Musik sedang ramai dibicarakan nitizen Indonesia. Pembahasan itu sempat viral di Twitter Indonesia. Bertengger dipuncak. Topik itu dipergunjingkan nitizen, tak terlepas dari video yang mempertontonkan belasan santri yang menutup telinga ketika mendengar musik. Konon, para santri ini sedang mengikuti acara vaksinasi. Dan tak ingin mendengar alunan musik tersebut.
Sebagai orang yang pernah nyantri, toh tindakan itu hal yang lumrah terjadi. Terutama di kalangan pesantren tradisional, terlebih di bawah asuhan pesantren Salafy. Juga belakangan muncul fakta, bahwa para santri yang tak mau mendengar musik itu adalah para penghafal Al-Qur’an. Yang merasa terganggu dan akan berpengaruh pada hafalannya.
Dalih ini tentu bisa diterima. Dan sekali lagi, hal itu biasa di kalangan pesantren. Lebih dari itu, banyak pondok pesantren yang tak membolehkan menggunakan handphone. Tak boleh memakai hetset. Tak diizinkan main Game. Tak diperkenankan mendengar musik. Dilarang keras menonton sinetron dan film. Televisi adalah benda haram.
Terkait musik, banyak pondok pesantren yang menerapkan aturan untuk tak mendengar musik. Terutama yang beraliran keras. Dan juga yang mengandung lirik yang tak mendidik. Dan jauh dari nilai islami. Fakta itu tak terbantahkan. Itu berseliweran di pelbagai pondok pesantren diIndonesia.
Lantas kemudian persoalan kian menjauh, timbul persoalan yang menyebutkan itu pertanda radikal. Tak mau mendengar musik itu radikal. Yang menutup telinga itu radikal. Padahal musik itu bagus untuk ketentraman jiwa. Ini disuarakan oleh pelbagai pesohor. Mulai dari politisi, buzzer, musisi, dan tentu para nitizen.
Meskipun ada juga yang membela, bahwa tidak mendengar musik bukan berarti radikal. Pembelaan ini, terbilang sangat wajar. Pasalnya, seperti tertulis di atas itu hal yang biasa dialami pelbagai orang—terutama yang pernah berkecimpung dalam dunia pesantren, tradisional. Nah menuduh mereka radikal, terbilang perbuatan yang tak berdasar.
Musik Menurut Habib Husein Ja’far Al Hadar
Terlepas dari perdebatan hangat itu—musik halal atau musik haram, atau tak mendengar musik berati radikal—, ada satu stetmen menarik yang diungkapkan oleh Habib Husein Ja’far Al Hadar.terkait musik haram. Habib Husein menuturkan bahwa musik yang haram itu adalah adalah suara sendok dan garpu dari orang yang sedang enak makan, sedangkan tetangganya dalam kelaparan.
“Musik haram, kalau suara sendok dan garpu mu ketika makan, sedangkan tetangga mu kelaparan,” begitu katanya. Tentu Habib dalam hal ini mengomentari pendapat mereka yang menganggap musik itu haram. Toh, banyak juga yang menganggap musik itu haram. Mendskreditkan posisi musisi. Menganggap itu hina, sebab membawakan pada dosa.
Padahal pada dasarnya, menurut Habib Islam itu dekat dengan nilai-nilai kesenian. DalamAl-Qur’an dikatakan Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Azan misalnya, kata Rasul harus disampaikan dengan cara yang indah. Hal itu menunjukkan, sahabat Nabi yang ditunjuk jadi muazzin adalah Bilal bin Rabbah. Sebab Nabi memperhatikan nilai estetika dan keindahan suara Bilal.
Meski demikian, Habib Husein mengigatkan dalam bermusik ada valeu, yang harus dijaga. Jangan sampai nilai yang ditonjolkan dalam musik itu mengandung hal yang buruk. Sejatinya, musik itu mengandung kebenaran,kebaikan dan keindahan. “Bila mengabaikan itu, bisa jadi jatuh pada yang haram,” jelas Habib dalam kanal Youtube Jeda Nulis.
Titik persoalannya di value musik, bukan sebab bermain musik dan alat musik. Inilah yang harus diperhatikan oleh para musisi dan orang yang bermain musik. Nilai yang ada dalam musik harus diperhatikan.