Cerita Haji Seorang Yahudi yang Masuk Islam

Muhammad Asad lahir pada tahun 1900 dalam keluarga Yahudi Austria. Dia memeluk Islam pada tahun 1926 setelah tinggal dan bekerja di Timur Tengah sebagai jurnalis. Asad menghasilkan beberapa karya selama hidupnya, termasuk terjemahan Alquran yang sangat populer dalam bahasa Inggris.

Selain sebagai jurnalis, ia juga merupakan penulis berbakat. Karyanya berjudul The Road to Mecca (1952) menggambarkan cerita yang menyentuh tentang haji. Berikut penggambaran cerita hajinya seperti dikutip About Islam, Selasa (6/7).

1. Ka’bah

“Ini… adalah Ka’bah, tujuan kerinduan jutaan umat Muslim selama berabad-abad,” kata Asad. Untuk mencapai tujuan ini, para jamaah harus melakukan banyak pengorbanan. Ka’bah yang berbentuk kubus sempurna, seluruh bagiannya ditutupi dengan kain hitam. Keadaan di sini jauh lebih indah daripada karya arsitektur lain di dunia.

Hanya ada satu pintu masuk ke Ka\’bah, pintu perak di sisi timur laut, sekitar tujuh kaki di atas permukaan tanah sehingga hanya dapat dicapai melalui tangga yang ditempatkan di depan pintu di beberapa tempat.

Asad menyebut desain interiornya sangat sederhana. Lantai marmer yang dilengkapi beberapa karpet dan lampu perunggu serta perak tergantung di atap yang ditopang oleh balok-balok kayu. Sebenarnya, interior ini tidak memiliki arti khusus tersendiri karena kesucian Ka\’bah berlaku untuk seluruh bangunan yang merupakan kiblat, arah shalat bagi seluruh Muslim di dunia. Menuju simbol Keesaan Allah inilah ratusan juta Muslim di seluruh dunia menghadapkan wajah mereka dalam shalat lima kali sehari.

2. Hajar Aswad

Ada di bagian sudut timur bangunan, batu ini berwarna gelap yang dilengkapi bingkai perak. Hajar Aswad telah dicium oleh banyak generasi jamaah dan dihormati. Karena Nabi Muhammad pernah menciumnya, semua jamaah melakukan hal yang sama. Rasulullah tahu generasi selanjutnya akan selalu mengikuti teladannya. Saat para jamaah mencium Hajar Aswad, mereka merasa sedang memeluk Nabi dan semua Muslim lain yang telah berada di sini sebelum mereka.

3. Maqam Ibrahim

“Dan di sana saya berdiri di depan Maqam Ibrahim dan menatap keajaiban tanpa berpikir. Saya tersenyum, perlahan-lahan kegembiraan datang,” ujar Asad. Maqam Ibrahim merupakan lempengan marmer halus dengan pantulan sinar matahari di atasnya. Banyak para jamaah yang menghampiri. Mereka ada yang menangis, ada yang sambil berdoa, dan ada pula yang tidak mengucapkan kata apa pun sambil berjalan dengan kepala tertunduk.

Salah satu bagian haji adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Tidak hanya untuk menunjukkan rasa hormat kepada rumah Allah tapi untuk mengingat kembali tuntutan dasar kehidupan Islam.

Ka’bah adalah simbol Keesaan Tuhan dan gerakan tubuh jamaah di sekitarnya adalah ekspresi simbolis dari aktivitas manusia. Ini menyiratkan tidak hanya pikiran dan perasaan, semua yang terkandung dalam istilah kehidupan batiniah dan lahiriah harus aktif.

“Dan saya pun bergerak perlahan ke depan dan menjadi bagian dari barisan para jamaah yang mengelilingi Ka’bah. Mengelilingi Ka’bah teringat seperti tata surya yang bekerja,” ucap dia.

4. Gunung Arafah

“Saya berdiri memakai baju ihram putih di antara para jamaah yang tengah menghadap Gunung Arafah. Saya merenung hari itu, mengingat salah satu kutipan Alquran surat Al-Haqqah ayat 18:

يَوْمَىِٕذٍ تُعْرَضُوْنَ لَا تَخْفٰى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah).”

Dan saat Asad berdiri di puncak bukit dan menatap ke bawah Dataran Arafat yang tak terlihat, kebiruan cahaya bulan dari lanskap terlihat. Ribuan tahun lalu, jutaan jamaah telah melewati rangkaian ini dengan khusyuk. Asad dikelilingi oleh para jamaah yang tidak saling kenal. Namun, ekspresi mereka sama, menunjukkan adanya kegembiraan. Mereka berseru takbir, “Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Beberapa dari mereka juga ada yang menangis seraya berteriak takbir.

“Setelah turun, saya melihat pemandangan di belakang saya. Ada ribuan jamaah berpakaian putih yang melambaikan tangan. Seiring saya menjauh, mereka perlahan-lahan hilang,” tuturnya.

Muhammad Asad lahir pada tahun 1900 dalam keluarga Yahudi Austria. Dia memeluk Islam pada tahun 1926 setelah tinggal dan bekerja di Timur Tengah sebagai jurnalis. Asad menghasilkan beberapa karya selama hidupnya, termasuk terjemahan Alquran yang sangat populer dalam bahasa Inggris.

IHRAM