Islam mendorong kepada umatnya untuk giat bekerja. Bahkan dalam fiqih, bekerja atau mencari nafkah hukumnya wajib. Namun demikian, ada satu konsep yang didambakan oleh semua orang, yakni keberkahan.
Keberkahan adalah bertambahnya kebaikan dan ketenangan. Dan keberkahan ini tidak bisa diukur dengan materi, atau besar-kecilnya gaji seseorang. Bisa jadi, dan ini yang serng terjadi, seorang yang gajinya kecil hidupnya lebih tenang dan kebaikan selalu menyertainya.
Sebaliknya, seorang yang secara materi memiliki penghasilan tinggi, tetapi hidupnya penuh dengan kegelisahan dan sejenisnya. Namun yang paling utama adalah, memiliki gaji tinggi dan hidupnya dipenuhi oleh keberkahan.
Tulisan ini akan mengupas tentang lima perkara yang harus dijaga agar pekerjaan kita dipenuhi keberkahan. Lima poin ini disarikan dari beberapa sumber, salah satunya adalah dari nasihat syaikhona Mbah Maimoen Zubair.
- Jangan mengakhirkan atau mengurangi kewajiban (shalat, zakat, dll) karena lebih mementingkan pekerjaan.
Sesibuk dan sepadat apapun aktivitas atau pekerjaan yang kita lakukan, jangan mengakhirkan shalat lima waktu. Apalagi jika merujuk suatu hadis, maka menunaikan shalat di awal waktu merupakan sebuah keutamaan dan dapat menjadi salah satu faktor datangnya keberkahan dalam pekerjaan dan hidup.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud Rhadiyallallu anhu berkata, ‘Aku bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang amalan apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala? Beliau menjawab, “Sholat pada waktunya.” Kemudian apa? Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada kedua orangtua”. Kemudian apa? Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah.” (HR Bukhari dan Muslim).
- Jangan menyakiti orang lain demi pekerjaan
Tidak menyakiti orang lain demi pekerjaan merupakan hal utama yang dapat menjadikan seseorang meraih keberkahan. Sebab, dengan berperilaku seperti ini, maka kita akan mendapatkan beberapa keuntungan, diantaranya: iklim kerja yang positif, tim yang solid, dan mendapatkan dukungan dari orang sekitar.
Hal tersebut mengajarkan kepada kita bahwa mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan bukan semata-mata keuntungan material, tetapi mencakup hal-hal lain seperti iklim kerja yang positif, dukungan dari lingkungan kerja dan tentunya juga terbentuknya tim yang solid.
Hal ini sesuai dengan hadis Nabi. Sebagaimana yang pernah ditanyakan oleh sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
- Bertujuan menjaga diri dan keluarganya dari meminta minta, jangan bertujuan mengumpulkan dan memperbanyak uang semata.
Inilah pesan Rasulullah, bahwa jangan mudah meminta-minta meski butuh. Hal ini sebagainya sabda beliau: “Sungguh, seorang yang bekerja memikul seikat kayu bakar di punggungnya, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, apakah orang itu memberinya atau tidak memberinya.” (HR Bukhari dan Muslim).
- Jangan memforsir diri dalam pekerjaan.
Dalam Islam, semua aktivitas kehidupan harus dikerjakan secara proporsional, tidak ngoyo atau tidak sampai memforsir diri. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW: “Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atas dirimu.”
Maka, konsep bekerja dalam Islam adalah kerja profesional, cerdas dan ikhlas. Semua ini dilakukan karena untuk menghindari kemadlaratan dan mewujudkan kemashlahatan. Inilah salah satu wujud keberkahan dalam pekerjaan.
- Jangan meyakini rizqi datangnya dari pekerjaan, tapi rizqi datangnya dari Allah SWT.
Perkara terakhir yang harus dijaga agar pekerjaan kita berkah adalah meyakini rizqi itu datangnya bukan dari pekerjaan, melainkan dari Allah SWT. Keyakinan semacam ini akan menimbulkan ketenangan dan menjauhkan diri dari rasa berharap yang berlebihan. Dengan begitu, kita bisa mudah bersyukur dan akan selalu bersyukur atas semua yang telah kita usahakan dengan maksimal.