HUKUM asalnya minta jabatan tidak dibenarkan dan bukan akhlak terpuji, banyak hadis-hadis yang berbicara tentang buruknya orang yang meminta jabatan. Namun permasalahannya tidak dipukul rata begitu saja kepada orang yang ingin mencalonkan diri atas jabatan tertentu seperti mencalonkan dalam pilkada.
Sebab larangan tersebut berlaku kepada orang yang benar-benar menjadikan kedudukan semata sebagai tujuannya dan hanya untuk kepentingan diri dan dunianya saja, sementara di sisi lain ada orang lain yang lebih cocok dan lebih layak memegang jabatan tersebut.
Adapun jika seseorang mencalonkan diri, karena dipandang tidak ada orang lain yang cakap dalam masalh tersebut, atau ada kekhawatiran calon lain yang dikenal dapat membahayakan bagi kaum muslimin atau masyarakat secara umum, yang akan merebut kekuasaan tersebut, atau karena dia didorong oleh masyarkat atau kelompok atau partai karena dikenal kecakapannya bukan semata keinginan pribadinya.
Intinya kekuasaan baginya adalah sarana untuk melakukan kebaikan maka insya Allah hal tersebut tidak termasuk dalam larangan yang dimaksud dalam hadis-hadis yang ada.
Karena sering dalam masalah ini kita berada dalam kondisi dilematis. Kekuasaan jika dibiarkan akan direbut oleh orang yang tidak baik, sementara ada larangan mengejar kekuasaannya. Maka para ulama mengajarkan untuk memilih yang paling ringan mudaratnya.
Ini juga merujuk kepada kisah Nabi Yusuf alaihissalam yang menawarkan diri untuk menjadi bendahara kerjaaan Mesir karena merasa dirinya mampu menunaikan amanah tersebut sebagaimana tercantum dalam surat Yusuf ayat 55.
Wallahu a’lam. [Ustaz Abdullah Haidir]