sprei berbahan sutra

Hukum Sprei Berbahan Sutra

Bagaimana hukum lelaki tidur di sprei yang berbahan sutera campuran. Karena istrinya baru beli sprei yang ada campuran sutra?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Terdapat hadis dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk memakai sutera atau duduk di atas kain sutera. (HR. Bukhari 5837)

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

قوله ” وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ” وهي حجة قوية لمن قال بمنع الجلوس على الحرير وهو قول الجمهور

Keterangan Hudzaifah, “Kita dilarang duduk di atas sutera” merupakan dalil yang sangat kuat bagi pendapat yang melarang duduk di atas sutera. Dan ini merupakan pendapat jumhur ulama.

Kemudian al-Hafidz membawakan keterangan riwayat yang lain,

وقد أخرج بن وهب في جامعه من حديث سعد بن أبي وقاص قال لأن أقعد على جمر الغضا أحب إلي من أن أقعد على مجلس من حرير

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dalam Kitab Jami’nya dari hadis Sa’d bin Abi Waqqash, bahwa beliau mengatakan, “Duduk di atas bara api, lebih aku sukai dari pada duduk di atas majlis dari sutera.” (Fathul Bari, 10/292).

Bahkan an-Nawawi menegaskan bahwa lelaki tidak boleh menggunakan kain sutera untuk pemanfaatan apapun. Dalam al-Majmu, beliau mengatakan,

يحرم على الرجل استعمال الديباج والحرير في اللبس والجلوس عليه والاستناد إليه والتغطي به واتخاذه سترا وسائر وجوه استعماله ولا خلاف في شئ من هذا إلا وجها منكرا

Haram bagi lelaki untuk menggunakan sutera, baik digunakan sebagai baju, atau duduk di atasnya atau bersandar dengan sutera atau berselimut dengan sutera atau menggunakannya untuk penutup muka atau penggunaan lainnya. Dan tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, selain salah satu pendapat yang mungkar dalam madzhab Syafi’iyah. (al-Majmu’, 4/435)

Termasuk di antaranya adalah larangan tidur di atas sutera.
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

اتفق الفقهاء على جواز افتراش النساء للحرير. أما بالنسبة للرجال فذهب جمهور المالكية والشافعية والحنابلة إلى تحريمه

Ulama sepakat, wanita dibolehkan untuk tidur di atas sutera. Sementara untuk lelaki, menurut jumhur ulama – Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali berpendapat hukumnya haram. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 5/278)

Berdasarkan keterangan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa penggunaan sutera bagi lelaki untuk tujuan apapun, hukumnya terlarang.

Bagaimana Jika Campuran?

Jika kain yang dijadikan seprei bahannya ada campuran sutera. Bagaimana hukumnya?
Terdapat hadis yang menegaskan bolehnya menggunakan kain sutera sebagai campuran, namun tidak lebih dari luas 4 jari.

Dari Abu Utsman an-Nahdi, beliau mengatakan,
Datang sepucuk surat dari Umar, dan ketika itu kami bersama Uthbah bin Farqad di Azerbaijan. Isi suratnya,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الحَرِيرِ إِلَّا هَكَذَا ، وَأَشَارَ بِإِصْبَعَيْهِ اللَّتَيْنِ تَلِيَانِ الإِبْهَامَ

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menggunakan sutera, kecuali hanya sekian. Beliau berisyarat dengan dua jari setelah jempol.

Abu Utsman berkomentar,

فِيمَا عَلِمْنَا أَنَّهُ يَعْنِي الأَعْلاَمَ

Yang kami pahami, yang beliau maksudkan adalah fungsi campuran sutera itu hanya untuk corak kain. (HR. Bukhari 5828 & Muslim 2069)

Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan,

الْأَعْلَامُ : هُوَ مَا يَكُونُ فِي الثِّيَابِ مِنْ تَطْرِيفٍ وَتَطْرِيزٍ وَنَحْوِهِمَا

Corak kain (al-A’lam) adalah hiasan yang menempel di kain, seperti bordiran. (Fathul Bari, 10/286).

Sementara itu, disebutkan dalam riwayat lain, bahwa Umar pernah berkhutbah,

نَهَى نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ إِصْبَعَيْن ، أَوْ ثَلَاثٍ ، أَوْ أَرْبَعٍ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengenakan sutera kecuali untuk luas 2 jari, 3 jari, atau 4 jari. (HR. Muslim 2069).

Demikian.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH