TERDAPAT riwayat dari Habib bin Sholeh, beliau mengatakan, “Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masuk toilet, beliau memakai sandal dan penutup kepala.” Status hadis: Hadis ini diriwayatkan al-Baihaqi no. 465 dan kata as-Suyuthi hadis ini mursal tabiin menyampaikan hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan statusnya dhaif (Dhaif Jami as-Shaghir, no. 9874).
Mengingat hadisnya dhaif, tidak bisa kita jadikan sebagai acuan dalil. Sehingga tidak kita simpulkan bahwa memakai sandal dan menutup kepala bagian dari sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi kita bisa memahami latar belakangnya, dimana orang yang menggunakan sandal ketika masuk toilet maka kakinya akan lebih bersih dari najis, karena ketika dia menginjak najis, yang terkena sandalnya dan bukan kakinya.
Tapi jika toiletnya berkeramik dan kotoran terbuang dengan sempurna di pembuangan, sehingga tidak ada kotoran yang tercecer di lantai toilet, alasan mengindari najis tidak berlaku. Hanya saja, terdapat riwayat dari beberapa sahabat dan tabiin bahwa mereka terbiasa memakai penutup kepala ketika buang hajat karena malu kepada Allah. Sebab ketika itu, mereka buang hajat di tempat terbuka, seperti di tengah ladang atau perkebunan.
Dari Zubair bin Awam, beliau mengatakan, Bahwa Abu Bakr as-Shidiq pernah berkhutbah, “Wahai kaum muslimin, malulah kalian kepada Allah. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ketika saya hendak buang air di luar, saya tutupi kepalaku karena malu kepada Rabku.” (HR. Ibnul Mubarok dalam az-Zuhd (1/107) dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushanaf (1/105).
Al-Baihaqi menshahihkan riwayat ini, “Diriwayatkan dari Abu Bakr as-Shiddiq tentang anjuran menutup kepala ketika masuk tempat buang hajat dan itu shahih dari beliau.” (as-Sunan, 1/96) Kemudian disebutkan dalam riwayat lain dari Ibnu Thawus, “Ayahku menyuruhku apabila aku masuk ke tempat buang air agar aku menutup kepalaku.” (Ibnu Abi Syaibah, 1/106).
Berdasarkan riwayat ini, para ulama menganjurkan untuk menutup kepala ketika hendak buang air, karena alasan menjaga adab. An-Nawawi mengatakan, Imamul Haramain, al-Ghazali, al-Baghawi dan ulama lainnya mengatakan, Dianjurkan untuk tidak masuk tempat buang hajat dengan kepala terbuka. (al-Majmu, 2/93). Al-Mardawi dalam al-Inshaf juga mengatakan, “Dianjurkan untuk menutup kepala ketika buang hajat. Demikian yang disebutkan dari beberapa ulama madzhab hambali.” (al-Inshaf, 1/97).
Apakah anjuran ini berlaku sampai sekarang?
[baca lanjutan]