga? Tidak, mata hatinya saja yang tertutup karena menganggap yang ada hanyalah apa yang ada dalam hatinya, satu orang yang dicinta. Selain yang dicinta adalah dianggapnya tiada. Alam seluas ini dengan segala isinya seakan cukup hanya terwakili oleh satu orang yang dicinta. Akibatnya adalah bahwa saat yang dicinta itu pergi dan menghilang, maka dunia terasa gelap dan sepi baginya.

Kalau begitu, maka solusi diri agar tidak kesepian itu ada dua. Pertama adalah cinta dengan takaran atau ukuran yang sewajarnya saja. Cinta yang lebay alias berlebihan dengan melabuhkan semua harapan bahagia hanya pada seorang semata memiliki potenai untuk menjerumuskan kita pada kesepian yang menyakitkan. Obyektif saja melihat dunia sekitar bahwa ada banyak manusia di aekeliling kita yang mungkin saja menjadi sebab kita terhibur bahagia.

Tentu saya tidak mengajari para pembaca untuk mudah pindah ke lain hati, namun saya sangat tidak menganjurkan menggantungkan harapan bahagia pada seorang tertentu, bahkan kepada makhluk yang manapun. Kedua adalah puncak cinta dan kesungguhan cinta kita harus hanya pada Dzat yang tidak pernah menghilang dan meninggalkan kita, yakni Allah SWT.

Mereka yang mencintai Allah Yang Mahahidup dan Mahakekal akan senantiasa terbebas dari kesepian dalam berbagai bentuknya. Allah yang akan selalu membuat hatinya ramai dan damai dengan kebahagiaan hakiki. Inilah hakikat makna dari firmanNya: “Ingatlah selalu bahwa dengan berzikir, mengingat dan menyebut Allah maka tenang damailah hati.” Bukankah salah satu indikator cinta adalah senantiasa menyebut nama yang dicinta? Manusia yang masuk katagori ahli dzikir sungguh terlepas dari ancaman penyakit merasa sendiri, kesepian.

Merasa kesepian itu penyakit berbahaya yang lazim mengintai manusia modern. Robert Waldinger dari Harvard University menyatakan: “Rasa kesepian itu cukup dahsyat mematikan, sedahsyat merokok dan alkoholisme.” (Setiap membaca kesimpulan ini saya pasti tertawa sambil berpikir bagaimana dengan orang yang selalu merokok sendirian, dua hal berbahaya menyatu dalam satu orang. Maafkan ya para perokok) Namun, untuk membahagiakan para perokok, ijinkan saya mengemukakan hasil penelitian yang lain: “Tadhe’caretana orng mat sambi aroko’.” (Tidak ada ceritanya orang mati sambil merokok). Jangan tanya siapa yang menyatakan dan dari universitas mana.

Mari kita pupuk semangat berdzikir. Mari kita kuatkan tanaman cinta kepada Allah dalam hati kita. Mari kita sirami dan pupuk tanaman cinta itu agar tumbuh subur dan berbuah bahagia hakiki. Tahukan cara dan waktu menyiram yang baik? Tahukan pupuk yang paling cocok dan terbaik? Kita kaji bersama. Salam, AIM. [*]

oleh: KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Tamak Mempercepat Kematian

SETEGUK air bisa sangat bermanfaat menghilangkan dahaga, terlalu melimpahnya air bisa bermakna banjir yang menenggelamkan dan melahirkan bahaya. Ternyata, yang lebih sedikit tidak selalu kurang bermakna dibandingkan yang banyak.

Syukuri saja yang kita miliki, dan nikmati saja apa yang ada di tangan kita, maka hidup akan terasa lebih mampu membuat kita tersenyum. Kalaulah kita ditakdirkan memiliki yang banyak, sungguh itu akan menjadi beban kalau dipikul dan dipikir sendiri.

Allah selalu ada untuk membantu mengatur dan menjaganya dengan cara kita berluas dada menggunakannya untuk membantu dan membahagiakan hamba-hambaNya. Kesombongan dan ketamakan yang selalu memanas-manasi pemiliknya untuk menjadi satu-satunya yang tiada tanding hanya akan menyebabkan ketertutupan jalan menuju kebahagiaan sejati.

Ada seorang lelaki yang rajin bekerja sampai menjadi kaya. Dia tidak kawin karena takut nanti kalau mati hartanya pindah ke tangan isterinya. Dia juga tak membangun rumah mewah karena takut kalau mati nanti akan ditempati orang.

Ketika sakit menjelang kematiannya, dimakannya emas dan uang yang dimilikinya karena takut pindah ke orang lain dan kemudian menjadi lebih kaya dari dirinya. Inilah yang menjadikannya semakin cepat menuju kematiannya. []

INILAH MOZAIK

Bagaimana Cara Menebus Dosa karena Tinggalkan Shalat Jumat?

TANYA:

Saya pernah mendengar bahwa meninggalkan shalat Jumat dengan sengaja merupakan dosa besar. Yang ingin saya tanyakan, adakah cara menebus dosa jika dahulu pernah meninggalkan shalat Jumat?

Jawaban:

Meninggalkan shalat Jumat tanpa udzur termasuk kesalahan besar. Karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak memberikan ancaman.

Di antaranya disebutkan dalam hadis dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ

“Hendaknya orang yang suka meninggalkan jumatan itu menghentikan kebiasaan buruknya, atau Allah akan mengunci mati hatinya, kemudian dia menjadi orang ghafilin (orang lalai).” (HR. Muslim 865).

Kemudian, disebutkan juga dalam hadis dari Abul Ja’d ad-Dhamri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

“Siapa yang meninggalkan 3 kali jumatan karena meremehkan, maka Allah akan mengunci hatinya.” (HR. Ahmad 15498, Nasai 1369, Abu Daud 1052, dan dinilai hasan Syuaib al-Arnauth)

Dan salah satu di antara ciri dosa besar adalah adanya ancaman bagi pelakunya, seperti dalam hadis di atas.

Lalu apakah ada cara menebus dosa atau adakah kaffarahnya?

Terdapat hadis dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Siapa yang meninggalkan jumatan tanpa udzur, hendaknya dia bersedekah uang satu dinar. Jika dia tidak punya, bisa bersedekah setengah dinar.

Takkhrij Hadis:

Hadis ini diriwayatkan Abu Daud dari Jalur Qudamah bin Wabrah, dari Samurah bin Jundub secara marfu’. Para ahli hadis menjelaskan, Qudamah bin Wabrah perawi yang majhul dan tidak mendengar dari Samurah bin Jundub.

Al-Baihaqi mengatakan,

إن قدامة بن وبرة لم يثبت سماعه من سمُرة

Sesungguhnya Qudamah bin Wabrah tidak diketahui telah mendengar dari Samurah. (Dhaif Abu Daud, 1/403).

Karena itu, hadis ini dinilai dhaif para ulama, di antaranya Imam al-Albani dan Syuaib al-Arnauth.

Kemudian disebutkan pula dalam riwayat lain, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَاتَتْهُ الـجُـمُعَة فَلْيَـتَصَدَّقْ بِنِصْفِ دِينَارٍ

Siapa yang tidak jumatan, dia harus bersedekah 1/2 dinar.

Keterangan Hadis:

Hadis ini diriwayatkan Abu Nuaim dalam al-Hilyah (7/269) dan Ibnul Jauzi dalam al-Ilal al-Mutanahiyah (1/470). Dan hadis ini dinilai para ulama dengan Dhaif Jiddan (lemah sekali).

Hadis ini berisi hukum, yaitu perintah sedekah untuk orang yang tidak jumatan tanpa udzur. Namun mengingat hadisnya dhaif, maka tidak bisa jadi dalil tentang masalah hukum.

Kewajiban bagi orang yang meninggalkan shalat Jumat dengan sengaja yaitu bertaubat!

Tidak ada kaffarah bukan berarti masalahnya lebih ringan. Tidak ada kaffarah bisa jadi itu lebih berat. Karena syariat tidak memberikan jalan untuk tebusan. Sehingga, yang lebih penting untuk dilakukan adalah bagaimana agar serius bertaubat, memohon ampun kepada Allah atas kesalahan ini, dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Allahu a’lam. []

SUMBER: KONSULTASI SYARIAH

ISLAMPOS





Mutiara Terpendam dalam Surat Al-Fatihah

SURAT al-Fatihah adalah surat pembuka dalam al-Qur’an. Makna bahasa dari al-Fatihah pun adalah “pembuka.” Seakan Allah menitip pesan penting tersirat bahwa al-Fatihah memiliki kandungan pembuka semua hal yang tertutup, pembuka semua jalan buntu dan penyelesaian semua yang terkunci. Kita harus memahami kandungan itu dan tahu cara menggunakannya.

Surat al-Fatihah disebut dengan nama “Ummul Qur’an” atau “Ummul Kitab” yang berarti Ibu al-Qur’an atau Ibu al-Kitab. Tahukah kita kemuliaan posisi ibu kita dalam kehidupan kita? Banyak orang menyimpulkan bahwa ibu kita adalah keseluruhan hidup kita. Begitu besar makna dan posisi ibu dalam kehidupan kita. Begitu pula posisi al-Fatihah dari al-Qur’an. Sudahkah kita memahami kemuliaan posisi al-Fatihah dan kemudian memuliakannya?

Begitu mulianya al-Fatihah, tak sah shalat tanpa membaca surat mulia ini. Tidak membacanya tidaklah bisa diganti dengan sujud sahwi. Surat al-Fatihahpun dibaca di awal shalat setelah iftitah dan setiap awal berdiri dari sujud. Dalam shalat fardlu saja, kita membaca 17 kali fatihah dalam sehari semalam. Begitu istimewanya surat yang satu ini.

Sayyidina Umar biasa mengobati orang sakit dengan meletakkan tangannya pada orang yang sakit itu dan ternyata yang diobati itu sembuh dari sakit. Berikut juga sahabat-sahabat yang lain yang membacanya 7x untuk mengobati orang sakit dan kemudian disembuhkan oleh Allah. Banyak yang menyebut surat yang satu ini sebagai ayat penyembuh yang paling kuat. Ada banyak cara yang diamalkan oleh para ulama mulia. Sudah tahukah caranya?

Ada yang bertanya kepada seorang alim mengapa saat dirinya mengobati orang sakit dengan membacakannya surat al-Fatihah itu tidak bisa menyembuhkan seperti yang dialami oleh Sayyidina Umar dan para sahabat lainnya. Orang alim itu menjawab: “D imana posisi imanmu dibandingkan dengan iman mereka? Di mana posisi ikhlasmu dibandingkan dengan keikhlasan mereka?”

Mari kita perkuat iman kita dan mari kita belajar mendidik hati kita menjadi lebih ikhlas. Yakinlah bahwa Allah senantiasa membimbing hambaNya yang berusaha keras untuk selalu berada di jalanNya. Ingin tahu lebih jauh tentang kedahsyatan kandungan dan guna al-Fatihah? Mari kita kaji bersama-sama dalam pengajian darat kita. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

INILAH MOZAIK

Pembawa Kejayaan Akhir Zaman akan Datang dari Arah Timur

SUATU saat kami duduk di Masjid Jogokariyan, di hadirat Syaikh Dr. Abu Bakr Al ‘Awawidah, Wakil Ketua Rabithah ‘Ulama Palestina. Kami katakan pada beliau, “Ya Syaikh, berbagai telah menyatakan bahwa persoalan Palestina ini takkan selesai sampai bangsa ‘Arab bersatu. Bagaimana pendapat Anda?”

Beliau tersenyum. “Tidak begitu ya Ukhayya”, ujarnya lembut. “Sesungguhnya Allah memilih untuk menjayakan agamanya ini sesiapa yang dipilihNya di antara hambaNya; Dia genapkan untuk mereka syarat-syaratnya, lalu Dia muliakan mereka dengan agama & kejayaan itu.”

“Pada kurun awal”, lanjut beliau, “Allah memilih Bangsa ‘Arab. Dipimpin RasuluLlah, Khulafaur Rasyidin, & beberapa penguasa Daulah ‘Umawiyah, agama ini jaya. Lalu ketika para penguasa Daulah itu beserta para punggawanya menyimpang, Allahpun mencabut amanah penjayaan itu dari mereka.”

“Di masa berikutnya, Allah memilih bangsa Persia. Dari arah Khurasan mereka datang menyokong Daulah ‘Abbasiyah. Maka penyangga utama Daulah ini, dari Perdana Menterinya, keluarga Al Baramikah, hingga panglima, bahkan banyak ‘Ulama & Cendikiawannya Allah bangkitkan dari kalangan orang Persia.”

“Lalu ketika Bangsa Persia berpaling & menyimpang, Allah cabut amanah itu dari mereka; Allah berikan pada orang-orang Kurdi; puncaknya Shalahuddin Al Ayyubi dan anak-anaknya.”

“Ketika mereka juga berpaling, Allah alihkan amanah itu pada bekas-bekas budak dari Asia Tengah yang disultankan di Mesir; Quthuz, Baybars, Qalawun di antaranya. Mereka, orang-orang Mamluk.”

“Ketika para Mamalik ini berpaling, Allah pula memindahkan amanah itu pada Bangsa Turki; ‘Utsman Orthughrul & anak turunnya, serta khususnya Muhammad Al Fatih.”

“Ketika Daulah ‘Aliyah ‘Utsmaniyah ini berpaling juga, Allah cabut amanah itu dan rasa-rasanya, hingga hari ini, Allah belum menunjuk bangsa lain lagi untuk memimpin penjayaan Islam ini.”

Beliau menghela nafas panjang, kemudian tersenyum. Dengan matanya yang buta oleh siksaan penjara Israel, dia arahkan wajahnya pada kami lalu berkata. “Sungguh di antara bangsa-bangsa besar yang menerima Islam, bangsa kalianlah; yang agak pendek, berkulit kecoklatan, lagi berhidung pesek”, katanya sedikit tertawa, “Yang belum pernah ditunjuk Allah untuk memimpin penzhahiran agamanya ini.”

“Dan bukankah Rasulullah bersabda bahwa pembawa kejayaan akhir zaman akan datang dari arah Timur dengan bendera-bendera hitam mereka? Dulu para ‘Ulama mengiranya Khurasan, dan Daulah ‘Abbasiyah sudah menggunakan pemaknaan itu dalam kampanye mereka menggulingkan Daulah ‘Umawiyah. Tapi kini kita tahu; dunia Islam ini membentang dari Maghrib; dari Maroko, sampai Merauke”, ujar beliau terkekeh.

“Maka sungguh aku berharap, yang dimaksud oleh Rasulullah itu adalah kalian, wahai bangsa Muslim Nusantara. Hari ini, tugas kalian adalah menggenapi syarat-syarat agar layak ditunjuk Allah memimpin peradaban Islam.”

“Ah, aku sudah melihat tanda-tandanya. Tapi barangkali kami, para pejuang Palestina masih harus bersabar sejenak berjuang di garis depan. Bersabar menanti kalian layak memimpin. Bersabar menanti kalian datang. Bersabar hingga kita bersama shalat di Masjidil Aqsha yang merdeka inshaallah.”

Ah.. Campur aduk perasaan, tertusuk-tusuk rasa hati kami di Jogokariyan mendengar ini semua. Ya Allah, tolong kami, kuatkan kami. []

Oleh: Salim A Fillah

ISLAMPOS




Kompak Menuju Masa Depan Lebih Cerah

SAYA kemarin menghadiri acara wisuda Sekolah Tinggi Agama Islam Hasanuddin Pare Kediri. Sekolah Tinggi ini sudah lumayan lama berdiri, karena itu tak heran mendapatkan dukungan kuat dari para pejabat dan tokoh masyarakat sekitar.

Sekolah Tinggi ini berada di wilayah haus ilmu. Ada banyak lembaga pendidikan di sini. Yang terbanyak adalah Perguruan Tinggi Keislaman dan Perguruan Tinggi Ilmu Kesehatan. Lembaga lainnya adalah yang berhubungan dengan bahasa; 160-an lembaga bahasa Inggrs, 30-an lembaga bahasa Arab, dan 10-an lembaga bahasa lain. Luar biasa, bukan?

Dalam acara ini saya sampaikan perlunya kekompakan memajukan lembaga pendidikan. Tak ada barang berat jika diangkat dengan lima jari, tak ada barang ringan jika diangkat hanya oleh satu jari. Saya kagum dengan dukungan wali mahasiswa dan dukungan para tokoh. Selebihnya, tinggal pengurus yayasan dan citivitas akademikanya yang perlu lebih kompak menata diri.

Impian masa depan harus selalu dikobarkan. John L. Esposito berkata: “Saya hidup dengan impian, dan saya bergerak maju dimotivasi impian itu. Eleanor Rosevelt berkata: “The future belongs to those who believe in the beauty of their dream.” (Masa depan adalah milik mereka yang percaya akan keindahan impian mereka)

Jangan lupakan kekuatan doa untuk kejayaan masa depan. Doa orang tua adalah modal utama kebahagiaan dan kesuksesan putera-puterinya. Para orang tua mengangguk sebagai tanda setuju, para wisudawa menunduk tanda bakti pada orang tuanya. Indahnya hidup jika semuanya kompak. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Unta yang Berbicara di Depan Rasulullah

SUATU hari seorang Yahudi menemui Rasulullah SAW dan mengadukan bahwa seorang Muslim telah mencuri untanya. Orang Yahudi itu mendatangkan empat saksi palsu dari kaum munafik. Karena kesaksian empat orang itu, Rasulullah SAW memutuskan bahwa unta itu milik orang Yahudi dan tangan si Muslim harus dipotong.

Tentu saja, si Muslim yang tidak merasa mencuri unta itu kaget dan berduka. la mengangkat kepalanya dan menadahkan tangannya, lalu berkata, “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku tidak mencuri unta itu

Kemudian ia berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, sungguh keputusanmu itu benar. Namun, aku mohon, sebelum tanganku dipotong, mintalah keterangan dari unta ini!”

Maka, Rasulullah SAW bertanya kepada si unta, “Hai unta, milik siapakah engkau?”

Unta itu menjawab dengan jelas, “Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu semuanya palsu.”

Akhirnya, Rasulullah Saw. berkata, “Hai Muslim, katakan kepadaku, apa yang kaulakukan hingga Allah menjadikan unta ini berbicara?”

“Wahai Rasulullah, di malam hari aku tidak tidur sebelum membaca shalawat kepadamu sepuluh kali.”

Rasulullah SAW berkata, “Kau telah selamat dari hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari siksa di akhirat berkat shalawat yang kaubaca untukku.” []

Sumber: 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah Saw/ Fuad Abdurahman/Naura Book/ Jakarta, 2015

ISLAMPOS



Kisah Miliarder Arab Saudi yang Memilih Hidup Miskin Agar Lebih Tentram

TIDAK sedikit yang bekerja banting tulang untuk kesenangan pribadi atau hanya untuk menebalkan kantong saja, hingga apapun yang diinginkan dapat terbeli.

Akan tetapi berbeda dengan sosok miliarder yang satu ini, ia lebih memilih untuk hidup miskin. Mengapa?

Sosok itu bernama Sulaiman Al-Rajhi, ia menyumbangkan seluruh harta yang dimilikinya. Miliarder Arab Saudi ini memilih untuk jatuh miskin dengan memberi semua hasil jerih payahnya, termasuk uang tunai, saham dan properti kepada yang lebih membutuhkan.

Sulaiman Al-Rajhi merupakan pendiri bank Islam terbesar di dunia bernama Bank Al-Rajhi dan perusahaan terbesar di Arab Saudi. majalah Forbes pernah menobatkan Sulaiman Al-Rajhi sebagai orang ke-120 terkaya di dunia. Kekayaannya sampai dengan tahun 2011, tercatat berjumlah US$ 7,7 miliar.

Ia hanya sempat mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar. Akan tetapi dengan tangan dinginnya, Sulaiman Al-Rajhi mampu mengelola saham utama di Bank Al-Rajhi. Melalui bank itu, Sulaiman Al-Rajhi berupaya melawan segala bentuk kemiskinan terhadap rakyat kecil.

Saham tersebut kemudian dibagikan kepada anak-anaknya, yakni Saleh, Sulaiman, Abdullah dan Mohammed untuk dibagikan lagi ke keturunan selanjutnya. Sulaiman Al-Rajhi tidak sukses dalam hitungan malam. Hampir 30 tahun lamanya dia berikhtiar.

Selain sukses di dunia perbankan, Sulaiman Al-Rajhi juga memiliki kebun kurma terluas di daerah Qasim dekat Riyadh, Arab Saudi. Kebun seluas 5.466 hektar yang ditumbuhi sekitar 200 ribu pohon kurma ini bahkan masuk Guinnes World Book Record.

Akan tetapi, pria berusia 96 tahun ini memilih mewakafkan ladang nan luas ini kepada Yayasan Al Khairiyyah.

Menariknya setiap bulan Ramadan, buah-buah kurma dari ladang ini dibawa ke Masjidil Haram Makkah dan Masjidil Al Nabawi Madinah untuk menu buka puasa.

Kebun ini bukanlah satu-satunya kebun yang dimiliki oleh Al-Rajhi. Ada tiga perkebunan kurma lainnya yang juga ia wakafkan untuk bulan Ramadan.

Setiap hari Sulaiman Al-Rajhi harus bekerja keras dan tidak pernah lupa memulai serta menutup harinya dengan beribadah. Dia juga senantiasa berkegiatan sesuai jadwal sehari-hari yang sudah disusunnya sebagai pedoman aktivitas.

Dia juga pernah dianugerahi penghargaan King Faisal International Prize oleh Kerjaan atas segala kerja kerasnya. Akan tetapi, jutawan ini jatuh miskin sebanyak dua kali dalam hidupnya. Akan tetapi, kondisi melarat yang pernah dialaminya itu justru kian mengubah pandangan Sulaiman Al-Rajhi.

Ia pun memantapkan diri untuk melepas semua harta untuk hidup bahagia, tenang dan damai. Baginya, seluruh kekayaan materi yang dia miliki semata-mata titipan Tuhan yang kapan saja bisa ditarik kembali.

Oleh karena itu, tanpa beban atau berat hati Sulaiman Al-Rajhi melepas semua kekayaan yang dimiliki kepada anak-anaknya yang berjumlah 32 orang. Tanpa sepeser pun uang yang tersisa pada dirinya hanyalah pakaian sehari-hari.

Meski demikian, Sulaiman Al-Rajhi dapat menikmati hidupnya dengan tentram. Bahkan dia yakin dengan cara seperti inilah dirinya dapat mengikat tali persaudaraan dengan keluarga.  [] Sumber: Detik

ISLAMPOS