Dalam Islam, tidak semua ruqyah diperbolehkan. Hal ini dikarenakan, ada ruqyah yang dijalankan sesuai dengan tuntunan syariat; dan ada juga yang pada praktiknya justru merupakan bagian dari perbuatan syirik; padahal dalam ajaran Islam, syririk adalah dosa besar yang tak akan diampuni kecuali bertaubat nasuha (sungguh-sungguh). Oleh karena itu, agar tidak salah kaprah dalam membedakan mana ruqyah yang sesuai syariat (syar’i) dan mana yang syirik (syirki), maka pembahasan ini menjadi begitu penting.
Dalam buku “al-Ruqyah al-Syar’iyyah” (2006: 69), Syekh Muhammad Yusuf Al-Jaurani menyampaikan macam-macam ruqyah dalam Islam. Ruqyah itu, tulisnya, terbagi menjadi dua macam. Pertama, ruqyah syariyah. Yaitu ruqyah yang bersumber dari Al Quran, hadits nabi beserta doa-doa umum yang tak menyalahi doa yang terkandung dalam dua sumber inti itu. Selain itu, yang menjalankan ruqyah syar’i hanyalah orang yang saleh dan bertakwa. Tidak mungkin orang yang kepribadiannya buruk, akhlaknya tercela dan ibadahnya buruk bisa menjalankan ruqyah syar’i. Ruqyah yang semacam inilah sebenarnya yang dibolehkan Islam.
Sedangkan yang kedua, adalah ruqyah ‘syirky’ (yang mengandung unsur syirik di dalamnya). Ruqyah macam ini adalah setiap praktik ruqyah berupa kata-kata dan ujaran lisan yang tidak dimengerti maknanya (komat-kamit laksana dukun). Di samping itu, juga menggunakan lafal yang majhul (tak dipahami); susah diucapkan. Maka yang demikian ini merupakan jimat, tangkal, jampi-jampi atau mantra. Ruqyah demikian dilakukan melalui bantuan setan dan pengikutnya. Dalam paradigma syariat ini disebut syirik dan haram dikerjakan. Tidak boleh meruqyah orang dengan cara seperti ini.
Lalu, apa perbedaan antara keduanya secara spesifik? Soal ini dijawab dengan sangat baik oleh Imam Al-Khattabi Rahimahullah. Kata beliau, “Perbedaan antara ruqyah yang diperintah oleh nabi dengan ruqyah yang dibenci dan dilarang beliau adalah sebagai berikut: yaitu ruqyah yang terkandung di dalamnya ayat-ayat Al Quran terkait perlindungan seperti dzikir kepada Allah, ‘asmaul husna’ yang dibacakan oleh orang-orang baik dan pilihan yang berhati suci. Dengan izin Allah, ruqyah ini akan memberi kesembuhan bagi orang sakit. Ini semacam pengobatan ruhani.”
Beliau melanjutkan, “Ruqyah semacam itulah yang terjadi pada zaman dahulu di masa ketika orang-orang saleh dan pilihan masih banyak. Dan pada kenyataannya, banyak sekali yang sembuh atas izin Allah dan bisa terhindar dari berbagai macam bala. Nah, ketika orang seperti itu mulai langka (karena sudah tak seperti pendahulunya yang bisa memberi kesembuhan atas izin Allah dikarenakan bacaan-bacaan ruqyah yang dikumpulkan sudah kehilangan makna akibat kelangkaan orang saleh), maka orang-orang pada mencari alternatif pergi ke dokter jasmani.”
Dari penjelasan Al-Khattabi Rahimahullah, ada beberapa perbedaan mencolok antara ruqyah yang sesuai syariat dan yang syirik: Pertama, ruqyah syar’iyah dilakukan oleh orang yang saleh dan pilihan bukan sembarang orang. Sementara yang syirik dilakukan oleh orang yang tidak saleh dan bekerjasama dengan setan. Kedua, ruqyah syar’i bersumber dari Al Quran dan sunnah atau doa yang tak bertentangan dengan keduanya. Sedangkan yang syirik adalah berasal dari luar sumber tersebut yang menyalahi syariat Islam. Ketiga, konten atau bacaan ruqyah syar’i itu mudah dipahami dan dimengerti maknanya; adapun yang syirik sulit dimengerti dan sukar dipahami laksana mantra-mantra yang dibaca oleh mbah dukun.
Demikianlah perbedaan antara ruqyah syar’i dan yang syirki. Semoga pembaca yang budiman tidak salah dalam mempraktikkannya.
Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono