Daripada Idolakan Habib yang Pemarah, Mending Idolakan Nabi yang Peramah

Sebagian masyarakat Muslim Nusantara akhir-akhir ini menggandrungi dan mengidolakan sosok habib, ulama, dan ustaz yang pemarah, suka mencaci maki dan melaknati, provokatif, mendoakan orang lain celaka, dan menebarkan kebencian kepada sesama anak bangsa. Mereka seakan-akan terbuai oleh ceramah-ceramah idola mereka yang seringkali berisi luapan kemarahan, caci maki, laknat, provokasi, dan kebencian. Sehingga mereka lupa terhadap sosok agung dan idola utama yang harus senantiasa digandrungi dan dijadikan panutan oleh sekalian umat Islam dalam sepanjang masa.

Sosok agung dan idola utama sekalian umat Islam tersebut adalah Rasulullah saw. yang penyayang, peramah, pemaaf, dan penebar rahmat. Beberapa sifat luhur Rasulullah saw. ini disebutkan dalam hadis (lihat Imam al-Gazali, Ihya’ Ulum ad-Din dan ta‘liq hadis oleh Imam al-‘Iraqi, penerbit Dar Ibn Hazm, 2005: 840 & 847-849). Makanya Rasulullah saw. merupakan suri teladan bagi sekalian manusia dalam menjalani kehidupan (baik dalam beragama, berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara). Sebab, beliau memang memiliki keluhuran budi pekerti atau akhlak yang (bahkan) dipuji oleh Pemilik semesta, Allah ‘azza wa jalla (al-Ahzab (33): 21 dan al-Qalam (68): 4).

Dalam hal ini, Allah Sendiri yang mendidik pribadi Rasulullah saw. dengan al-Qur’an. Makanya ketika Sa‘d bin Hisyam bertanya tentang akhlak Rasulullah saw., maka Sayyidah ‘Aisyah ra. menjawab bahwa akhlak Rasulullah saw. adalah al-Qur’an. Setelah itu, Allah mendidik umat manusia dengan Rasulullah saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda secara tegas: “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia” (Ihya’ Ulum ad-Din, hlm. 838).

Salah satu contoh pendidikan Allah kepada Rasulullah saw. dengan al-Qur’an adalah: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh (al-A‘raf (7): 199)” dan “Sesungguhnya Allah Menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia Melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan (an-Nahl (16): 90)” (hlm. 838).

Di sisi lain, Allah mengutus Rasulullah saw. untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana diabadikan dalam al-Anbiya’ (21): 107. Menurut Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki, ayat ini menegaskan bahwa Rasulullah saw. diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, seperti: seluruh manusia (baik Muslim, non Muslim, maupun munafik; baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak), binatang, dan seluruh makhluk Allah (Muhammad saw. al-Insan al-Kamil, 2007: 113).

Oleh karena itu, tidak heran apabila Rasulullah saw. bersabda: “sesungguhnya aku diutus sebagai rahmat.” Dalam hal ini, Syekh Muhammad Tahir-ul-Qadri menulis secara khusus hadis-hadis yang berkaitan dengan rahmat (kasih-sayang) Rasulullah saw., baik kepada golongan jin, manusia, binatang, maupun tumbuhan (lihat Muhammad the Merciful, hlm. 138-384 & 35).

Adapun rahmat dan keramahan Rasulullah saw. kepada manusia meliputi semua golongan, seperti: perempuan, bayi, anak-anak, pemuda, orang lemah, orang miskin, orang fakir, janda, anak yatim, budak, pembantu, orang sakit, orang yang sudah meninggal, orang Badui, orang bodoh, pengemis, orang durhaka, pendosa, orang munafik, orang yang memusuhi dan melawan Nabi saw., orang kafir, para penyembah berhala, dan warga negara non Muslim (hlm. 138-384). Wa Allah A‘lam wa A‘la wa Ahkam…

BINCANG SYARIAH