Hati adalah Raja, Tempat Kita Mengenal Allah ( 2-selesai)

Sambungan artikel PERTAMA

 Ibarat Emas

Hati merupakan instrumen penggerak dari aktifitas dan perilaku manusia. Perilaku seseorang tidak dapat terpisah dari kondisi hatinya. Bila bijaksana dalam mengupayakan hatinya maka seseorang dapat mempertimbangkan perbuatannya dan membawanya ke jalan yang benar.

Sebaliknya, jika tidak bijaksana maka akan memalingkannya ke jalan yang menyimpang, seperti riya’, hasud, tamak yang termasuk dari macam-macam penyakit hati.

Menurut Al-Ghazali, hati merupakan elemen yang berharga bagi seorang hamba. Ia mengatakan bahwa hati merupakan tempat mengenal Allah Subhanahu Wata’ala. Al-Ghazali menyebutkan bahwa didalam hatiterdapat hal-hal yang berarti; yaitu hati memiliki akal. Dan tujuannya adalah untuk mengenal Allah (al-ma’rifah).

Hati memiliki penglihatan yang di gunakan untuk berhadapan dengan kehadirat ilahi. Dan hati memiliki niat yang tulus dan keikhlasan dalam ketaatan terhadap AllahSubhanahu Wata’ala. Hati memiliki ilmu-ilmu dan kebijaksanaan yang menghantarkan seorang hamba kepada tingkat kemuliaan dan akhlak yang terpuji.

Oleh sebab itu menurut Al-Ghazali, sudah sepatutnya seorang hamba senantiasa menjaga dan merawat hatinya dari segala kekotoran duniawi agar kemuliaan hati tetap terlindungi dan terjaga dalam keagungan.

Sudah sepatutnya bagi seorang hamba senantiasa mengupayakan hatinya dalam keagungan dan kemuliaan agar hati senantiasa berada dalam kesadaran dan dapat menangkap kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala . Rasulullah Shalallahu ‘alahi Wassallam.

Mengupayakan hati dalam kebaikan adalah hal yang mutlak di perlukan. Jangan sampai hati menjadi keruh karena kesalahan dan dosanya.  Sebab hati pula merupakan daya kekuatan dalam bertindak yang secara tidak langsung berpengaruh dalam tindakan seseorang.

Seseorang yang senantiasa melakukan maksiat adalah di sebabkan karena tidak mengetahui potensi-potensi yang ada di dalam hatinya.

Seorang ulama, Ibnu ‘Athoillah As-Sakandari, mengatakan bahwa tanda-tanda dari kematian hati seseorang adalah tidak merasa sedih ketika meninggalkan ketaatan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala  dan tidak menyesal ketika melakukan kesalahan dan dosa. (Lihat Kitab Syarah al-Hikam, Muhammad bin Ibrahim, hal-42  juz 1)

Sudah sepatutnya bagi seorang hamba untuk senantiasa menjaga hati dari kekotoran dan dosa yang dapat memadamkan hatinya. Hati ibarat wadah yang terbuat dari emas. Maka jangan sampai mengisinya dengan hal yang tak berharga dan sia-sia agar nilai tinggi dari wadah itu tetap lestari. Wallahu a’lam bi as-showab.*/

 

Muhammad Anasmahasiswa fakultas Dirasat Islamiyah (studi keislaman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HIDAYATULLAH