Hikmah Penyandaran Nasab Kepada Ayah

Hikmah Penyandaran Nasab Kepada Ayah

Penyandaran nasab kepada ayah, atau pengakuan keturunan terhadap ayah, memiliki beberapa hikmah atau manfaat yang penting dalam konteks hukum, sosial, dan spiritual. Berikut adalah beberapa hikmah penyandaran nasab kepada ayah.

Nasab atau hubungan darah merupakan sesuatu yang sangat penting mulai dari zaman dahulu sampai dengan sekarang. Di dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa nasab merupakan  asal-usul manusia dan asal-usul keturunannya yang harus dijaga.

وَهُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ مِنَ ٱلْمَآءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُۥ نَسَبًا وَصِهْرًا ۗ وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا

“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” (QS. Al-Furqan: 54).

Pentingnya persoalan nasab ini dikarenakan banyaknya hak-hak yang bersangkutan dengan hukum agama maupun hukum perdata dalam bernegara.

Di dalam agama nasab bisa menjadi penentu sah atau tidaknya suatu pernikahan, sebab salah satu rukun dalam pernikahan adalah adanya wali dari perempuan yang berupa ayah kandung yang memiliki hubungan darah secara langsung dengannya dan jika tidak, maka yang bisa menggantikannya adalah orang yang masih memiliki hubungan darah seperti kakek, paman ataupun yang lainnya.

Sementara dalam hukum agama dan negara, nasab juga menjadi penentu seseorang bisa mendapatkan hak-haknya, seperti harta waris, nafkah dan masih banyak yang lainnya. 

Nasab manusia selalu diidentikkan atau disandarkan kepada seorang ayah, kecuali anak yang dilahirkan dari hasil zina atau hubungan yang dilakukan tanpa ikatan pernikahan, sehingga anak ini tidak bisa mendapatkan hak-haknya dari seorang ayah. Rasulullah bersabda mengenai anak yang terlahir dari hasil zina:

لأهل أمه من كانوا

“(Anak hasil zina) adalah (disandarkan) kepada keluarga ibunya …” (HR. Abu Dawud).

Penyandaran nasab kepada seorang ayah memiliki hikmah tersendiri, yaitu berupa pembentukan elemen di dalam tubuh seperti tulang dan sendi-sendi seorang anak terbentuk dari air mani ayahnya. 

Hikmah tersebut dijelaskan di dalam kitab Hasyiyah al-Bujairomi dengan redaksi yang berbunyi:

فإن قيل: ما الحكمة في أن الولد ينسب إلى الأب دون الأم. قيل: لأن ماء الأم يخلق منه الحسن في الولد والسمن والهزال والشعر واللحم وهذه الأشياء لا تدوم في الولد بل تزول أو تتغير وتذهب وماء الرجل يخلق منه العظم والعصب والعروق والمفاصل وهذه الأشياء لم تفارقه إلى أن يفنى

“Jika dikatakan: Apa hikmahnya nasab seorang anak disandarkan kepada bapaknya (bukan ibunya)? Maka dikatakan: (Penyandaran tersebut) dikarenakan air mani ibu memberikan efek kecantikan, gemuk, kurus, rambut, dan daging pada anak, dan hal-hal ini tidak bertahan lama pada anak, melainkan akan hilang atau berubah dan lenyap. Sementara air mani laki-laki menciptakan tulang, saraf, urat, dan persendian pada anak, dan hal-hal itu tidak akan bisa dipisahkan sampai anak itu sudah tiada.”

Demikianlah penjelasan mengenai hikmah di balik penyandaran nasab kepada ayah. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa setiap hal-hal yang ditetapkan oleh syariat pasti terdapat hikmah di dalamnya, baik itu hikmah yang sudah diketahui maupun belum diketahui. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH