Berbaktilah pada Orangtuamu sebelum Terlambat

MUNGKIN kita sudah sering mendengar ungkapan, “Sesuatu baru akan terasa berharga, ketika kita sudah kehilangannya.”

Tak perlu jauh-jauh, misalnya listrik atau air. Dalam kondisi normal, bisa saja kita menghambur-hamburkannya. Membuang-buang pemakaiannya seenaknya. Tapi coba, kalau sudah mati listrik? Air di bak belum penuh, tidak ada toren. Setengah jam saja kita tanpa listrik, rasanya mati kutu. Ditambah lagi HP lowbatt, wah rasanya penderitaan lengkaplah sudah. Itu baru perkara listrik dan air, bagaimana dengan orangtua?

Belum lama ini agak tersentak mendengar kisah yang menurut saya cukup dramatis. Tak sampai seminggu jelang pernikahan seorang teman, ayahandanya dipanggil ke pangkuan Allah. Ya, dipanggil untuk selama-lamanya.

Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun.

Pun beberapa tahun lalu, seorang teman kuliah harus melepas kepergian ibundanya. Ketika saya mengucapkan ungkapan belasungkawa, teman saya itu mengingatkan, “Sayangi Nyokap lo, Tia. Jangan sampe nyesel kalo udah nggak ada.”

Juga seorang rekan kerja yang berkali-kali mengungkapkan rasa sesal, atas sikapnya selama ini terhadap almarhumah ibunya. Mendadak teringat semua kesalahan, kenakalan, terutama ketika ia masih berusia remaja.

Ya. Penyesalan memang begitu. Hadirnya selalu belakangan. Setelah segala sesuatunya sudah terlambat, barulah perasaan menyesal ditambah rasa bersalah memenuhi rongga dada. Menyesakkan, namun takkan merubah apapun yang telah terjadi.

Bagaimanapun kondisi orangtua kita, keduanya tetap orangtua. Bahkan sekalipun bapak-ibu kita berbeda keyakinan dengan kita, Allah tetap menyuruh kita untuk menghormati dan menta’ati keduanya—selama tidak dalam kemaksiatan.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” [QS. Luqman: Ayat 14]

***

Jika hati mulai kesal terhadap tingkah laku orangtua, segeralah ingat kebaikan-kebaikan keduanya sejak kita kecil.

Ingat bagaimana kesulitan ibu selama mengandung kita. Belum lagi ia harus mempertaruhkan nyawanya ketika melahirkan kita ke dunia. Semuanya mungkin terkesan ‘memang sewajarnya begitu’ … Tapi sebenarnya, Allah-lah yang menanamkan rasa kasih sayang dan rela berkorban itu pada hati setiap ibu.

Ayah. Meski menurut sebuah hadits, urutannya ke-empat setelah ibu, ibu, dan ibu … Tapi tentu beliau tak kalah berjasa dalam kehidupan anak-anaknya. Ayah yang bekerja keras untuk menafkahi keluarganya. Lelaki yang rela mengesampingkan segala keperluan pribadinya, demi melihat putra-putrinya hidup layak dan berkecukupan.

Lantas bagaimana jika orangtua kita tak sebaik itu? Bagaimana jika orangtua kita ternyata bukan orang baik atau tidak bertanggungjawab?

Maka berdoalah pada Allah untuk memberikan hidayah pada keduanya. Mintakan pula kesabaran untuk diri sendiri, karena mungkin saja, Allah tengah menguji kita lewat sikap orangtua yang tidak seperti itu. Bukankah, di antara doa-doa yang dikabul oleh Allah adalah doa anak shalih-shalihah untuk orangtuanya? []

Oleh: Tia Listiana
tialisti@gmail.com

ISLAMPOS

Setelah Orangtua Wafat Baru Berbakti

SUATU hari Abdullah bin Zaid, seorang perawi masyhur yang banyak meriwayatkan hadis dari Anas Bin Malik, bermimpi melihat semua kuburan terbuka dan semua penghuninya keluar dari kuburnya.

Masing-masing dari mereka dilihatnya membawa nampan yang berisi cahaya. Lalu ia melihat seorang laki-laki keluar dengan tangan hampa, wajahnya memelas dan ia tak membawa apapun di tangannya.

Melihat kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid heran, kemudian bertanya pada laki-laki itu: Assalamualaikum wahai penghuni kubur, Apa yang telah terjadi padamu, mengapa kamu tidak membawa nampan yang bercahaya seperti mereka?

Mayat itu menjawab: Waalaikumsalam.. Mereka semua memiliki anak dan keluarga yang selalu mendoakan dan bersedekah atas nama mereka. Nampan yang bercahaya itu merupakan pahala doa-doa dan sedekah yang mereka kirimkan.

Sementara aku.. walaupun aku memiliki anak, namun anakku tak pernah mendoakanku.. apalagi bersedekah untukku. Oleh karena itu aku tidak mempunyai cahaya dan itu membuat aku malu pada teman-temanku.

Ketika Abdullah bin Zaid terbangun, ia segera bergegas untuk menemui anak dari mayat penghuni kubur tersebut dan menceritakan apa yang telah terjadi dengan orangtuanya.

Setelah Abdullah bin Zaid menyelesaikan cerita dalam mimpinya dan menasihatinya, maka berkatalah anak itu: “Terima kasih wahai syeikh.. atas nasihatmu, mulai saat ini aku akan bertobat dan tidak akan mengulangi perbuatanku dulu.”

Sejak peristiwa itu, anak yang telah beranjak dewasa itu selalu berdoa dan bersedekah untuk orangtuanya. Pada saat yang sama, selang beberapa tahun kemudian, Abdullah bin Zaid bermimpi hal yang sama, akan tetapi dia melihat laki-laki yang tiada membawa nampan, kini telah membawanya, bahkan cahayanya melebihi yang lainnya.

Mayat tersebut berkata: “Wahai Abdullah bin Zaid, Semoga Allah membalas kebaikanmu, karena nasihatmu, anakku pun selamat dari neraka, dan aku tidak malu lagi terhadap tetanggaku berkat doa dan sedekah yang selalu dikirimkan anakku kepadaku. “Wallahu alam.

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata,

“Sesungguhnya ibu dari Saad bin Ubadah radhiyallahu anhu meninggal dunia. Sedangkan Saad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Saad mengatakan, Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya? Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Iya, bermanfaat. Kemudian Saad mengatakan pada beliau shallallahu alaihi wa sallam, Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya.” (HR. Bukhari)

Setidaknya, ada enam hal yang bisa kita lakukan untuk berbakti pada orangtua ketika mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia:

1. Mendoakan kedua orangtua.

2. Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orangtua.

3. Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.

4. Menjalin hubungan silaturrahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.

5. Memuliakan teman dekat keduanya.

6. Bersedekah atas nama orangtua yang telah tiada.

Semoga bisa diamalkan. Selama orangtua masih hidup, itulah kesempatan emas untuk berbakti pada orangtua. Karena berbakti pada keduanya adalah jalan termudah untuk masuk surga. Subhaanallah..

Dari Abu Darda radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi).

 

MOZAIK