SEBAGAIMANA biasanya, setiap sore para pemuka Quraisy berkumpul hanya untuk bersenang-senang, menikmati makanan dan minuman yang diiringi nyanyian dan juga wanita-wanita penari. Sore itu wajah mereka dipenuhi dengan kemarahan, ternyata mereka sedang membicarakan perihal nabi Muhammad ﷺ dan juga para sahabatnya serta tentang risalah yang belum tersampaikan dengan baik.
Tiba-tiba mereka mendengar suara kaki yang mulai mendekat, mata mereka pun langsung berpindah arah ke suara tersebut. Ternyata dia adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi, tegap dan penuh wibawa sehingga disegani banyak kalangan terutama kalangan Quraisy. Dia adalah paman nabi ﷺ Hamzah bin Abdul Muthalib.
Hamzah bertanya kepada mereka, “Apa yang membuat kalian begitu marah? Apa yang terjadi?” Salah satu tokoh mereka, Abu Jahal menjawab dengan kesal, “Ini semua karena Muhammad ﷺ.”
Dengan kaget Hamzah berkata “keponakanku?”. “Betul sekali, karena dia telah memengaruhi banyak orang untuk mengikuti ajaran yang ia bawa, seolah-olah keponakanmu itu adalah seorang penyihir, bahkan sebagian besar dari kami telah kehilangan martabat dan jabatan di kalangan kaum Quraisy,” jawab Abu Jahal dengan tegas.
Hamzah tertawa mendengar perkataan Abu jahal seraya berkata, “Ucapan kalian terrlalu berlebihan.” Semua terdiam ketika mendengar perkataan Hamzah bin Abdul Muthalib, dan tidak ada yang berani menyebutkan keburukan Muhammad ﷺ di depan pamannya itu meskipun ketika itu agama yang dianut oleh Hamzah sama dengan agama mereka, itu semua karena besarnya cinta dan kasih sayang Hamzah kepada keponakannya Muhammad ﷺ.
Untuk menghindari perbincangan yang hanya dipenuhi senda gurau dan juga lahwu (kesia-siaan, Red), Hamzah radhiallahu ‘anhu segera meninggalkan majelis itu dan pulang ke rumahnya. Akan tetapi pikirannya masih terngiang-ngiang perkataan pemuka Quraisy tentang keponakan tercinta ﷺ. Sehingga mata yang seharusnya sudah terpejam harus rela terbuka karena pikirannya yang masih sibuk memikirkan tentang kebenaran risalah yang dibawa Muhammad ﷺ.
Di sisi Hamzah, Muhammad ﷺ tidak hanya sekedar keponakan, beliau adalah teman kecilnya, itu karena selisih umur mereka yang cukup dekat. Sehingga Hamzah sangat mengenal bagaimana perilaku atau akhlak mulia yang dimiliki Muhammad ﷺ. Inilah yang membuat Hamzah semakin bimbang dalam mempertahankan agama nenek moyangnya yang penuh dengan lahwu dan kesenangan dunia semata, karena ia berpikir bahwa Muhammad ﷺ tidak mungkin berniat menyesatkan manusia, sementara selama ini ia sangat dikenal dengan kejujuran, keadilan, kehormatan dll.
Spontan Hamzah memukul kepalanya sendiri lalu berkata, “Tidak… aku tidak akan pernah meninggalkan agama nenek moyangku selama-lamanya.” Hamzah mencoba untuk memjamkan matanya meski sangat sulit.
Hingga pada suatu hari Hamzah berniat untuk berburu di padang pasir. Ketika itu Nabi Muhammad ﷺ berada di bukit Safa. Abu Jahal melewati bukit itu dan ia melihatnya lalu menghampiri Muhammad ﷺ kemudian berbicara dengan perkataan yang kasar. Ia meminta Nabi Muhammad ﷺ berhenti dalam memengaruhi masyarakat Makkah dengan dakwahnya. Namun, Nabi ﷺ hanya diam dan tidak peduli akan cacian dan penghinaan yang dilontarkan oleh pamannya itu, sehingga perbuatan Nabi ﷺ tersebut membuat Abu Jahal semakin benci dan tidak sabar ingin memukulnya.
Keinginan itupun terwujud ketika Abu Jahal melihat batu yang tak jauh berada didekatnya, maka dengan tidak menunggu waktu lama dan rasa bencinya yang bergelora. Ia pun mengambil batu itu lalu memukulkannya di kepala Muhammad ﷺ hingga darah dari tempat lukanya pun mengalir dengan cukup banyak.
Kejadian ini diketahui oleh Hamzah hingga menjadi salah satu sebab lisannya tanpa ragu mengucapkan dua kalimat syahadat setelah cahaya kebenaran Allah Ta’ala letakkan di dalam hatinya. Karena sebelum itu ia selalu berpikir tentang ajaran yang dibawa oleh keponakannya itu, namun nalurinya selalu berkata bahwa Nabi Muhammad ﷺ yang sangat ia kenal sejak kecil dengan budi pekerti yang baik lagi terpuji, tidak pernah berdusta.
Bahkan seluruh penduduk Makkah pun mengenalnya dengan sebutan Al Amin (yang dipercaya). Karena itu tidak mungkin Muhammad secara tiba-tiba berbohong atas ajaran yang ia bawa (Islam) walaupun yang beliau bawa adalah perihal kerasulan yang menjadi penyempurna dan penutup risalah sebelumnya.
“Apakah kalian sedang memaki Muhammad? Sedangkan saya satu keyakinan (agama) dengannya.” Perkataan ini dilontarkan dengan suara yang begitu keras, hingga membuat kaget setiap orang yang mendengar ucapannya itu.
Kaum Quraisy yang berada di tempat itu pun bertanya-tanya bahkan tidak percaya ketika mendengar kalimat yang diutarakan seorang laki-laki yang disegani setiap kalangan. Ia ditakuti setiap musuh dan yang menjadi harapan kaum kafir Quraisy dalam menjaga dan mempertahankan agama nenek moyang mereka.
Dialah Hamzah bin Abdul Muthalib yang telah mengabarkan kepada kaum Suku Quraisy akan keislamannya. Islamnya Hamzah mengokohkan setiap hati yang hendak goyah, menggigihkan setiap tekad yang hendak lemah.
Islamnya Hamzah menenangkan setiap jiwa yang dihantui rasa takut karena ancaman selalu datang menimpa bahkan menyemangatkan diri untuk tetap istiqamah. Islamnya Hamzah juga membawa berkah dan kebanggaan khususnya bagi umat islam ketika itu.
Setelah beriman dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah ﷻ dan sesungguhnya Muhammad ﷺ adalah utusan Allah ﷻ, detik itu juga ia menyerahkan segala kekuatannya, keberaniannya bahkan hidupnya untuk membela agama islam. Dan dia berjanji akan selalu menjaga umat islam meski setiap tetesan darahnya harus ia korbankan. Sehingga ia mendapatkan gelar dari Rasulullah ﷺ sebagai “asadullah” yang berarti singanya Allah.
Gelar mulia dari Rasulullah ﷺ ini tidak hanya kalimah balighah. Itu semua dapat kita lihat ketika peperangan antara kaum muslimin dan kafir quraisy mulai terjadi setelah Rasululllah ﷺ dan kaum muslimin hijrah ke Madinah. Di antaranya adalah Perang Badar dan Uhud.
Seluruh kekuatan dan tenaga bahkan nyawa sekalipun ia hadiakan di jalan Allah ﷻ. Hingga datang suatu hari dimana darah menjadi saksi, pintu langit dan penghuninya tidak sabar menanti kedatangan ruh pejuang islam, singanya Allah ﷻ , penghulu para syuhada’. Hamzah bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu yang gugur di Medan perang demi membela agama yang mulia, agama islam.
Ketika perang uhud berakhir, sebagian para pejuang panji Islam gugur di medan perang, meski demikian gelar syahid lah yang mengokohkan kaki mereka dan meringankan tangan dalam mengayunkan pedang kepada musuh-musuh islam. Kini, impian untuk menjadi para syuhada’ telah mereka raih.
Ketenangan, kebahagiaan, keindahan yang diimpikan setiap umat juga telah mereka genggam. Itulah janji Allah ﷻ untuk orang-orang yang beriman dengan apa yang telah Allah ﷻ sampaikan di dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah ﷺ. Sebagaimana firman Allah ﷻ di dalam surah At-Taubah ayat 20-21:
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِى سَبِيْلِ لِلَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُوْنَ * يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنّاتٍ لّهُمْ فِيْهَا نَعِيْمٌ مُقِيْمٌ *
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berhjihad dijalan Allah ﷻ dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya disisi Allah ﷻ. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. Allah, Rabb meraka menyampaikan kabar gembira kepada mereka dengan memberikan rahmat, keridhaan, dan surga, mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya.”
Gugur di Medan Jihad
Ketika itu juga Jabir bin Abdullah kehilangan Hamzah. Bahkan Rasulullah ﷺ terlihat cemas dan sibuk mencari pamannya tercinta itu, hingga seorang laki-laki pun membawa berita bahwa ia melihat jasad Hamzah di bawah pohon yang rindang. Mendengar demikian Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya segera menghampiri dan mendekati tempat itu. Tetesan air mata pun mulai jatuh ke pipi Rasulullah ﷺ paman yang selama ini menjaga dan membelanya dari berbagai caci maki kafir Quraisy bahkan meninggalkan agama nenek moyang dan memilih agama yang mulia atas dasar kepercayaan risalah yang beliau bawa.
Kini, pembela Islam itu telah terbujur kaku di depannya, diselimuti darah bahkan terlihat bekas sayatan di dadanya yang cukup besar. Beliau disayat Hindun, yang telah dihiasi rasa dendam dan benci karena Hamzah telah menewaskan nyawa ayah dan suaminya di medan perang.
Sejak megetahui kejadian itu Rasulullah ﷺ tidak sanggup melihat bahkan bertemu dengan Hindun karena rasa kecewa atas apa yang telah ia perbuat terhadap jasad pamannya tercinta. Bahkan setelah masuk Islam pun, Hindun tidak berani untuk bertemu dengan Rasulullah ﷺ meskipun raganya tidak sabar ingin bertatap muka dengan kekasih Allah ﷻ Muhammad ﷺ.
Di hadapan jenazah Hamzah, Rasulullah ﷺ berkata :
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَمْزَة
“Penghulu para syuhada’ di hadapan Allah ﷻ pada hari kiamat adalah Hamzah.”
Semoga kisah singkat islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib dan juga semangat jihadnya di jalan Allah ﷻ dapat membangunkan karakter umat di era milenial ini untuk menjadi umat yang memiliki iman yang kuat karena fitnah yang semakin berat, dan semangat istiqamah dalam membela agama yang mulia. Karena Rasululah ﷺ pernah bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي ﷺ أنّه قال: بدأ الإسلام غريبا وسيعود غريبا كما بدأ فطوبى للغرباء
“Islam itu bermula asing dan akan kembali asing seperti awalnya. Karena itu kegembiraan dan kebaikanlah untuk orang-orang yang terasing.”
Di dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang terasing itu adalah orang-orang yang memperbaiki sunnah Rasul ﷺ yang telah dirusak dan istiqamah dalam pengamalannya. Itu semua dapat kita lihat pada saat sekarang ini, dimana aliran-aliran sesat sudah banyak bermunculan, maksiat semakin merajalela, perselisihan kerap terjadi bahkan diantara kaum cendikiawan.
Maka dari itu, kita sebagai umat Islam menjaga syariatnya adalah kewajiban kita bersama, seyogyanya rasa cinta membaca dan mempelajari lebih dalam akan al-Quran dan sunnah adalah hal penting yang harus kita tanamkan didalam diri masing-masing agar tidak ada yang berani merubah bahkan merusaknya.*/
Nurul Syuhada, diterjemahkan dari Qasim Jamal , “رجال و نساء حول الرسول صلى الله عليه و سلم ” , Kairo: Darul Jauzi