jual obat

Hukum Menjual Obat yang Dicurigai akan Digunakan untuk Kejelekan

Fatwa Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah

Pertanyaan:

Jazakumullaahu khairan. Seorang apoteker mengirimkan sejumlah pertanyaan, di antara pertanyaan tersebut adalah, “Saya hendak menanyakan tentang penjualan sebagian obat yang dicurigai oleh apoteker akan disalahgunakan oleh pembeli. Padahal obat tersebut termasuk bukan obat terlarang dan terbukti secara ilmiah bukan termasuk narkotika. Seandainya apoteker tersebut menahan diri supaya tidak menjualnya, dia akan menolak pembeli tersebut dengan berbohong bahwa apoteker tidak mempunyai obat tersebut. Padahal seharusnya obat tersebut tersedia di apotek karena termasuk obat penting yang biasa digunakan dalam pengobatan. Di sisi lain, seandainya apoteker tersebut menahan diri dan tidak mau menjualnya, dia juga akan mengalami kerugian dari sisi pemasukan omset. Berikan arahan kepada kami terkait kasus ini. Jazakumullahu khairan.

Jawaban:

هذا فيه تفصيل: إن كان يعلم أن الحبوب التي تطلب يستعان بها على الزنا والفواحش هذا لا يبيع عليهم إذا كان يعرف عنهم هذا الشيء، أو يغلب على ظنه أن المشتري يستعملها فيما حرم الله.
أما مجرد الشكوك والظنون السيئة فلا عبرة بها، يبيع ولا يمتنع ما دامت علاجًا للمرض الذي يريد الشراء من أجله، فلا يمتنع بل يبيع إلا إذا عرف أن هذا المشتري يستعملها فيما حرم الله، أو غلب على ظنه ذلك فهذا من باب التعاون على البر والتقوى، وعدم التعاون على الإثم والعدوان، لا مانع أن يمتنع من بيعها بأي عذر شرعي يستطيعه، نعم، يلتمس عذرًا شرعيًا ليس فيه كذب. نعم.

Permasalahan dalam kasus ini perlu dirinci.

Pertama, apabila apoteker tersebut mengetahui atau berkeyakinan (berprasangka kuat) bahwa obat yang ingin dibeli itu akan digunakan untuk perbuatan zina, perbuatan keji, atau keburukan lainnya yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, maka tidak boleh menjual obat tersebut.

Kedua, apabila hanya sekedar keraguan dan persangkaan buruk semata (tidak tahu dan tidak berprasangka kuat), hal ini tidak teranggap. Maka boleh menjualnya dan tidak perlu menolak pembeli selama obat yang ingin dibeli tersebut untuk keperluan penyembuhan penyakitnya.

Jadi apoteker tersebut boleh menjualnya, kecuali jika dia mengetahui atau berkeyakinan (berprasangka kuat) bahwa pembeli akan menggunakannya untuk sesuatu yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Bahkan hal tersebut (menjual obat untuk penyembuhan penyakit) termasuk tolong menolong (ta’awun) dalam kebaikan dan ketakwaan, bukan tolong-menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Tidak ada larangan apabila apoteker ingin menolak menjualnya asalkan dengan alasan syar’i semampu dia. Jika demikian yang diinginkannya, hendaknya dia menyampaikan alasan syar’i kenapa menolaknya dan tidak perlu berdusta kepada pembeli.

[Selesai]

Catatan tambahan dari penerjemah:

Dalam dunia kefarmasian, ada beberapa kasus pembelian obat yang disalahgunakan. Di antara kasus tersebut adalah pembeli yang membuat resep palsu berisi obat-obat narkotika dan psikotropika. Selain kasus resep palsu narkotika dan psikotropika, terkadang ada pembeli yang membuat resep palsu atau membeli (tanpa resep) obat-obat tertentu yang digunakan untuk kemaksiatan.

Contoh, membeli obat tertentu yang bisa digunakan untuk pencegahan kehamilan setelah berhubungan intim (baca: zina) asalkan belum melewati batas waktu tertentu. Contoh lainnya adalah ada orang yang membeli obat yang sebenarnya untuk disfungsi ereksi, namun dia gunakan sebagai ‘obat kuat’ untuk berzina. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penerjemah: apt. Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

https://binbaz.org