Sekitar 23 tahun yang lalu, Jamillah Taha memutuskan untuk menikahi pria Muslim yang dia cintai. Kendati demikian, langkah tersebut tidak serta-merta membuat perempuan asal Australia itu meninggalkan keyakinannya sebagai pemeluk Kristen.
Hidup dalam perbedaan dia jalani bersama sang suami selama belasan tahun. Sampai pada 2009, barulah hidayah Islam mengantarkan dirinya menjadi mualaf.
Hidup berumah tangga dalam perbedaan keyakinan diakui Jamillah tidaklah mudah. Apalagi, ketika anak-anaknya mulai beranjak dewasa, mereka dibuat bingung sendiri lantaran tidak adanya kesatuan pandangan orang tua mereka soal pendidikan agama.
“Oleh karenanya, meski beberapa negara mengizinkan pernikahan beda agama, saya menyarankan sebaiknya hal itu dihindari karena bisa menimbulkan masalah serius di kemudian hari,” tutur Jamillah membuka kisah, seperti dikutip laman I Found Islam.
Korban Pelecehan Seksual
Jamillah dibesarkan dalam lingkungan keluarga Kristen di Australia. Semasa kecilnya, ia kerap menjadi bulan-bulanan murid lainnya di sekolah. Sementara di rumah, ia juga sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari kakak laki-lakinya, baik secara fisik maupun mental. Sayangnya, orang tuanya justru acuh tak acuh saja atas semua pengalaman buruk yang ia alami tersebut.
Yang lebih memiriskan lagi, ketika Jamillah berusia 13 tahun, ia sempat menjadi korban pelecehan seksual oleh sepupunya selama berbulan-bulan. “Saya benar-benar kehilangan rasa percaya diri sejak saat itu. Beban psikologis yang harus saya hadapi sungguh berat,” ujarnya.
Selepas remaja, Jamillah bertemu dengan seorang pria Muslim bernama Taha. Ia pun jatuh cinta kepada lelaki tersebut. Awalnya, ayah dan ibunya tidak merestui keinginannya untuk menikah dengan Taha. Akan tetapi, kegigihannya memperjuangkan hubungan dengan pria itu akhirnya mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya.
“Ayah dan ibu akhirnya mau menerima Taha. Kami pun menikah,” kata Jamillah.
Mimpi Buruk
Setelah menikah, Jamillah mulai mengalami mimpi buruk selama bertahun-tahun. Mimpi yang menghantui tidurnya secara berulang-ulang itu selalu mengenai peristiwa yang sama, yakni perkosaan yang dialaminya ketika masih berumur 13 tahun dulu.
Seusai melakukan konseling ke psikolog dan psikiater, barulah Jamillah menyadari bahwa ia mengidap depresi berat. Begitu beratnya depresi yang dia derita sehingga sempat terlintas di pikirannya untuk mengakhiri hidup.
Jamillah merasa seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Namun, dia tidak mengetahui apa yang hilang itu. Sampai akhirnya dia menonton kisah tentang para mualaf di laman YouTube. Tanpa disangka-sangka, kegiatan itu ternyata mampu membawa ketenangan bagi jiwanya. Seakan-akan dia kembali menemukan secercah harapan setelah mengikuti cerita mengenai pengalaman mereka mencari hidayah Islam.
“Saya pikir, Allah SWT memang sengaja mendorong saya kepada Islam. Saya mulai mengikuti cerita para mualaf di YouTube, sampai akhirnya saya ketagihan menontonnya,” kata Jamillah mengaku.
Semakin banyak menonton kisah para mualaf, ketertarikan Jamillah terhadap Islam pun kian meningkat. Dia akhirnya berkesimpulan, agama samawi tersebut adalah satu-satunya solusi bagi persoalan hidup yang dihadapinya selama ini.
Selanjutnya, Jamillah pun mulai mengikuti kuliah Islam setiap pekan. Sebagai hasilnya, ada semacam perubahan besar yang ia rasakan setiap kali menghadiri kuliah tersebut. Di dalam dirinya mulai tumbuh kembali sikap optimistis dan semangat untuk menjalani hidup dengan lebih baik. “Saya tidak tahu persis bagaimana perubahan itu bisa muncul di dalam diri saya. Tetapi saya yakin, semua itu berasal dari Allah SWT,” kata Jamillah.
Pada 2009, perempuan Australia itu akhirnya resmi mengikrarkan dua kalimat syahadat dan menjadi mualaf. Dia pun merasa sangat beruntung karena bisa memperoleh kembali bagian yang hilang dalam hidupnya selama ini. “Walaupun butuh waktu 40 tahun untuk menemukan Islam, namun sekarang aku benar-benar memahami betapa luas kasih sayang Allah itu,” ujarnya penuh haru.
Giat Beribadah
Selama lima tahun terakhir, hari-hari Jamillah lebih banyak diisi dengan ibadah. Ada perasaan spiritual yang sangat dalam ketika ia menunaikan shalat lima waktu, berdoa, dan berzikir kepada Allah. “Semua amalan itu benar-benar membawa ketenteraman bagi pikiran dan hati saya,” katanya.
Selain memperbanyak ibadah, Jamillah kini terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Di antaranya, membantu para tunarungu berkomunikasi lewat bahasa isyarat. Di samping itu, dia juga giat membantu banyak orang di Facebook, terutama para Muslim dan mualaf.
“Saya ingin menggunakan sisa umur saya untuk membantu orang lain. Karena pada hakikatnya, membantu sesama manusia dalam kebajikan sama artinya dengan menyenangkan Allah SWT,” tuturnya.