SUBHANALLAH, walhamdulillah, wa laa ilaaha illaAllah wa Allahu Akbar. Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Ketika kalimat ini diucapkan dengan bahasa rasa, sirna sudah kepenatan, kesedihan, penderitaan dan kegalauan.
Kemahasucian Allah, keterpujian Allah, keesaan Allah dan kebesaran Allah menghalangi akal untuk berlarut dalam keputusasaan karena tidak mampunya akal mengatur dan melogikakan kehidupan. Keterpujian Allah mengantarkan akal dan hati kita untuk tak mau menyalahkan aturan dan ketetapan Allah.
Takdir yang terjadi adalah sesuatu yang terindah yang seringkali tak bisa langsung dipahami dan diketahui hikmahnya. Kemahaesaan Allah menjadikan kita tak perlu sibuk menghamba kepada selainNya. Sementara kemahabesaran-Nya menjadikan semua masalah menjadi kecil dan tak perlu membuat kita stres dan depresi.
Jadikan zikir kita bukan hanya zikir mulut, melainkan pula zikir hati dan zikir rasa. Jadikan pujian kita kepadaNya adalah pujian yang total setotal sifat keterpujian yang melekat kepadanya. Jadikan kebergantungan kita adalah ketergantungan yang sempurna, ketergantungan yang memporakporandakan ketergantungan kepada selain-Nya.
Jadikan takbir kita adalah betul-betul pengagungan yang benar kepadaNya, pengagungan yang menghapus kesombongan diri. Zikir seperti inilah yang akan menjadikan kita benar-benar berada dalam jaminan pengaturan Allah.
Jelas sekali bahwa sulit sekali menjadi muslim kaaffah seperti itu, yang kaaffah dalam segala-galanya. Namun kita harus selalu berusaha dan mencoba untuk selalu menyempurnakan keberagamaan kita. Salam, AIM@Pondok Pesantren Alif Laam Miim Surabaya. [*]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2297621/jadikan-zikir-kita-juga-zikir-hati-dan-rasa#sthash.kEghZqzk.dpuf