Hukum Tertidur Saat Mendengarkan Khutbah Jum’at

Hukum Tertidur Saat Mendengarkan Khutbah Jum’at

Akibat dari padatnya aktivitas sekolah dan pekerjaan membuat sebagian orang merasa kelelahan saat mendengarkan khutbah shalat jum’at. Bahkan, sebagian dari mereka tidak bisa menahan ngantuk dan tertidur saat khatib membacakan khutbah. Lantas, bagaimanakah hukum tertidur saat mendengarkan khutbah jum’at?

Dalam literatur kitab fikih, terdapat penjelasan yang menyatakan bahwa termasuk dari syarat sah shalat jum’at adalah harus memperdengarkan rukun-rukun dua khutbah kepada 40 orang penduduk asli tempat tersebut. Sehingga, apabila salah seorang dari mereka ada yang tidak mendengar lantaran tuli, jauh jaraknya, atau karena tidur, maka shalat Jumatnya tidak sah.

Namun demikian, apabila rukun-rukun khutbah sudah didengar oleh 40 orang penduduk tetap, maka sholat jum’at dihukumi sah sekalipun yang lainnya tidak mendengarkan khutbah lantaran tidur dan lainnya.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Assyarqawi, juz 1, halaman 265 berikut;

وسادسها تقدم خطبتين على الصلاة___بسماع هو أولى من قوله بحضور من تنعقد بهم الجمعة أى من يتوقف إنعقادها عليهم وهم أربعون أو تسعة وثلاثون سواه فيرفع الخطيب صوته بأركانهما حتى يسمعها تسعة وثلاثون سواه بالقوة لا بالفعل___فلا تكفي الإسرار ولا إسماع دون من ذكر ولا من لا تنعقد بهم ولا الحضور مع صمم أو بعد أو نوم على ما مر.

Artinya : “Sarat yang keenam adalah berlalunya dua khutbah sebelum melakukan shalat __dengan diperdengarkan kepada jamaah. Redaksi ini lebih utama daripada redaksi mushannif dengan harusnya dihadiri oleh seseorang yang dapat menjadikan shalat jum’at artinya seseorang yang dengannya sholat jum’at dapat terjadi yaitu sebanyak 40 orang atau 39 orang selain imam.

Oleh karena itu Khotib harus mengeraskan suaranya disaat membaca rukun-rukun kedua khutbah sehingga 39 orang selain dirinya dapat berkemungkinan mendengar oleh karena itu tidak mencukupi khutbah yang pelan, didengarkan dibawah bilangan tersebut, didengarkan oleh yang bukan penduduk tetap. Tidak cukup juga ketika hadir namun tidak mendengar khutbah karena tuli, jauh atau dalam keadaan tidur.”

Seseorang yang tidur saat khutbah juga diperbolehkan untuk langsung melaksanakan sholat jum’at apabila tidurnya dalam posisi duduk dengan merekatkan kedua pantat diatas alas duduknya. Tetapi apabila tidurnya tidak dalam posisi demikian, maka wudlu’ nya dihukumi batal dan dia harus berwudlu’ terlebih dahulu sebelum melaksanakan sholat jum’at.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Fathul qorib mujib, halaman 13 berikut,

 (و) الثاني (النوم على غير هيئة المتمكن____ وخرج بالمتمكن ما لو نام قاعداً غير متمكن أو نام قائماً أو على قفاه ولو متمكناً

Artinya : “Yang kedua adalah tidur dalam posisi tidak merekatkan tempat duduknya ___ Tidak termasuk dari posisi merekatkan tempat duduk adalah tidur dalam keadaan duduk yang tidak merekatkan tempat duduk, tidur dalam posisi berdiri dan tidur dengan terlentang atas tengkuknya sekalipun merekatkan tempat duduk.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa, apabila rukun-rukun khutbah sudah didengar oleh 40 orang penduduk tetap, maka sholat juma’at dihukumi sah sekalipun yang lainnya tidak mendengarkan khutbah lantaran tidur dan lainnya.

Seseorang yang tidur saat khutbah juga diperbolehkan untuk langsung melaksanakan sholat jum’at apabila tidurnya dalam posisi duduk dengan merekatkan kedua pantat di atas alas duduknya.

Demikian penjelasan mengenai hukum tertidur saat mendengarkan khutbah jum’at. Semoga bermanfaat. Wallahua a’lam.

BINCANG SYARIAH